LIMA

457 64 7
                                    

Sahabat yang baik adalah rezeki luar biasa. Kemarin sore, Ivy datang berkunjung dan sengaja menginap di kontrakan Camelia. Bahkan semalam, dia ikut begadang menemani sahabatnya mengurus Mikayla yang mengalami kembung. Lantas pagi ini … voila! Ivy baru bangun jam 8 pagi. Dia hanya bangun Subuh tadi untuk salat sebentar lalu kembali tidur.

Ivy menguap seraya menggaruk-garuk rambut lurusnya yang masih berantakan. Muka bantalnya kucel sekali. Daster bunga-bunga tanpa lengan yang dia pinjam dari Camelia, tampak kusut di banyak bagian. Ia berjalan mendekati sahabatnya yang tengah meninabobokan Mikayla di ruang depan.

"Kok, nggak bangunin aku, sih, Mel." Lagi, Ivy menguap, seraya duduk bersila di depan sahabatnya. 

"Mbok, ya, cuci muka dan sikat gigi dulu, Vy. Bau jigongmu, tuh!"

"Bodo amat." Ivy membenahi rambut lurus sebahunya dan mengikatnya menjadi kucir kuda dengan scrunchie. "Nggak ada cowok cakep di sini. Paling juga bapak-bapak ronda."

"Makan sana, Vy. Aku bikin soto ayam. Tapi, cuma soto doang, nggak ada pelengkap lain. Aku nggak bisa bikin masakan lengkap."

"Duh, Mel … kamu udah jadi ibu beneran, ya?" Ivy menatap sahabatnya sendu. "Nggak capek, ya, Mel? Aku aja yang cuma ikut nemenin buat begadang, jadi bangun kesiangan gini."

"Capek, Vy. Sama aja. Tapi … lihatin wajah Mikayla aja udah langsung ilang capekku." Camelia menunduk, menatap wajah bayinya yang sudah mulai terlelap.

"Emang dasar bayi. Semalam nggak tidur. Pas pagi, eh, molor. Aku ngebayangin mau main sama dia pagi ini. Eh malah ditinggal tidur."

"Iya. Beginilah bayi. Tapi … ngerawat Mikayla gini, bikin aku bahagia. Aku boleh kehilangan semua, Vy. Tapi jangan dia." Suara Camelia terdengar serak dan matanya mendadak berkaca-kaca. Ada ngilu yang seketika menyerang tenggorokannya.

Tiba-tiba, tangan Ivy sudah mendarat di pundak sang sahabat. Lantas, dia membelainya pelan. "Kamu perempuan hebat, Mel. Huh! Gini, nih, bikin aku inget si Kunyuk itu lagi. Mana kemarin di internet udah kesebar kabar dia liburan di Bali sama si Mutiara. Dasar, Buaya emang!"

"Udah, ya, Vy. Jangan bahas dia lagi. Aku nggak mau mengingat hal-hal nggak enak." Camelia menatap Ivy dengan kedua ujung alis yang turun. "Untuk saat ini, aku mau hidup bahagia sama Mikayla. Cuma kami berdua." Dia kembali menunduk, lantas mencium buah hatinya yang sudah pulas.

Terdengar dengkusan halus dari pernapasan Ivy. "Iya. Kamu pantas bahagia, Mel." Ivy seketika beranjak dengan sekali hentakan. "Kamu udah sarapan?"

"Udah tadi, Vy. Aku nggak boleh telat makan. Lagi berusaha nambah produksi ASI. Aku mau berhentiin Mikayla dari sufor." Camelia menatap sahabatnya seraya mengulas senyum tipis. Lalu, dia kembali menunduk. "Dua bulan pertama Mikayla, harus bisa kutebus. Dia kurang ASI-ku. Gara-gara aku sok stress. Sekarang, nggak boleh lagi ada yang bikin aku stress. Biar dia tumbuh sehat dan jadi anak yang bahagia."

"Auk, ah, Mel. Jangan bikin aku ngefans sama kamu, deh. Baik banget, sih …" Ivy menjulurkan tangan membentuk mini Love dengan telunjuk dan jempolnya.

"Apaan, sih. Gaje. Udah, sana makan." Camelia tertawa kecil lantas menggeleng pelan.

Ivy berbalik setelah mengerlingkan mata. Tapi, baru selangkah, dia berhenti dan kembali memutar tubuh. "Oh, ya, Mel. Hari ini, jalan-jalan, yuk? Makan di luar atau ngapain, gitu. Biar kamu nggak suntuk. Mau, ya? Mau ya?" Ivy mengangkat alis.

"Ehm … boleh, deh. Sekalian mau nyari info lowker. Siapa tahu nemu di jalanan. Mikayla udah mau empat bulan. Sisa delapan bulan lagi sebelum bantuan uang dipotong sama Aldan."

"Haish … jangan sebut si Curut itu lagi." Ivy menyilangkan kedua tangan di depan wajah. "Tenang aja, aku bakal bantuin nyari kerjaan. Kalau nggak, kamu bisa tinggal sementara di kosan aku. Oke?! Saranghae …" Lagi, Ivy membentuk mini love dengan telunjuk dan jempolnya. Lantas, berbalik dan melangkah ke arah dapur.

[Terbit e-Book] Ayah untuk MikaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang