14. Panglima Eliazhkar

407 65 3
                                    

Dia jarang tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia jarang tersenyum. Bahkan saat menusuk macan itu, dirinya tak menampilkan ekspresi apapun. Tusukan belati bagai mainan tak berarti. Vino meneguk ludahnya. Terdengar keras. Dua panglima yang seharusnya melindungi dirinya masih gemetar, ketakutan di belakang punggungnya.

"Seharusnya kalian melindungi Yang Mulia dengan baik. Bukannya malah jadi pengecut seperti ini."

Bukannya tersinggung, Dixa dan Kimal langsung menghambur peluk menuju Eliaz. Vino mengerutkan kening. Dia ... Dia dipanggil Eron, bukan? Menurut Vino, nama Eliaz terlalu panjang.

"Kak Eron! Dari mana kau muncul?" Vino langsung bertanya membuat alis Eron bertaut.

"Yang Mulia, aku bukan kakakmu dan keturunan raja tidak pernah memanggil panglimanya seperti itu," jelas Eron.

"Biarlah. Suka-suka aku. Kan, aku rajanya."

"Calon raja, Yang Mulia. Untuk saat ini kau masih menjadi Putra Mahkota." Kimal berkata.

"Oh, seperti itu? Jadi, ayahku masih hidup?" tanya Vino.

"Sudah wafat," jelas Kimal. "Tapi, tetap saja. Kau, kan, belum dinobatkan menjadi seorang raja, Yang Mulia."

"Hei, di mana Panglima Eliaz?" Tiba-tiba Dixa panik, memecah obrolan Vino dan Kimal.

"Aku di sini," jawab Eron.

"Hah ... Panglima Eliaz. Ayolah, berbincang sedikit. Kekuatanmu itu sangat rentan. Sedikit terdiam, kau akan berubah menjadi batu, berkamuflase, membuat kami panik karena mengira kau hilang entah kemana." Kimal menampilkan ekspresi sebal.

"Itu, kan, memang kelebihanku." Eron membela diri.

RAWR!

Satu macan kumbang menerkam. Eron langsung mendekap Vino, melindungi Bakal Raja dari serangan.

"Diam, jangan bergerak," ucap Eron ketika mendekap Vino erat hingga ujung kepala bagai seorang kakak yang tidak ingin adiknya kenapa-napa.

Macan kumbang itu mendekat ke arah mereka kemudian mengendus. Vino merasa punggungnya ada yang menyentuh, keringat dingin sudah di sekujur tubuh. Seirama dengan itu, Eron makin mendekap tubuh Vino dengan erat dan begitu tenang. Rambut Vino dilindungi, ditangkup menggunakan tangan kanan Eron hingga beberapa saat kemudian macan kumbang itu pergi tanpa mengasihani Vino yang sudah pucat pasi.

"Bagaimana mungkin?" kata Vino dengan pelipis yang banjir dengan keringat. "Tadi macan itu sudah meraba punggungku!"

"Itu karena hamba mendekap Yang Mulia."

Penjelasan Eron membuat Vino menangkap dengan mudah tentang insiden yang baru saja terjadi. 

"Siapa yang didekapmu ... Maka, orang itu...."

"Akan menjadi batu bersama hamba. Selama orang yang hamba dekap juga diam seperti Yang Mulia tadi," jelas Eron.

"Keren...." Mata Vino berbinar.

Panglima Raja KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang