Bab 09

930 125 7
                                    

Lalice melenggok santai memasuki halaman sekolah sembari menebar pesona kharisma cantiknya yang terpancar dari tubuhnya.

"Woah sepatu baru nih El" Lalice tersenyum sombong. Kakinya ia goyang-goyangkan memamerkan sepatu baru miliknya.

"Ya iyalah anak holkay gitu loh" sahut temannya berambut sebahu.

"Taeyeon sonsengnim datang woi" teriak siswa laki-laki di depan pintu memberi tahu.

Seluruh siswa pun bergegas ke tempat duduk masing-masing.

Di jam sepuluh pagi, dimana waktunya jam istirahat Jennie datang ke sekolah Lalice membawa bekal sekaligus barangnnya yang ketinggalan.

Tepat saat mata foxy itu menoleh ke kaca ruangan, ia mendapati Jennie berdiri diluar sambil melambaikan tangan.

Bergegas Lalice keluar menghampirinya sebelum semua orang tahu kalau Jennie adalah ibunya.

"Ngapain pake ke sini segala sih kalau ketahuan bagaimana" omel Lalice mencengkram lengan ibunya.

"Sakit nak" ucap Jennie seketika membuat cengkraman itu terlepas.

"Eomma cuma mau mengantarkan makanan untukmu sekaligus bukumu yang ketinggalan" kata Jennie bersama gummy smile nya.

Lekas Lalice tarik tangan Jennie ke halaman belakang sekolah dan menghempaskannya kasar.

Ia menepis kotak makanan itu hingga terjatuh ke tanah.

"Aku gak butuh makanan sampah ini! Yang ku mau uang dan uang. Apa kau mengerti"

"Lalice-ah" lirih Jennie berkaca-kaca.

"Kau hanya boleh datang ke sini kalau membawa uang. kedatanganmu kemari membuat teman-temanku curiga"

"Apa kau malu mempunyai ibu sepertiku nak?" Pertanyaan yang retoris. namun Jennie masih ingin mendengar jawabannya langsung dari mulut Lalice.

"Iya aku malu dan berharap tidak pernah dilahirkan dari rahimmu" air mata Jennie tak sanggup lagi dibendung. Mengalir deras begitu saja melewati pipi mandunya.

"Bisanya nangis terus! kerja yang bener dan hasilkan banyak uang baru aku menghormatimu" ketus Lalice meninggalkan Jennie bersama lukanya.

.

.

.

Sepulang sekolah saat hendak menyimpan sepatunya di loker, Lalice menemukan sebuah kotak berbungkus kertas kado. Karena penasaran Lalice membukanya dan mendapati hp iPhone 14 pro max.

"Woah hp baru" ucap Lalice terkagum-kagum membolak-balik hp tersebut.

Ia membaca nama pengirimnya di surat itu namun tidak ada. Surat itu berbunyi,

"Hp baru untuk princess"

Lalice pulang dengan senyum mengembang dan hati berbunga-bunga. Tak peduli siapa pengirim misteriusnya yang terpenting kini ia memiliki hp edisi terbaru.

"El makan dulu nak, Eomma memasakkan makanan kesukaanmu" seru Jennie antusias menyambut kepulangan sang anak.

"Udah kenyang" juteknya melanjutkan langkah ke kamar. Mata Jennie memicing mengamati benda pipih di genggaman Lalice.

"Kamu dapat hp itu dari mana?"

"Hadiah"

"Hadiah?" Ulang Jennie ambigu.

"Iya seseorang memberikannya padaku di sekolah"

"El jangan menerima apapun dari orang asing, bahaya nak" nasehat Jennie ia anggap angin lalu.

"Apaan sih tua bangka. Ikut campur aja. Urusin aja tuh jahitan kamu yang gak seberapa itu" Jennie menggeleng kepala dan mengurut dada.

"Apa yang terjadi padamu nak, mengapa kau berubah" sendu Jennie menatapi punggung Lalice dari kejauhan.

Pekerjaan Jennie masih seputar jahit menjahit. Ia membuka toko pakaian kecil-kecilan di rumah dengan bahan dan peralatan seadanya.

Cita-cita masa kecil akhirnya dapat ia realisasikan meskipun belum bisa mempunyai butik sendiri.

Malam harinya Jennie masih setia duduk di depan mesin jahit menyelesaikan pesanan pelanggan. Sekilas melihat siluet seseorang lewat ia pun mendongak.

"Mau kemana malam-malam begini nak"

"Nongkrong di cafe sama teman" jawab Lalice santai. Jennie menatap penampilan Lalice dari atas sampai bawah lalu beralih melirik jam dinding.

"Tapi ini sudah larut"

"Lalu apa masalahnya, aku bosan dengerin suara mesin itu setiap hari"

"Anak perempuan gak boleh keluar malam. Jam-jam segini rawan terjadi perampokan" nasehat Jennie penuh kelembutan tidak ada nada marah sedikitpun terselip dalam suaranya.

"Ya jangan di doain" balasnya enteng. Tidak mendengarkan nasehat ibunya Lalice berlalu pergi meninggalkan rumah.

"Tolong selalu jaga anakku dimana pun ia berada tuhan" doa Jennie.

Kelakuan liar Lalice meminum alkohol di ruang karaoke bersama teman-temannya bahkan sampai merokok. Pergaulan anak itu sudah sangat bebas.

Ia menghambur-hamburkan uang ibunya untuk kesenangannya sendiri. Bukankah ia egois. Ibunya banting tulang mati-matian mencari uang sedangkan ia cuma pandai menghabiskan. Gelar anak durhaka cocok disematkan pada gadis berponi itu.

Pulang-pulang Lalice mabuk dan jalan sempoyongan. Mengetuk brutal pintu rumah membuat Jennie yang terkantuk-kantuk menunggunya di sofa ruang tamu seketika terbangun.

Ceklek

Hap

Jennie langsung menangkap tubuh lemas anaknya.

"Kamu habis minum-minum El" kaget Jennie mencium aroma alkohol yang menyengat.

"Enyahlah" racau Lalice mendorong kasar tubuh Jennie.

Selangkah berjalan, tubuh gadis itu terhuyung dan segera di tangkap Jennie agar tidak terjatuh.

Ia memapah tubuh Lalice ke kamar. Membaringkan tubuh itu hati-hati dan menaikkan kakinya. Tak lupa membuka kaos kaki Lalice kemudian menyelimuti tubuhnya.

"Kamu gak bisa minum-minuman keras kenapa harus diminum sih" omel Jennie merapikan rambut yang menutupi sebagian wajah Lalice.

Lama ditatap wajah damai itu, perasaan bersalah yang tak seharusnya ia rasakan muncul menyiksa diri.

"Maaf Eomma belum bisa membahagiakanmu sampai sekarang. Wanita miskin ini memang tidak pernah berguna.






Tbc



Jangankan kalian, aku saja yang nulis gregetan sama karakter Lisa disini😅

Mother's Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang