Bab 20

1.2K 176 4
                                    

Mereka ke rumah sakit Busan melakukan pemeriksaan. Takut kalau seluruh rumah sakit di Seoul telah dikendalikan oleh wanita itu.

"Semuanya baik Bu, sel telur anda juga baik dan normal. Ibu bisa hamil tapi diusia sekarang sangat beresiko memiliki bayi" tutur dokter itu memberi penjelasan.

Jennie menangis bahagia. Senang mendengar kalau ia bisa mengandung bayi dalam rahimnya.

Usai melakukan segala tes dan pemeriksaan Jennie dinyatakan sehat dan normal.

"Otte, Eomma senangkan?"

"Nee" Jawab Jennie terharu.

"Tunggu apalagi, buatkan aku dede bayi" pinta Lalice dengan watadosnya membuat Jennie melongo.

.

.

.

"Sekarang Eomma tidak boleh sedih lagi dan menyalahkan diri. Wanita itu sempurna dimata yang tepat kecuali Daddy ku"

"Taehyung ayahmu?" Tanya Jennie terkejut.

"Bukannya dia tidak bisa,-"

"Memang tapi sebelum dia menikah dengan Eomma. Sama sepertimu Daddy juga korban kejahatannya. Ia sengaja melakukan itu untuk menutupi aibnya. Aku sudah menyelidiki semuanya Eomma.

"Aku sedikit membencinya karena ialah penyebab aku dibuang oleh Mommy" pungkas Lalice.

"Mommy mu sekarang bukannya,-"

"Ya, dia terjerat kasus narkoba walau sebenarnya aku masih belum percaya" Lalice menghela napas lelah.

"Barusan dia memintaku membawa Eomma datang ke penjara. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan"

Jennie pun datang memenuhi permintaan ibu kandung dari putri angkatnya. Dia merasa ada hal penting yang ingin Jisoo katakan.

Beberapa menit menunggu, Jisoo tiba dengan tangan diborgol bersama dua orang polisi disebelahnya.

"Waktumu hanya 30 menit" intruksi polisi itu dan mundur memberi ruang pada mereka.

"Jennie-ssi" ucap Jisoo tersenyum tipis.

"Aku senang bertemu kembali denganmu" imbuhnya. Matanya berpindah melihat Lalice disamping Jennie.

"Apa kabar nak?"

"Seperti yang kau lihat" balas Lalice dingin dan Jisoo balik menatap Jennie.

"Aku sudah melihat beritamu. Untuk semua yang aku lakukan aku meminta maaf sekaligus berterimakasih sebesar-besarnya karena telah menyelamatkan putriku"

"Tujuanku memintamu kemari karena aku membutuhkan bantuanmu. Aku mohon rawat Lalice dan gantikan posisiku. Aku tau dia lebih menyayangimu lebih daripadaku"

"Aku ragu bisa menjalankan amanahmu karena waktuku di dunia tidak lama lagi"

"Maksud Eomma" kaget Lalice meminta penjelasan lebih.

"Aku menderita leukimia akut stadium akhir. Dokter memvonis umurku hanya tinggal dua bulan lagi"

"Eomma pasti bercanda kan?" Geleng Lalice tak percaya hingga tak sadar air matanya mengalir.

"Itu benar nak"

Semenjak hari itu Lalice tidak pernah datang ataupun menghubungi Jennie.
Dia kecewa dan marah, mengapa saat semuanya terbongkar masalah lain muncul.

Dan baru hari ini ia berani mendatangi kediaman sang ibu.

Ting Tong

"Eomma ini aku" Lalice terus menekan bel dan memanggilnya tetapi tidak ada sahutan sama sekali.

Ketika memutar kenop pintu, ia terkejut karena pintu rumahnya tidak terkunci.

"Eomma" Lalice berhenti berteriak tatkala mendapati Jennie pingsan di lantai dapur.

Bergegas ia hampiri dan memangku kepala Jennie. Tanpa berpikir panjang Lalice cepat-cepat menggendong tubuhnya ke rumah sakit.

"Gimana keadaan Eomma saya dok"

"Kankernya semakin parah dan merusak jaringan tubuh. Saya takut kankernya menyebar ke otak dan menyebabkan mati otak diikuti oleh kematian beberapa menit kemudian"

"Apa separah itu dan apa penyebabnya dok?"

"Obat untuk kemoterapi terkadang di kemudian hari dapat mengembangkan leukimia"

"Kemoterapi" ulang Lalice merasa pernah mendengarnya dan detik berikutnya ia ingat kalau Jennie pernah bilang selalu melakukan kemoterapi kesuburan.

"Apa masih bisa diobati dok?" Dokter itu menggeleng lesu.

"Kankernya telah memasuki tahap akhir dan saya ragu dia bisa bertahan selama seminggu ini" dada Lalice bergemuruh pilu. Dunianya terasa hancur dan gelap. Dia tidak ingin kehilangan Jennie secepat itu.

Lalice memasuki ruangan rawat sang ibu dengan hati yang hancur. Terlihat disana wanita itu masih tidur bersama selang-selang di tubuhnya.

Mengambil tangan mungil dingin Jennie kemudian menyimpannya dipipi.

"Eomma cepat sembuh" bisik Lalice dengan suara bergetar.

Karena bosan menunggu, Lalice mengantuk dan tertidur. bersamaan dengan itu Jennie siuman dan mengerjapkan mata. Melirik seseorang yang menggenggam tangannya yang rupanya adalah Lalice.

Ibu satu anak itu tersenyum lemah dibalik masker oksigen. Tangan kirinya terangkat mengusap kepala Lalice.

Pergerakan Jennie itu membuat tidurnya terusik. Gadis itu bangun dengan muka bantalnya membuat Jennie terkekeh karena gemas.

"Eomma"

"N-ne"

"Ada yang sakit" Jennie menggeleng pelan sembari melempar senyuman.

Detik berikutnya, seorang dokter bersama suster datang mengecek keadaan Jennie.

"Kapan aku bisa pulang dok?" Tanya Jennie.

"Sore ini jika kondisi anda semakin membaik. Kalau begitu saya permisi dan suster tolong pantau terus perkembangannya"

"Nee dok"

"Eomma gak boleh pulang Eomma harus dirawat disini sampai sembuh"

"Eomma sudah gak bisa lagi sembuh nak" pesimis Jennie merasa tidak mungkin menggapai kesembuhan.

"Eomma gak boleh pesimis gitu, setiap penyakit pasti ada obatnya. Aku yakin Eomma pasti bisa sembuh" kukuh Lalice menyemangati Jennie yang hampir putus asa.

"Iya Eomma tau tapi sekarang satu-satunya obat tersisa adalah kematian" Lalice gak suka mendengarnya. Jennie mengucapkannya seolah ini adalah yang terbaik.

"Eomma gak pernah ngertiin perasaan aku" marah Lalice lari keluar dari ruangan rawat Jennie.

Jennie membuang napas panjang. Buat bergerak dan ngomong aja dia sulit. Tubuhnya benar-benar mati rasa dan lemah.

Dengan sisa tenaga ia menyusul Lalice yang pergi entah kemana. Dengan bantuan kursi roda, wanita tua penyakitan itu menelusuri lorong rumah sakit hingga menemukan punggung anaknya di taman.

"El"

"Eomma" kaget Lalice buru-buru menghapus air matanya.

"Kamu lebih suka menangis disini daripada cerita sama Eomma. Ada apa hum?"

"Aku takut Eomma. Aku takut Eomma pergi meninggalkanku" Jennie tersenyum sekilas lantas mengusap rambut panjang terurai Lalice sayang.

"Pertemuan, jodoh dan maut telah ditentukan sayang. Eomma tinggal menjalaninya"

"Tapi gak secepat ini hiks"

"Seperti yang kamu bilang jika kita bertemu kembali dalam kehidupan selanjutnya Eomma berharap kita akan menjadi ibu dan anak"

"Dan memberiku adik?" Polos Lalice bertanya dengan wajah basahnya.

"Nee" kekeh Jennie. Sepertinya Lalice sangat menginginkan seorang adik dari perutnya.

"Aku juga berdoa agar itu menjadi kenyataan Eomma" pungkas Lalice kemudian masuk ke dalam pelukan hangat sang ibu.






Tbc

Mother's Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang