Bab 02

1.5K 206 3
                                    

Malam itu mereka tidur di depan toko beralaskan kardus. Jennie tidak punya uang untuk menyewa tempat tinggal ataupun bermalam.

Byur

Jennie langsung terduduk begitu merasakan cairan dingin menerpa wajahnya. Mengusap air tersebut lantas menatap si pelaku yang melotot marah.

"Berani-beraninya kamu tidur di depan toko ku!"

"Ma-maaf ahjumeoni, kami tidak punya tempat tinggal jadi menumpang semalaman disini" jawab Jennie sambil meraih tubuh bayinya.

"Sekarang pergilah! Kehadiran kalian menghalangi rejeki ku" Jennie mengangguk pelan lantas mengambil barang-barang nya.

"Terimakasih atas tumpangannya" wanita bermata kucing itu membungkuk sejenak kemudian beranjak pergi.

"OEK...OEK...OEK" bayi itu menangis karena kelaparan. Jennie berhenti sejenak lalu membuatkan susu untuk Lalice.

"Waeyo? Mengapa kau menolaknya. Bukannya kau lapar jadi minumlah" Lalice menutup mulutnya rapat-rapat dan menggeleng kesana kemari.

Mendapati wajah bayinya memerah, Jennie lantas memeriksa keningnya yang ternyata panas.

"Astaga, badan kamu panas sekali nak" Dengan langkah tergesa-gesa Jennie berlari ke rumah sakit agar Lalice segera dapat pertolongan.

Sampai di lobi rumah sakit, dua orang di meja resepsionis tidak menanggapi keluhannya seolah Jennie tak terlihat.

"Ku mohon tolong bayiku, badannya panas sekali"

"Cogiyo Ahjumma, kami hanya melayani pasien yang membayar" perasaanya hancur sekarang. Dimana pun sekarang uang adalah diatas segalanya sampai mengabaikan nyawa manusia.

"Aku janji akan membayar biayanya tapi tolong selamatkan bayiku" tangis Jennie bercucuran membuatnya dipandang setiap pasang mata.

"Kami hanya menjalani prosedur rumah sakit, maaf!" Jennie berbalik pergi sembari terisak memandang wajah pucat bayinya hingga suara seseorang menginterupsi langkahnya.

"Ada apa ini?" Kedua resepsionis itu memberi hormat.

"Bayinya sakit tapi dia tidak punya uang untuk membayar obatnya, profesor Kang"

"Apa yang kalian lakukan! Cepat panggil dokter dan selamatkan bayi itu" pekiknya membuat semua orang terlonjak kaget.

"B-baik profesor. Mari ikut saya Ahjumma"

"Gomapseumnida jeongmal gomapseumnida" Jennie membungkuk berkali-kali pada profesor kang membuat wanita itu terenyuh.

Di dalam ruangan, dokter baru selesai memeriksa Lalice.

"Bayi anda terlalu lama terkena angin malam yang menyebabkan badannya panas selain itu bintik-bintik merah di wajahnya ini menandakan ia alergi susu formula"

"Lalu apa yang harus saya lakukan dok" cemas Jennie menatap baby L.

"Kamu harus menyusuinya"

"Menyusui? Maksudnya memberikan ASI?" Tanya Jennie dijawab anggukan olehnya.

"Tapi bagaimana caranya sedangkan saya belum hamil"

"Kamu bisa mengikuti program ASI" air muka Jennie seketika berubah murung.

"Biayanya pasti mahal kan dok" dokter itu tersenyum dan menggeleng kepala.

"Tidak, ini gratis"

"Benarkah?"

"Nee"

Hari itu juga Jennie mengikuti program ASI eksklusif atas saran dokter.

"ASI nya paling cepat keluar seminggu lagi. Untuk menjaga kelancaran produksi, kamu harus banyak memakan makanan bergizi dan tidak boleh stress" Jennie mengangguk paham lalu keluar setelah mengucapkan terima kasih.

Mother's Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang