Saat seperti ini Lalice merasa kesepian. Jisoo selalu pergi pagi dan pulang larut malam. Fasilitas lengkap dan mewah. Lalice tidak pernah dilarang melakukan apapun bahkan pernah pulang tengah malam pun Jisoo tidak menegur maupun memarahinya dan itu membuatnya merasa kurang diperhatikan. berbeda saat tinggal bersama Jennie.
Bicara tentang Jennie, Lalice merindukan ibu angkatnya. Merenungkan kembali dalam-dalam perbuatannya yang selalu menyakiti fisik dan batin sang ibu. Ada perasaan bersalah hinggap di hati kecilnya.
Pulang sekolah ini ia kepikiran buat mengunjungi rumahnya dulu bersama mobil Ferrari kuning kesayangannya.
Tok Tok
"Eomma ini aku" panggil Lalice menunggu Jennie membuka pintu. Mengintip jendela kaca dan rupanya tidak ada siapapun di dalam.
"Eoh Lalice kau datang" seorang tetangga menyapanya. Lalice balik badan dan membungkuk sejenak.
"Annyeonghaseyo" sapanya ramah.
"Eomma mu tidak tinggal lagi disana" ucap Ahjumma itu to the point. Orang sekampung sudah tau kalau Jennie adalah ibu angkat Lalice.
"Lalu apa Ahjumma tau dimana dia tinggal sekarang" Ahjumma itu menggeleng kepala.
"Ahjumma tidak tau. Seminggu kamu pergi seseorang datang menjemputnya dan sampai sekarang Jennie gak pernah kembali lagi"
"Oh, kalau begitu terimakasih atas informasinya Ahjumma" Ahjumma itu mengangguk lalu pergi dari sana.
"Dimana kau Eomma, apa kau baik-baik saja" lirih Lalice mengingat kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Sementara di tempat lain, Jennie bekerja keras mempelajari segala tetek bengek perusahaan yang hampir membuatnya gila. Keterbatasan pendidikan yang ia punya sedikit menyulitkan ia dalam memahami dunia bisnis. tapi berkat didikan dan pengarahan Nayeon, Jennie dapat berkembang sedikit demi sedikit.
"Sajangnim ini dokumen yang harus anda pelajari untuk meeting besok"
"Ya letakkan saja disitu" jawab Jennie tengah sibuk mencocokkan data dari kertas-kertas ke komputernya.
"Bisakah aku minta laporan keuangan tahun lalu" pinta Jennie tanpa memandang Nayeon.
"Sebentar sajangnim" Nayeon keluar dari ruangan mengambil barang yang Jennie inginkan.
"Ini laporan yang anda minta sajangnim"
"Terimakasih" jawab Jennie. Lalu membolak-balikkan lembaran dokumen laporan keuangan perusahaan tahun lalu. Mengamatinya seksama dengan mata elang, ia menemukan kesalahan dalam sekejap mata.
"Ada apa dengan laporan ini, kenapa pengeluaran lebih besar daripada pemasukan padahal pendapatan kita cukup besar tahun ini" tanya Jennie masih membaca laporan amburadul itu.
"Memang benar, manajer keuangan kita menggelapkan sejumlah uang perusahaan untuk kepentingan pribadinya"
"Apa dia sudah dipecat?"
"Nde, sudah"
"Bahkan anak SD saja bisa menemukan kecurangannya dengan cepat" dengus Jennie menjatuhkan kepalanya ke kursi kebesarannya. Memijat pelipisnya yang berdenyut sambil memejamkan mata.
"Mau ku pijit kepalanya sajangnim" tanya Nayeon.
"Silahkan jika kamu tidak keberatan"
.
.
.
Lalice memang senang hidupnya kini berkecukupan. mau apa tinggal beli tapi dibalik itu ia selalu merasa kesepian.
Setiap malam pun ia ketiduran di sofa menunggu Jisoo pulang.
Ceklek
"Kenapa tidur disini, tidurlah di kamar mu" mendengar suara berat sang ibu, mata Lalice terbuka lebar.
"Aku menunggu Mommy pulang, bolehkah malam ini aku tidur bersama Mommy" pinta Lalice dengan mata berbinar-binar.
"Mommy sangat lelah hari ini, tidur saja sendiri eoh" jawab Jisoo melenggang pergi menuju kamarnya.
"Aku tidak bisa tidur kalau tidak dipeluk hiks aku merindukan Eomma" isak Lalice tiba-tiba. Teringat setiap malamnya selalu tidur di ketiak Jennie.
Dengan hati kecewa, gadis cantik bak Barbie hidup itu mencoba menidurkan matanya dengan memeluk boneka beruang besar.
.
.
.
"Sajangnim, apa anda punya waktu malam ini?" Nayeon bertanya. Keduanya kini tengah menikmati makan siang di kantin kantor.
"Tidak, rencananya aku mau lembur di kantor. Ada apa memangnya?"
"Eomma mengundangmu makan malam dan menginap di rumah"
"Bibi memintanya?"
"Iya" jawab Nayeon.
"Kalau begitu aku ikut. Aku bisa membawa pekerjaanku pulang" kata Jennie merubah rencananya membuat Nayeon geleng-geleng kepala.
"Yasudah jangan lupa datang, aku mungkin akan pulang duluan untuk membantunya menyiapkan makanan"
"Masak yang enak ya Unn"
"Nee" pasrah Nayeon dibalas kikikan olehnya.
Sesuai ucapannya, Nayeon pulang lebih cepat. Hanya Jennie bekerja sendirian. Ia harus mengejar target supaya pekerjaannya lebih cepat selesai.
Tatkala wanita karir itu sibuk berkutat dengan pekerjaannya tiba-tiba sebuah cairan hangat mengaliri lubang hidungnya dan menetes ke meja.
"Mulai lagi" gumam Jennie menyekanya dan mengambil selembar tisu untuk memberhentikan laju darah itu.
Sakit yang menyiksa kepalanya sejak tadi ia abaikan. Sosok perfeksionis itu secara tidak langsung membunuh dirinya sendiri. Jennie selalu mengabaikan kesehatan dan mengutamakan pekerjaan. Ia tak pernah berubah.
Matanya berpindah melirik jam dinding. Sudah pukul 7 malam. Ia terlambat menghadiri jamuan makan malam.
"Astaga, aku terlambat" ucapnya mengemas sembarangan dokumen menumpuk di meja lalu mengambil tasnya dan pulang.
Jennie mengendarai mobil Porsche miliknya dengan kecepatan sedang membelah jalanan padat Seoul.
"Ah maaf aku terlambat" ucap Jennie dengan napas terengah-engah. Masih menormalkan pernapasannya, ia berjalan menuju meja makan dimana semua orang telah berkumpul menunggunya.
"Selamat makan" ucap mereka serentak sebagai tanda bersyukur atas nikmat Tuhan.
"Makan yang banyak kau kurusan" tutur ibu Nayeon, I'm Suzy.
"Gomawo Eomma" senyum Jennie menerima makanan tersebut.
Sehabis makan, Jennie dan Nayeon duduk berbincang santai di ruang keluarga.
"Bisakah kau letakkan laptopmu itu. Tidak sopan saat orang sedang ngomong tidak diperhatikan" tegur Nayeon sontak menghentikan aktivitas Jennie.
"Mianhae" lesunya menutup layar laptop itu. Walau pangkat Jennie lebih tinggi ia tetap menghormati Nayeon yang lebih tua darinya.
"Tidurlah sana, besok kau ada meeting pagi"
"Nde" lagi-lagi Jennie menurut tanpa membantah.
"Anak itu menjadi penggila kerja sampai lupa waktu. Ada apa dengannya, apa dia punya masalah" gumam Nayeon bertanya-tanya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Mother's Love ✓
FanfictionHan Jennie seorang janda yang bekerja sebagai pemulung tak sengaja menemukan bayi di dekat pembuangan sampah. Ia mengambilnya dan mengangkat anak itu sebagai anaknya hingga suatu hari sang anak tumbuh dewasa dan berubah membencinya karena miskin. "...