27. Spin off; Pra-Wedding

178 17 0
                                    

Maret, 1995

Hari itu, saat sedang terik-teriknya tiba-tiba hujan deras. Membuat Bus Transjakarta yang memang setiap siang sepi jadi makin sepi.

Hari itu, kelas yang diambil Nindi dan Jian mendadak diliburkan karena dosennya absen untuk menemani isterinya lahiran. Sebenarnya ada tugas, tapi mereka berdua memilih untuk pulang seperti sebagian mahasiswa di kelas kala itu.

"Di pojok aja yuk," Ajak Nindi,

Sementara gadis itu berjalan ke kursi paling pojok sebelah kanan, Jian sempat terdiam di dekat pintu. Menyaring dengan benar maksud dari ajakan Nindi yang terdengar ambigu. Lalu setelah berhasil mengontrol diri, Jian berjalan menghampiri Nindi lalu duduk di sebelahnya dengan perasaan gugup.

Rumah keduanya sejalan, tapi nanti Nindi turun duluan.

Hanya ada 5 orang di dalam bus termasuk keduanya. Nindi yang mengantuk itu tertidur di bahu Jian. Sebelumnya dia sempat izin dulu dan minta dibangunkan kalau sudah sampai di halte sebelum pemberhentiannya.

Biasanya waktu tempuh dari kampus ke kost tempat Jian tinggal hanya sekitar 20 menit jika menggunakan Transjakarta, tapi siang ini, entah kenapa waktu jadi lambat bergerak.

Jian mati-matian menahan gugup, bahkan pergerakannya diminimalisir supaya gadis yang terkulai di bahunya bisa tidur dengan tenang. Padahal Nindi itu punya julukan Pelor alias sekali nempel langsung molor. Pergerakan sedikit tak akan mengganggu tidurnya sama sekali.

Dari jarak sedekat ini, Jian mengambil kesempatan untuk mengamati wajah Nindi. Tiba-tiba otaknya memutar kejadian 3 tahun silam, tepatnya saat pertemuan pertama mereka sebagai Maba di salah satu Universitas Negeri di Ibu Kota.

Bukankah pertemuan keduanya terbilang belum lama? Tapi bagi Jian, jatuh cinta sepihak selama 2 tahun itu cukup menguras kesabarannya.

Berkali-kali dia ingin mengungkapkan perasaan, namun tak pernah jadi. Alasan untuk kuliah dengan tenang dan lulus dengan nilai sempurna itu selalu jadi penghalang keinginan Jian untuk menjalin sebuah percintaan.

Tapi untuk hari ini... Apakah Jian masih sanggup bertahan?

Dugh!

Barusan supir bus mengerem mendadak, membuyarkan lamunan Jian yang sedang fokus mengamati wajah Nindi.

Tapi sayang, sepertinya semesta sedang ingin menggoda anak Adam itu.

Posisi wajah Jian yang sangat dekat dengan wajah Nindi itu mempersempit ruang gerak keduanya. Maka bersamaan dengan bus yang berhenti mendadak, Nindi mengangkat wajahnya, dan Jian tak sempat mengelak.

Daritadi Jian merasa waktu sedikit melambat, tapi kini sepertinya berhenti.

Keduanya bergeming dengan jarak yang dikikis habis. Masih mencerna apa yang sedang terjadi. Atau mungkin sebenarnya enggan untuk saling melepas.

Jian sendiri bingung, ingin menganggap ini musibah atau anugerah?

Nindi mengerjap, sadar kalau apa yang dia lakukan itu tak benar. Akhirnya dialah yang lebih dulu melepas pagutan, sementara Jian masih membeku ditempat.

"S-sorry," Cicit Nindi lalu buru-buru menghadap jendela bus. Dalam hati Nindi merutuki diri sendiri. First kiss-nya sudah diambil.

*****

Semenjak kejadian ciuman tak disengaja di busway beberapa hari lalu, hubungan antara Nindi dan Jian jadi canggung. Namun justru semakin canggung begini, debaran yang Jian rasakan semakin tak karuan.

Apalagi mengingat kejadian di bus siang itu...

Bentuk mata dan tekstur bibir gadis itu masih terngiang-ngiang di kepalanya. Jian jadi merasa berdosa karena berfikir yang tidak-tidak. Tapi bagaimana cara menghentikannya?

CEREBRAL PALSY ; Jisung x Ningning ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang