9. Civil War

672 87 4
                                    

Karina

Karina dan Winter kembali berdiri di ruang guru. Bu Chaeng mengompres kepalanya. Kok bisa dia yang selalu jadi korban kebrutalan mereka?

Seram sekali, pikir Karina saat wali kelasnya menanggalkan jaket kulit kemudian menggulung lengan pakaiannya. Bu Chaeng mengikat rambut pirangnya ke belakang.

Agaknya Karina akan dihukum berat. Dia bahkan gatau berapa jumlah poin akibat bikin guru benjol.

"Ibu ingin kalian tahu, kalian ada di sini bukan karena melukai ibu." kata bu Chaeng saat melihat dua muridnya menegang, "Ibu cemas pada kalian. Sekolah tidak pernah mengajarkan untuk berkelahi, bukankah kalian seharusnya jadi teman baik."

Semua murid menyukai bu Chaeng, termasuk Karina. Cara dia mendidik punya rasa perspektif, seolah-olah nggak ada batas antara murid dan guru.

Karina menunggu barangkali Winter mau bersuara, tetapi dia hanya menunduk.

"Ada yang ingin kamu sampaikan, Karina?" bu Chaeng tersenyum padanya dengan simpati.

"Oh, betul, saya minta maaf." jawab Karina takut-takut.

"Ibu selalu yakin denganmu, Karina. Kamu murid yang cerdas. Kenapa kamu berkelahi dengan Winter?" bu Chaeng mengharapkannya menjawab dengan jujur.

Karina merasa bingung, dia cuma nggak menyukainya, nggak ada alasan lain.

"Begini," Karina memutuskan, "Sepertinya kami akan sering bertengkar." dia terlalu polos mengatakan hal yang pertama kali terlintas dalam pikirannya.

Bu Chaeng berhenti sejenak, jawaban Karina seolah mengingatkannya pada masa tertentu. Karina berusaha melihat apa yang sedang dipikirkan gurunya, tetapi dia nggak bisa.

"Tahun depan kalian sudah masuk universitas, bersikaplah lebih bijak dan dewasa. Jangan di ulangi lagi." bu Chaeng menghela napas, "Kalian yang akan menentukan, kalau sekali lagi ada perkelahian, ibu akan menghubungi orang tua kalian."

Bagaimana Karina bisa melakukan itu? Ah- mudah, asal dia nggak dekat-dekat sama Winter moodnya pasti tetap bagus.

Dia beringsut kikuk, "Baik, bu. Tidak akan kami ulangi lagi."

Bu Chaeng berkata, "Sebaiknya begitu." yang lebih terdengar, 'Coba saja kalau bisa.' di kepala Karina.

Winter

Winter menarik napas. Kepalanya serasa mau pecah.

Masih ada satu kesempatan lagi. Dia berusaha membangkitkan semangatnya dengan membayangkan jajan snack setelah pulang sekolah.

Dia melangkah dari antrian pengambilan makan siang.

"Winter?" suara yang nggak asing berhasil menghadangnya.

Ningning mengintip wajah Winter yang mendelik. Matanya berbinar-binar, "Makan bareng yuk."

Apa pun yang ingin dikatan Winter terpotong oleh Giselle yang muncul dan langsung menautkan tangannya ke lengan Winter, menyeretnya buat makan bersama.

"Kalian tahu," kata Giselle, "padahal ada banyak kemiripan di antara kalian."

"Bahkan wajah mereka mirip." celetuk Ningning sambil mengunyah perkedel.

Apa mereka nggak bisa melihat dengan jelas, di lihat dari sisi mana pun Winter dan Karina sangat bertolak belakang. Winter menolak keras pernyataan itu.

"Hei..." Karina memperingatkan.

"Yang pasti, kalian berdua sama gilanya." kata Giselle mengambil camilan terlebih dahulu.

School Pawrents: (Jiminjeong/Winrina slice of life story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang