Winter
Winter berbaring di UGD. Karina memaksanya pergi ke rumah sakit.
Hidungnya cenat-cenut dan kepalanya pening.
Seorang dokter wanita cantik, kelihatan masih muda datang memeriksanya.
"Eomma, tolong obati temanku." katanya.
'Eomma?', dokter muda cantik ini ibu Karina?
"Aigoo, kenapa hidungnya?"
Raut Karina berubah hampir menangis. Seakan hatinya begitu lembut. Sekarang Winter tahu, Karina selalu memiliki dua sisi yang berbeda.
"Kena bola basket, dokter." Winter berbohong.
"Aigoo, lemparannya pasti keras." dia berkerut dan mulai memeriksa.
Hasilnya bagus. Tulang hidung Winter baik-baik saja. Dokter memberinya resep anti nyeri dan salep untuk memarnya. Lukanya akan hilang dalam beberapa hari.
"Eomma nanti pulang ke rumah?" Karina berbisik, tapi masih bisa didengar Winter.
"Mungkin besok." dokter itu menyelipkan rambut Karina ke belakang telinga.
"Kemarin juga gitu." Karina merajuk.
Dia benar-benar mewarisi DNA ibunya. Ibu Karina berparas cantik tapi karakter wajahnya tegas dan jelas orang cerdas, dia juga ibu yang penyanyang. Mereka pasti sangat dekat.
Setelah beli obat dan mengambil anak kucing yang dititipkan di pos satpam, mereka pulang menggunakan taksi. Hening selama perjalanan, pikiran mereka sama-sama tertuju ke anak kucing.
"Orang tuamu nggak keberatan kalau punya hewan peliharaan?" tanya Karina.
"Aku tinggal sendiri." jawab Winter.
"Aku juga sering sendiri." sahut Karina.
"Jadi gimana?" keduanya saling memandang karena berbicara bersamaan lagi.
"Seminggu di rumahmu dan seminggu di rumahku." Winter memberi ide.
"Deal." Karina mengulurkan tangan, lalu Winter menjabatnya.
Hari pertama selalu berat. Winter dan Karina nggak tahu berapa kali seekor anak kucing makan dan jam berapa saja. Mereka juga harus rajin membersihkan kotorannya.
Mereka terpaksa membawanya ke sekolah karena harus mengambil foto setiap selesai memberi makan.
Selama di sekolah anak kucing dititipkan di ruang bu Chaeng. Winter dan Karina punya hak istimewa meninggalkan pelajaran untuk mengurus keperluan si kucing.
Murid-murid lain nggak tahu kalau itu hukuman buat Winter dan Karina. Mereka cuma tahu kalau itu tugas khusus dari bu Chaeng.
Winter mulai kelelahan. Dia juga harus bolak-balik ke rumah Karina untuk si anak kucing. Melegakannya rumah Karina hanya berjarak satu blok dari tempat tinggalnya.
Sekarang sudah hari minggu. Winter baru selesai mencuci piring sarapannya sebelum seseorang menekan bel rumah.
Winter membuka pintu. Wangi permen kapas langsung menyerbu paru-parunya. Karina berdiri dihadapannya dengan rambut lurus tergerai dan memakai dress soft pink motif bunga-bunga kecil ditutup dengan cardigan crop putih.
Untuk sesaat Winter tersihir. Karina sangat mempesona.
"Kamu pasti lupa." ujar Karina.
"Ha?" Winter memang lupa.
"Kita mau memandikan anak kucing ini. Dia belum pernah mandi kan?"
Padahal Winter nyaris tanya dapat dari mana alamat rumahnya dan tersadar dia sendiri yang memberinya beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
School Pawrents: (Jiminjeong/Winrina slice of life story)
Fiksi PenggemarWinter si "nol derajat celcius" murid transfer kelas dua belas, harus duduk sebangku dengan Karina si "kesabaran setipis tisu", membuat sekolah yang monoton dan kaku jadi heboh karena ulah mereka. Wali kelas bertanggung jawab mendamaikan keduanya...