4. Kelompok Belajar

770 87 0
                                    

Karina sudah duduk di sebelah Kim Winter selama 6 jam penuh. Entah kenapa waktu yang berjalan lima menit ke depan seperti mundur lagi dan nggak ada habisnya. Otak Karina sudah terbakar karena bekerja keras dan kesal. Kelas hari ini berlangsung tegang, didominasi rivalitas mereka berdua.

Sekarang, Karina mengantri makan siang dengan tatapan kosong kehabisan energi.

Dia mengingat bagaimana Winter dapat skor sempurna saat kuis penutup pelajaran matematika. Di pelajaran bahasa inggris, Winter selalu menjawab soal dari guru dengan tepat, tentu Karina nggak mau kalah, dia berebut angkat tangan walau kadang kalah cepat dari Winter. Bahkan pelajaran sejarah yang jadi favorit Karina tapi Winter bisa mengimbanginya.

"Karina, Karin... Ayin! Geser, yang antri banyak." Ningning menyikut Karina yang melamun.

"Ah, iya." Karina lanjut mengambil makanan walau agak limbung.

Setiap murid punya tempat favorit masing-masing untuk makan dan dengan siapa mereka duduk. Begitu juga Ningning dan Karina. Biasanya mereka duduk bertiga dengan Giselle. Sebenarnya, masih tersisa tempat yang bisa menampung tiga orang lagi, tapi nggak ada yang berani duduk sama mereka, lebih tepatnya karena takut Karina. Cuma Ningning sama Giselle yang berani dekat-dekat Karina.

Saat Karina hampir menyuap nasi dan sup tahu, Ningning tiba-tiba berteriak, "Winter! Winter! Sebelah sini." dia melambai kearah Winter yang celingukan mencari tempat kosong.

Karina buru-buru menurunkan tangan Ningning, "Ya! kenapa memanggilnya?" ucap Karina lebih terdengar sebagai penolakan daripada bertanya.

"Kasihan dia belum punya sirkel, nggak dapat tempat duduk. Lagian kita kalau makan cuma berdua begini kaya orang pacaran tahu."

"Dih, merinding." Karina menggampar lengan Ningning.

Ningning langsung mengelus lengannya yang cenut-cenut, "Aduh! Neo michyeosseo? nggak pernah pikir-pikir kalau geplak orang. Gimana kalau Winter gabung kelompok belajar kita, biar kalau kamu mau geplak orang, kamu geplak dia aja."

Ningning sebenarnya cuma bercanda tapi Karina terlanjur percaya karena sejak di kelas Ningning memang terlihat penasaran sama Winter, yah, anak yang banyak tanya waktu Winter perkenalan adalah Ningning.

"ANDWAE! Pokoknya nggak boleh." Karina memelotot tapi terlambat.

"Winter, duduk sini aja." Ningning menunjuk tempat kosong di depannya.

Karina membuang napas panjang. Padahal istirahat makan siang adalah kesempatannya bisa jauh dari Winter. Selera makan Karina mendadak hilang. Dia langsung pergi tanpa berbicara sambil membawa nampan yang masih utuh ke tempat nampan kotor.

Karina nggak peduli kalau sikapnya kekanak-kanakan, lebih baik dia pergi daripada moodnya benar-benar hilang, bahkan kalau dia harus kelaparan saat jam pelajaran.

Kelas berikutnya adalah seni rupa. Masing-masing murid sudah menghadap kertas dan pensil untuk melukis. Sebelum pelajaran dimulai, bu Chaeng guru seni kami berseru, "Ah Winter, sudah tahu kalau di sekolah ini ada sistem kelompok belajar?"

"Belum." jawabnya.

"Jadi setiap kelas dua belas punya kelompok belajar maksimal lima orang, tujuannya untuk mempermudah siswa belajar di luar sekolah, kalian bisa diskusi pelajaran bersama dan mengerjakan tugas bersama." bu Chaeng memastikan Winter paham penjelasannya.

Winter mengangguk sebagai jawaban sudah paham.

Bu Chaeng melanjutkan, "Winter nanti masuk kelompok belajar Giselle, Ningning, dan Karina."

"YES!"

"MWOYA?!"

Ningning dan Karina berteriak secara bersamaan. Kalian pasti tahu mana ucapan Karina dan mana ucapan Ningning. Seluruh mata memandang kearah mereka karena kaget.

"Kelompok yang lain sudah lima orang, jadi adil kalau Winter masuk kelompok kalian yang hanya bertiga." jelas bu Chaeng.

Tiba-tiba badan Karina jadi lemah, ruang kesenian terasa berputar, pandangannya melayang. Gubraaakkk

School Pawrents: (Jiminjeong/Winrina slice of life story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang