13. No we are not

519 70 8
                                    

Karina

Sebenarnya Karina sudah makan dua porsi spicy tteokbokki di kantin.

Tapi otak dan mulutnya malfunction waktu Winter nawarin makanan.

Seperti ada tornado dalam diri Karina yang nggak bisa dia jelasin.

Tornado yang muncul sejak Karina lihat Winter akrab sama anak laki-laki yang mengantarnya tadi pagi. Apa spesialnya selain punya wajah ganteng, di sini juga banyak murid ganteng. Kenapa Winter cuma ramah ke orang itu?

Tornado dalam diri Karina semakin besar saat Winter mempertanyakan air minum darinya, memang kenapa kalau itu miliknya?

Karina terlalu sibuk sama kesewotannya disepanjang pelajaran, sampai guru memanggil namanya, "Karina dan Winter jangan pulang dulu, kalian sudah ditunggu bu Chaeng."

Ternyata sudah jam pulang sekolah dan Karina hampir lupa kalau ada hukuman yang sedang menantinya. Dia merapikan buku ke dalam tas lalu pergi tanpa menunggu Winter.

Karina nggak tahu di sebelah mana ruang pribadi bu Chaeng, tapi dia pergi ke lantai paling bawah, ke tempat ruang pribadi pejabat sekolah.

Para pejabat di sini cenderung tertutup. Nama mereka sama sekali nggak populer dikalangan murid. Kira-kira apa jabatan bu Chaeng?

Karina mengetuk pintu ruang direktur utama. Suara ketukannya langsung menggema di sepanjang koridor. Di sini sangat sepi dan hawanya.... horor. Bulu kuduknya berdiri.

DHUAKK reflek bela diri Karina keluar saat dia merasakan cukup lama ada sosok hantu berdiri dibelakangnya.

"Aaaaaaa...........!!!" si hantu menjerit.

Pukulan tepat di wajah, Karina menonjok bagian hidung mancung hantu. Kok nggak asing? tiba-tiba Karina kepikiran suara yang dia kenali.

Karina membuka perlahan matanya yang terpejam, jaga-jaga kalau hantunya seram. SHIBAL SEKIYA!!! Hantu seram itu adalah gadis paling cantik dan terkeren yang pernah dilihat Karina.

Winter menunduk, mengerang kesakitan memegangi hidungnya.

"Ya! Kenapa berdiri dibelakangku?" Karina kesal tapi juga panik melihat hidung Winter mulai meneteskan darah.

"Winter Karina!" bu Chaeng memanggil dari ruang dekat jalur keluar sekolah.

Ruang bu Chaeng bermandi cahaya matahari sore. Ngga horor seperti ruang-ruang di sebelah. Di sini terasa homely dengan dekorasi artistik sederhana dan sofa yang lembut.

"Karina kenapa memukul Winter?" bu Chaeng sudah lelah dengan pertengkaran mereka.

"Itu... saya nggak sengaja. Saya reflek karena tiba-tiba dia ada di belakang saya." jawab Karina.

Bu Chaeng menghela napas panjang sambil mengobati hidung Winter, "Karina tolong ambilkan ransel di meja ibu!"

"Kucing?" gumam Karina saat membalik ransel hewan peliharaan itu.

"Kalian harus merawatnya bersama, sampai kelulusan. Memberi makan juga bersama-sama. Kirimkan foto pada ibu sebagai bukti. Lapor pada ibu kalau anak kucingnya sakit. Tidak boleh dititipkan ke orang lain." ucap bu Chaeng, "Kalian harus jadi orang tuanya."

Sangat mustahil.

"Tapi bu, mengurus anak kucing dengan aturan seperti itu akan makan banyak waktu belajar persiapan masuk universitas." protes Karina.

"Ibu tidak ingin murid ibu hanya pintar soal pelajaran. Tapi agar kalian bisa berbuat baik dengan sesama. Ini nilai dasar yang berguna di kehidupan sebenarnya setelah lulus." katanya.

Winter nggak bisa bereaksi karena wajahnya nyeri.

Sudah jelas ide buruk menyatukan mereka sampai sepuluh bulan ke depan. Setiap hari saja selalu ada kejadian. Mereka nggak bisa jadi teman.

Karina berusaha menego, "Apa tidak ada hukuman lain, bu?"

"Ada." mata bu Chaeng mengancam Karina, "Ibu tidak akan menahan surat laporan kalian dari kepala sekolah dan ibu setuju untuk memanggil orang tua kalian."

Karina menelan ludah karena tenggorokannya tiba-tiba kering. Ada plangkat bertuliskan komisaris yang disembunyikan ke atas lemari. Bu Chaeng adalah komisaris sekolah.

"Jangan khawatir. Kalian bebas menghubungi ibu jika ada kendala." katanya akhirnya.

Jangan khawatir, ulang Karina dalam kepala sambil mengangguk.

School Pawrents: (Jiminjeong/Winrina slice of life story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang