16. Hiraeth

524 53 5
                                    

Winter

"Mau beli tteokbokki?" tanya Ningning saat mereka melintasi kedai favoritnya.

"Nggak." jawab Karina.

"Oke." Ningning selalu seperti adik kecil yang nggak bisa membantah kalau berhadapan dengan Karina.

Winter meliriknya, kemudian mengamati wajah Karina yang mendung sedang menatap keluar jendela, dia masih diam saja.

Sore ini adalah jadwal belajar kelompok jadi mereka akan berkumpul di rumah Karina.

Sebelum mobil diparkir, Karina lebih dulu keluar dan masuk rumah.

Giselle dan Ningning saling menatap seakan-akan dapat firasat buruk. Winter menyusul turun tanpa rasa curiga.

Tepat saat dia mau melangkah masuk gerbang, Karina sudah kembali dengan membawa koper. Ada beberapa helai pakaian mencuat dari dalam, terlihat kalau dia tergesa-gesa mengemasnya.

Karina menyerahkan koper itu pada Winter, "Jangan pernah kesini lagi."

"Apa maksudmu?" tanya Winter.

"Jangan muncul lagi dihadapanku." Karina berbalik menuju ke dalam, tapi Winter menahan tangannya.

"Kalau gitu aku akan ambil Jiminyong." kata Winter.

"Jiminyong ikut aku." Karina melepaskan diri.

"Whoaa- adegan apa lagi ini, rebutan hak asuh?" Ningning memperhatikan keduanya dari samping.

Winter kehilangan kesabaran, "Ya, jinjja! Kenapa merusak suasana padahal semua sudah baik-baik saja. Cuma beberapa bulan lagi, hanya sampai kelulusan dan bukan seumur hidupmu kita harus bersama."

"Geurae, aku nggak mau terikat lagi denganmu. Aku nggak peduli kalau ibuku dipanggil ke sekolah." Karina berjengit seakan ingin mencekik Winter.

"Teman-teman, kalian sudah tidur bareng selama seminggu loh masa masih bertengkar terus?" Ningning berusaha menengahi.

Karina berteriak, "Dia tidur di sofa!" dan langsung menutup pintu rumah, meninggalkan teman-temannya.

"Kamjagi! Maksudku tinggal satu rumah sama-sama. Mikir apa sih dia?" padahal Ningning membuatnya terdengar lumayan ambigu.

"Ssst," Giselle mendengus, "Ada masalah yang lebih besar. Kita membutuhkan Winter dan Karina buat kelompok belajar."

Winter masih mencari penjelasan masuk akal kenapa Karina sangat labil dengannya, atau mungkin karna pubertas? Apa salah Winter sampai dia bersikap seperti ini?

Karina selalu membiarkannya menebak-nebak sendiri, padahal Winter bukan dukun yang bisa tahu segalanya.

Pikirannya berhenti sejenak, dia juga sudah capek. Karina dan Winter akan selalu membuat keributan, andai bu Chaeng mempertimbangkan Winter pindah ke kelas lain daripada repot-repot memberi hukuman aneh begini.

Giselle merangkul pundak Winter, "Karina lumayan keras kepala, cuma orang yang punya bakat yang bisa berteman sama dia, karena sekali dia marah – "

Winter mengabaikan Giselle yang belum selesai berbicara, dia pergi sambil menyeret kopernya ke jalan. Bagus kalau ini mau Karina, mulai sekarang Winter nggak perlu lagi mencemaskan hal lain selain dirinya.

"Winter, ayo kutemani!" pekik Ningning dari belakang.

Tapi Winter terus berjalan tanpa berpaling dan menjawab dalam suara kecil, "Aku nggak butuh teman."

Giselle dan Ningning juga nggak bisa berbuat apa-apa, mereka tertinggal di antara Winter yang pergi dan Karina yang sudah menutup pintu rumahnya.

Ketika di rumah Winter terduduk di samping kaki ranjangnya, air mata mencoreng sisi wajahnya. Dia merogoh ponsel di ransel, menuju kontak seseorang dan melakukan voice note:

School Pawrents: (Jiminjeong/Winrina slice of life story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang