DUA PULUH ENAM

2.6K 111 0
                                    

SELAMAT MEMBACA

Aruna tersenyum manis ke arah semua orang yang ada di sana, beberapa jam yang lalu mereka semua di perbolehkan untuk masuk. Aruna merasa bahagia karena semua orang ada di sisinya, bahkan Azura yang begitu membenci dirinya saat ini berada di sana dengan menggenggam tangan kanannya begitu erat.

"Aku bahagia bisa lihat kalian semua di sini."

"Aruna," panggil Azura. "Gue mau minta maaf sama lo, maaf karena udah bikin lo di jauhi sama sahabat-sahabat lo. Seharusnya gue sadar kalo kematian Anggun itu karena udah  takdirnya, seharusnya gue ngga salahin lo dan bikin hubungan kita rusak," ucap Azura.

"Zura lo ngga perlu minta maaf, lo bener kok. Anggun meninggal karena gue, dia meninggal karena tolongin gue."

"Ngga, ini bukan salah lo."

"Jangan nangis dong, Azura yang gue kenal ngga pernah suka tunjukin air matanya di depan banyak orang."

"Aruna maafin gue~" Azura memeluk tubuh lemah Aruna itu, membuat Aruna memberikan tepukan di punggung sahabatnya. Aruna masih menganggap Azura sebagai sahabat, Azura dan Anggun adalah sahabat pertama Aruna dari mereka kecil.

"Jangan suka diet, itu ngga sehat buat lo."

Azura hanya bisa menganggukkan kepalanya saja, sebagai jawaban atas ucapan Aruna. Aruna merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya, saat dia melihat ke arah seseorang yang mengusap surai hitamnya itu adalah Bunda Sekar. Bunda Sekar tersenyum manis ke arah Aruna, membuat Aruna balas tersenyum dengan lebih manis ke arah Bunda Sekar.

Aruna melihat ke arah Amelia, Aqila, dan Aziza yang berdiri tidak jauh dari ranjang rumah sakitnya. Mereka bertiga yang mengerti dari tatapan Aruna, membuat mereka berjalan mendekat ke arah Aruna.

"Kita minat maaf Na, seharusnya kita ngga mudah terpengaruh sama perkataan Azura. Seharusnya kita mendengarkan penjelasan dari lo dulu," ucap Amelia.

"Jangan salahkan Zura, dan jangan salahkan diri kalian. Semua ini memang salah gue," kata Aruna dengan nafas yang berat ke luar dari bibir kering itu.

"Aruna lo harus sembuh, nanti kita pergi ke taman bareng. Lo mau kan?" tanya Aziza dengan air mata yang mengalir keluar dari matanya.

"Mau banget."

Aqila menggenggam erat tangan Aruna, membuat Aruna melihat ke arah Aqila dengan senyuman yang masih tetap ada di wajah pucat nya.

"Lo udah janji ngga akan tinggalin gue, jadi lo harus tepati janji lo itu Na. Kalo engga, gue bakal marah banget sama lo," ancam Aqila.

"Ada Raka sama yang lainnya, mereka yang akan ada di sisi lo."

"Kenapa hanya mereka?"

"Gue sakit Qil~"

"Lo pasti sembuh Na, lo pasti bisa melawan penyakit itu."

Aruna hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas perkataan Aqila, tatapannya teralihkan ke arah Maura yang berdiri begitu jauh dari dirinya dengan wajah datarnya. Aruna tahu jika Maura sedang menahan air mata, dia tidak suka melihat Maura seperti itu.

"Maura," panggil Aruna dengan suara beratnya.

"Apa?"

"Ke sini, jangan jauh-jauh dari gue. Gue mau ngomong sama lo," Maura melihat ke arah Aruna dengan tatapan datar. Dia berjalan mendekat ke arah Aruna, membuat Azura pergi dari sebelah Aruna.

"Lo mau jadi dokter, 'kan? Jadi lo harus belajar yang bener, jangan suka bolos."

"Gue janji sama lo Na, gue engga bakal bolos lagi. Tapi lo harus janji sama gue buat sehat, gue mau kita menggapai cita-cita bersama."

"Jangan suka keluar malam itu ngga baik buat lo," ucap Aruna, tanpa memperdulikan perkataan Maura.

"Lo belum janji Na! Lo belum janji sama gue," kata Maura dengan tegas.

Aruna hanya tersenyum manis ke arah Maura, membuat Maura menangis karena dirinya tahu Aruna tidak bisa janji dengan dirinya.

Aruna melihat ke arah Raka, meminta cowok itu untuk mendekat ke arah dirinya. Raka yang mengerti dengan tatapan itu mendekat ke arah Aruna, dia tersenyum lebar ke arah Aruna.

"Raka."

"Kenapa? Lo mau apa dari gue Na?"

"Gue cuma mau lo jaga Aqila, jangan bikin dia sedih. Kalo sampai Aqila nangis, gue bakal marah sama lo."

"Gue akan jaga Aqila, dan gue janji Aqila bakal bahagia sama gue."

"Abang," panggil Aruna dengan senyuman manisnya. "Lo paling suka kalo gue panggil Abang, 'kan? Sekarang gue udah panggil lo Abang. Makasih karena lo udah ada buat gue selama ini, maaf kalo gue belum bisa jadi saudara yang baik buat lo Rak."

"Engga Na, lo adalah saudara terbaik yang pernah gue miliki. Dan untuk panggilan Abang itu, gue suka lo panggil Abang."

Nafas Aruna semakin berat, membuat semua orang yang ada di sana menatap cemas dan takut ke arah Aruna.

"A-ayah," panggil Aruna.

Ayah Bram mendekat ke arah Aruna, Ayah Bram melihat putrinya yang berusaha menahan rasa sakit yang saat ini menyerang dirinya.

"B-boleh Aruna M-minta peluk ke Ayah?"

"Boleh, boleh banget tuan putri."

Dengan perlahan Ayah Bram membawa tubuh kecil Aruna masuk ke dalam pelukannya, Aruna bisa merasakan pelukan hangat seorang Ayah.

"Maafin Aruna karena belum bisa jadi anak yang baik buat Ayah," kata Aruna pelan yang hanya bisa Ayah Bram dengar seorang diri.

"Engga, Aruna adalah anak baik Ayah. Aruna adalah tuan putri kecil Ayah, seharusnya Ayah yang minta maaf sama kamu, karena belum bisa jadi Ayah yang baik untuk Aruna. Ayah minta maaf Aruna, maafin Ayah."

"A-aruna sayang sama Ayah, Ayah adalah Ayah terhebat yang Aruna miliki."

"Ayah juga sayang sama Aruna."

"B-bunda~"

Bunda Sekar mendekat ke arah Aruna dan Ayah Bram saat mendengar putrinya memanggil dirinya, Ayah Bram menarik Bunda Sekar untuk ikut ke dalam pelukan hangat itu. Mereka yang ada di sana menangis karena melihat bagaimana Aruna bahagia dalam pelukan itu, bisa Ayah Bram dan Bunda Sekar dengan nafas putri mereka semakin berat.

"B-bunda P-pel-uk A-ru-na le-bih e-rat."

"Sayang Bunda mohon jangan seperti ini, jangan buat Bunda takut. Aruna anak Bunda harus kuat, Bunda ngga mau kehilangan Aruna."

"A-aru-na ma-u ti-dur di da-lam pe-luk-an Bun-da."

Bunda Sekar menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, Ayah Bram melepaskan pelukan itu untuk membiarkan istri dan putrinya berpelukan dan membiarkan Aruna tidur. Mungkin Aruna butuh waktu istirahat yang banyak, Bunda Sekar mengusap lembar surai hitam milik Aruna dengan membisikkan kata-kata yang menenangkan untuk Aruna.

"Tidur anak Bunda yang paling cantik, Bunda akan selalu memeluk kamu seperti ini sampai kamu bangun."

"M-maaf ka-lo Aru-na ng-ga ba-gun la-gi."

-ARUNA DAN RAHASIANYA-

Aruna Dan Rahasianya [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang