Chapter 14 : Kenapa Hati Ini Sakit?

8 3 0
                                    

Alan tak berani bertanya apapun kepada Rosa. Lagipula dia yang sekarang bukanlah siapa-siapanya Rosa, dia hanyalah kakak dari teman laki-lakinya. Niat awal Alan yang hendak pergi ke indomaret di urungnya dalam hatinya, karena naluri berkata klo dia harus menemani Rosa disini.

Alan sadar klo Rosa sedang menunggu seseorang datang menjemputnya. Tapi siapapun itu, orang yang ditunggu Rosa bukanlah seorang wanita. Sebagai seorang dokter, meskipun bukan dari divisi Psikologi, Alan paham betul klo yang Rosa tunggu itu adalah laki-laki.

Alan berdiri tepat di samping Rosa, dia terus memperhatikan sosok Rosa dalam balutan outfit laki-laki itu terus memperhatikan kearah jalan dan sesekali melihat jam tangannya.

Rasanya Alan sangat ingin menghujani Rosa dengan berbagai pertanyaan yang sudah membuncah dalam dirinya sejak dia tau klo orang yang keluar malam dengan balutan busana laki-laki itu adalah Rosa yang dikenalnya itu. Tidak, Alan sadar klo dia nggak punya hak untuk bertanya apapun itu. Semua hal yang bersangkutan dengan diri Rosa sudah di putuskan bersamaan setiap rentetan kata-kata kejam yang keluar dari mulutnya.

Tapi Alan juga nggak bisa menahan diri untuk tidak menanyai Rosa. Akan kemanakah Rosa? Buat apa? Dengan siapa? Dan mengapa harus dengan cara begini? Kenapa harus cross dressing? Dan kenapa harus di malam hari?

Begitulah serentetan pertanyaan yang mau ditanyai Alan kepada Rosa. Tapi dia juga sadar diri sebelum menanyakan semua pertanyaan itu. Dia punya hak apa? Dia siapanya Rosa? Dengan status apa dia punya hak untuk menanyakan itu semua? Alan menggenggam tangannya kuat-kuat sampai tangannya itu pun seperti kedinginan gemeteran. Dan Alan selalu menegaskan pada dirinya untuk jangan bertanya pada Rosa.

"Haisshhh..., kenapa lama amat sih ni anak? Nyangkut dimana lagi dia?" Ucap Rosa mengeluh akan keterlambatan Dian, karena dari tadi dia belum nampak batang hidungnya sekalipun.

Rosa kembali memeriksa jam tangannya, masih jam sepuluh lewat sepuluh menit. "Apa aku aja ya yang terlalu bersemangat? Tadi siang, Dian bilangnya jam.... Jam berapa ya? Kok bisa lupa sih? Ini pasti akunya terlalu gugup karena Kak Alan ada di samping. Kumat lagi ni kan otak? Pasti konslet karena ada Kak Alan di samping." Ucap Rosa membatin sendiri sambil mengerling Alan sesekali.

"Hahhh, mari kita cek, jam berapa itu orang akan nyampenya." Gumam Rosa sendiri memeriksa handphonenya. "Ahhhhh..., aku mati kutu.... Aku mesti harus gimana ini? Sangat canggungggg!!!!" Teriak Rosa menjerit dalam hatinya.

Rosa terus menepuk-nepuk kedua pipinya dengan tangannya. Dia sangat senang karena Alan mau berdiri disampingnya menemaninya menunggu Dian. Rosa sangat senang mendapati klo Alan masih peduli kepadanya. Pikiran Rosa mulai dikendalikan oleh sisi gelap dan cahaya dalam dirinya, dia nggak bisa berpikir logis lagi.

"Kamu nunggu apa lagi? Ayo cepat sebet saja dia. Toh emang dari awal dia memang milik kamu, kan? Cepat katakan klo kalian pernah punya masa-masa yang sangat membara dulunya." Kata iblis sisi gelap dalam diri Rosa membisikkan rayuan yang menggiurkan bagi Rosa.

"Tenang Rosa, kamu nggak bisa bertindak gegabah seperti ini. Semua itu butuh proses, begitulah prinsip dunianya ini berjalan. Kamu nggak bisa membuat kesan kamu padanya makin buruk. Dia bisa berdiri di sampingmu menemanimu disini berarti kamu udah punya sedikit kemajuan, jangan biarkan dia terkejut hingga dia menjauh darimu." Bantah sisi malaikat dalam diri Rosa mengemukakan ide yang bagus.

"Cih, buat apa kemajuan yang hanya sedikit itu? Lebih baik kamu langsung nyosor aja bilang klo kamu mencintainya seluas lautan samudra ini. Kamu sangat mencintainya seakan dunia ini berhenti berputar tanpa dirinya. Katakan klo cintamu itu murni. Ayo cepat katakan! Gunakan pesona mu itu, setiap laki-laki pasti akan jatuh pada pesona wanita seperti kamu." Bujuk sisi iblis terus menjerumuskan Rosa.

Dia Bahagiaku Dia Lukaku [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang