Chapter 6 : Bukan Bagian dari Vogart Lagi

7 3 0
                                    

Rosalyn POV

Ternyata mereka memang belum tidur dan menungguku pulang. Dengan kakak yang sengaja berdiri dekat saklar lampu supaya dapat menyalakan lampu secara tiba-tiba saat aku pulang, lalu Papa dan Mama yang sudah duduk di sofa menungguku membuka pintu dan melewati ruang tamu. Aduh, puyeng aku mikirnya, udah kayak syuting film horor aja.

Tapi ini lebih mengerikan dari syuting film horor. Mama, Papa sudah duduk di sofa dan mengeluarkan aura hitam pekat yang menakutkan. Seakan-akan mereka akan menelanku bulat-bulat kali ini.

"Hai... Kak." Aku menyapa kakak. Tapi tidak seperti biasanya, tidak ada respon. "Malam, Pa, Ma. Apakah hari kalian menyenangkan?" Tidak ada yang merespon kah? Kenapa suasana jadi ngeri dan  mencengkram begini?

Kakak duduk dekat Mama, masih dengan ekspresi yang masih mengerikan itu. Lengan yang dilipat didepan dada dan pandangan tajam yang dilayangkan. Sungguh sangat mengerikan. Begitu pula dengan Papa yang duduk di sofa single sit, juga tak kalah mengerikan dari kakak. Oh my god, cobaan apakah ini?

"Duduk, honey!" Perintah kakak. Oh my god, ternyata marahnya kakak sangat mengerikan. "Kenapa kamu kabur tadi?"

Ahhhhh!!! Seharusnya aku tidak mengesampingkan segala pepatah yang telah ku pelajari. 'Marah orang pendiam memang mengerikan.' Tapi masaalahnya adalah kakak bukan orang yang pendiam. Tapi kenapa dia bisa semengerikan ini jika sedang marah!!!

"Hehehehe, kakak itu aja kok dibawa marah sih? Rosa iseng aja tadi. Kok dibawa masok ke hati sih? Orang cuma becanda aja." Jawabku sebisa mungkin menghindari kemarahan kakak. Lagipula aku juga merasa bersalah sama kakak, jadi tahan aja dulu.

"Kakak bilang duduk honey, D-U-D-U-K. Paham bahasa duduk, kan?!" Ucap kakak yang terus menekankan setiap kata-katanya.

"Iya paham. Rosa duduk, ya?" Tanyaku mencoba membuat lelucon.

Tapi sepertinya lelucon itu nggak akan mampan buat malam ini. Jadi turuti aja dulu kemauannya. Aku mematuhi perkataan kakak dan langsung duduk di sofa yang berseberangan dengan kakak.

"Honey, kamu kabur gitu aja tadi waktu di pameran dan kamu hanya menganggap itu sebagai iseng aja?" Kakak kembali bertanya setelah aku duduk. Tapi kondisi apaan ini? Aku persis seperti seorang penjahat yang sedang didakwa.

"Maaf Kak. Rosa pikir..."

"Pikir apa?" Tandas kakak langsung memotong perkataan ku.

"Rosa pikir jika kakak sibuk dengan cewek-cewek itu, Rosa bisa main sepuasnya. Tanpa harus..."

"Harus apa?" Bentak kakak kembali memotong perkataan ku.

"Apa sekarang lagi ngetrend memotong pembicaraan lawan klo lagi ngomong, ya? Tapi sepertinya nggak ada deh yang kayak begituan. Dari mana kakak dapat trend yang beginian?" Pikir ku dalam hati. Aku nggak berani nanya, soalnya kakak sedang marah besar.

"Udah Stev, kita dengar pendapat Rosa aja dulu." Saran Mama sambil menepuk-nepuk ringan bahu kakak untuk menenangkannya.

"Honey, apa kamu nggak mikirin perasaan kami yang khawatir padamu, hah?" Teriak kakak marah.

Aku nggak terima kakak marah-marah begini padaku. "Emang kakak pernah mikirin perasaanku, hah? Kakak pikir aku suka kakak yang terus kayak permen karet denganku? Emangnya aku suka? Aku risih kak. Semua tatapan orang itu menatap padaku kak. Apa kakak pernah berpikir aku mau kayak begitu?" Teriakku yang nggak terima kakak selalu melontarkan kesalahan padaku. Yah, walaupun pada dasarnya aku memang salah.

"Eh... Kok tiba-tiba kamu yang jadinya marah? Seharusnya kan kakak yang marah." Tanya kakak kebingungan saat aku lepas kendali dan menanyakan pertanyaan beruntun.

Dia Bahagiaku Dia Lukaku [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang