part 15. Tepi Perumahan

6 1 0
                                    

Devan mengingatkan diri sendiri, "Gadis manis, yang paling penting dia cantik dan cantik," gumamnya dalam hati, seolah-olah mencoba menyakinkan dirinya sendiri atas perasaannya. Pikirannya terus tertuju pada gadis itu, mengingat senyum manisnya yang mencerahkan hatinya dan tatapan matanya yang menawan seolah mencerminkan sejuta cerita yang menarik. Tanpa sadar, Devan terpesona oleh gadis itu, mengingat bahwa sahabatnya, yang juga menyukai gadis itu, sering bercerita tentang keindahan hatinya.

Sehabis ditolong oleh most wanted SMA Pusaka Gemilang, Alea merasa terkejut dan tak menyangka bahwa yang menolongnya adalah Devan, seorang cowok famous yang ia kagumi dari jauh. Rona merah pipinya mulai kentara, mencerminkan perasaannya yang bercampur adik dan kagum. Ia merasa beruntung bisa melihat sisi yang sebenarnya dari cowok yang selama ini hanya dikenal sebagai sosok populer dan agak dingin.

Alea mulai berjalan melewati gang untuk menuju ke Indomaret terdekat. Dari kejauhan, Alea melihat ada seseorang berseragam SMA yang terduduk di kiri jalan, sebelah perumahan yang sepi. Sosok itu terlihat lemas dan lesu, menarik perhatian Alea. Rasa simpati menyerbu hatinya, membuatnya memutuskan untuk mendekati cowok tersebut. Langkah kakinya terasa lebih cepat dari biasanya, seolah-olah ia ingin segera menolong cowok itu.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Alea dengan penuh perhatian, suaranya lembut dan menenangkan seolah l

Cowok itu mengangkat kepalanya dengan lambat, seolah-olah menarik segenap tenaga yang tersisa. Matanya menatap Alea dengan tatapan lelah yang menceritakan sejuta cerita tentang perjuangan dan kesedihan. "Hah, D-Di-Dirga?" ucap Alea dengan ragu, suaranya bergetar sedikit ketika ia mencoba menghubungkan sosok di depannya dengan cowok yang menyebalkan itu. Ingatan Alea berputar cepat, mencoba mencocokkan wajah yang terlihat lelah itu dengan wajah yang pernah menabraknya di kantin.

Dirga mengangkat kepalanya dengan cepat, seolah-olah terkejut dengan penampakan Alea di depannya. "Alea? Lo ngapain di sini?" tanyanya, suaranya terasa lemah dan sedikit bingung. Tatapan matanya mencerminkan kebingungan dan sedikit keheranan. Ia tak menyangka akan bertemu Alea di tempat dan keadaan seperti ini.

"Kok Lo, bisa kayak gini, Lo kenapa??" tanya Alea, suaranya bercampur khawatir dan sedikit marah. Ia menunjuk luka memar yang terlihat jelas di pipi dan di dahi Dirga. "Kok, bisa sampai seluka itu?" lanjutnya, mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada Dirga.

Dirga hanya menghela napas dalam-dalam, seolah-olah mencoba menahan rasa sakit yang menyerbu hatinya. Ia tak bisa menceritakan langsung kejadian 3 bulan lalu kepada Alea. "Gue ngga papa," jawab Dirga dengan suara lemah, mencoba menutupi perasaannya.

Alea merasa tak tega melihat keadaan Dirga yang terlihat lemah. Ia membantu Dirga berdiri, meletakkan tangan Dirga di atas pundaknya dengan lembut. "Ayo, kita duduk di sana," ajak Alea, menuntun Dirga ke tempat duduk di tepi perumahan itu. Alea berniat untuk mengobati luka memar di wajah Dirga.

"Makasih Al," ucap Dirga, mengucapkan terima kasih atas pertolongan Alea.

"Lo habis berantem ya? Kenapa Lo bisa kayak gini sih, pasti sakit ya," kata Alea, mencoba mencari tahu penyebab luka Dirga. Meskipun Alea tau kalau Dirga adalah cowok yang nyebelin banget, tapi ia merasa tak tega ketika melihat Dirga dengan keadaan seperti ini.

Dirga yang mendengarnya hanya tersenyum tipis, seolah-olah mencoba menutupi rasa sakit yang menyerbu hatinya.

"Ih, malah senyum-senyum lagi, eh Lo kenapa woii, Lo bisa denger gue nggak," kata Alea, sedikit kesal dengan sikap Dirga.

"Ehh Lo pikir gue apaan, gue ngga budek kalik," ucap Dirga kepadanya, dalam situasi seperti ini Dirga masih sempat membuat keributan dengan Alea.

"Yaudah mau di obatin ngga, pipi Lo?" Tanya Alea dengan nada sedikit kesal.

Dirga menangguk sambil tersenyum, tapi entah kenapa ia merasa dirinya sudah membaik dan tidak sakit lagi setelah ia tau bahwa yang menolong nya adalah Alea. "Ya udah Lo tunggu disini," kata Alea, beranjak dari tempat duduknya.

Alea segera pergi ke Indomaret terdekat untuk membeli perban dan obat-obatan yang diperlukan untuk merawat luka memar Dirga. Tak lama kemudian, Alea kembali menhampiri Dirga yang masih berada di tempat tadi.

Alea duduk di samping Dirga, jarak mereka dekat. Alea mengambil obat merah dan kapas, lalu mengusapnya ke luka memar Dirga.

"A- sh- ih Lo bisa pelan ngga sih ngobatinnya," ringis Dirga, terasa perih ketika Alea mengusap luka memarnya.

"Ihh iya iya sabar," jawab Alea dengan hati-hati, mencoba menenangkan Dirga. Alea dengan hati-hati membersihkan luka di rahang pipi kiri Dirga.

"Ih, sakit woi," ucap Dirga sambil menepis tangan Alea, terasa tak tahan dengan rasa perih yang menyerbu wajahnya.

"Ya lagian Lo kenapa bisa kayak gini, abis berantem? Kayak kecil aja," kata Alea, sedikit kesal dengan sikap Dirga yang terlihat manja.

"Gue ngga mau cerita," jawab Dirga, mencoba menghindari pertanyaan Alea. "Udah ah, gue mau pulang," lanjutnya, berusaha beranjak dari tempat duduknya.

"Eh, tunggu dulu," cegah Alea, menahan Dirga yang ingin beranjak. "Lo ngga bisa pulang dalam keadaan kayak gini," lanjutnya, mencoba menjelaskan kepada Dirga.

"Gue ngga papa," jawab Dirga, mencoba menolak pertolongan Alea. "Udahlah, gue bisa jalan sendiri," lanjutnya, mencoba beranjak lagi.

"Lo ngga bisa jalan sendiri dalam keadaan kayak gini, Lo harus diobati dulu," tegas Alea, mencoba menyakinkan Dirga. "Udahlah, biar gue yang ngobatin," lanjutnya, mencoba menenangkan Dirga.

Dirga terdiam sejenak, mencoba menimbang perkataan Alea. Ia merasa takut jika Alea tahu tentang kejadian yang menimpa dirinya. "Oke, tapi jangan lama-lama," jawab Dirga, menyerah pada keinginan Alea.

Alea menangguk dan melanjutkan merawat luka memar Dirga. "Udah ya, sebentar lagi selesai," kata Alea, mencoba menenangkan Dirga yang terlihat kesakitan.

"Oke," jawab Dirga, menahan rasa sakit yang menyerbu wajahnya.

Alea selesai merawat luka memar Dirga. "Udah selesai," kata Alea, mencoba menarik perhatian Dirga.

Dirga mengangguk dan menatap Alea dengan tatapan yang tak terbaca. "Makasih ya," ucap Dirga, mengucapkan terima kasih atas pertolongan Alea.

"Iya, sama-sama," jawab Alea, mencoba mengatasi rasa malu yang menyerbu hatinya.

"Gue pulang dulu ya," kata Dirga, beranjak dari tempat duduknya.

"Oke, hati-hati ya," jawab Alea, mengucapkan selamat jalan kepada Dirga.

Dirga berjalan menuju rumahnya, mencoba menyingkirkan rasa sakit yang menyerbu hatinya. Ia merasa bersyukur telah mendapat pertolongan dari Alea. "Mungkin aku harus berterima kasih padanya," batin Dirga, mencoba mencari cara

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALGA (BERSAMBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang