Alea, gadis dengan senyum ceria dan mata yang berbinar, selalu memegang teguh prinsipnya: "Aku tidak butuh pacar." Cinta? Ah, itu urusan belakangan.
Namun, takdir punya rencana lain. Seorang cowok, kakak kelasnya yang tampan, tiba-tiba hadir dala...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Dirga mengedikkan dagu ke arah boncengan motornya, isyarat yang jelas dan tak terbantahkan supaya gadis itu mau naik. Alea menatap Dirga dengan tatapan penuh pertanyaan, seolah ingin menjelajahi kedalaman pikiran cowok itu.
"Apaan?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit bingung, mencerminkan kebingungan yang menyeruak di dalam hatinya.
"Lo mau pulang? Atau mau diem di sini sampe malem?" tanya Dirga, suaranya mencoba menunjukkan kesabarannya, meskipun hatinya sedikit terusik dengan sikap Alea yang terkesan cuek. Ia berharap pertanyaan itu bisa menarik perhatian Alea dan menghilangkan keraguan gadis itu.
"Hah," sahut Alea, "serius?" Ia menaikkan sebelah alisnya, menunjukkan keraguannya yang tak terselubung.
"Lu kira gue maen-maen apa?" jawab Dirga, nada suaranya sedikit meninggi, menunjukkan sedikit ketidaksukaan pada sikap Alea yang terkesan meragukan niatnya.
"Lo ngga macem-macem kan sama gue karena gue udah omelin Lo waktu itu?" tanya Alea menunjuk dengan jari telunjuknya ke arah Dirga, matanya menatap Dirga dengan penuh kecurigaan, seolah ingin menembus kedalaman hati cowok itu dan membaca niat sebenarnya.
"Ga usah banyak omong Lo, tinggal naik apa susahnya sih!" Ucapnya sambil memberikan helm kepada Alea. Dirga terlihat sedikit kesal dengan pertanyaan Alea yang tak kunjung henti.
Alea hanya diam berpikir sebentar, 'haduh, gimana ya... Masa gue harus pulang sama dia? Tapi kalo nungguin taxi datang, entar kesorean lagi. Tapi... gue kan masih ngga kenal sama dia. Tapi kalau ngga ada dia, gue entar balik sama siapa coba?' gumamnya dalam hati. Ia terjebak dalam dilema, ingin cepat pulang, tapi juga takut dengan Dirga.
"Ya udah, awas Lo sampe boong sama gue, pokoknya Lo harus anter gue sampe depan rumah gue, titik." Ucapnya, mengambil helm di tangan Dirga, lalu memalingkan wajahnya dari Dirga, dan memasang helmnya. Alea terlihat kesulitan saat memasang helm. Jari-jarinya terlihat kaku dan tak lugas dalam menyelipkan pengikat helm. Akhirnya, Dirga membantu memasangkannya. Bola mata mereka bertemu, saling bertatapan dalam sekejap. Ekhem ekhem.
Dirga mengelus tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda ketika matanya bertemu dengan mata Alea. Ada sebuah getaran yang menyeruak di dalam dadanya, seolah mengingatkannya pada sesuatu yang telah lama terlupakan.
"Ga nyangka, gue bisa mandangin dia sedekat ini," batin Dirga, suaranya mengalir lembut di dalam hatinya.
"pasang helm aja gabisa lu," kata Dirga, nada suaranya terdengar sedikit mengejek. Ia mencoba menutupi rasa malunya dengan menunjukkan sikap yang sok tegas.
"Apaan sih," gerutu Alea sambil menepis tangan Dirga dengan sedikit kasar.
"Dih, paan sih, udah cepet naik!" Alea mengerutkan keningnya, suaranya terdengar sedikit kesal. Ia pun naik ke motor milik Dirga, mencoba menjaga jarak sejauh mungkin. Jarak yang tercipta antara mereka seolah mencerminkan jarak perasaan yang masih membentang luas. Alea masih merasa tak nyaman berada dekat dengan Dirga.
Dirga mulai menyalakan mesin motornya, suara mesin itu menggelegar seolah mencerminkan detak jantung Dirga yang masih berdebar kencang. Saat itu pun Dirga sengaja memperlambat gas motornya, mencoba mencuri pandangan ke gadis berambut cokelat itu dari sepionnya. Ia ingin melihat ekspresi Alea, ingin mengetahui apa yang sedang berputar di benaknya.
Saat Alea mengetahuinya, Dirga pun pura-pura memalingkan pandangannya. Ia mencoba bersikap cuek, mencoba menutupi perasaannya yang sebenarnya.
Dengan santai, dan hening mereka tidak membicarakan apapun. Alea menatap lingkungan sekitar yang ramai dengan pandangan kosong. "Ni cowok aneh deh, kemarin aja ... " Ia bergumam dalam hati, mencoba mencari alasan di balik perilaku Dirga yang selalu membuatnya bingung. "kemarin aja marah-marah, sekarang kok peduli sama gue, huft, andai aja kak Devan yang ada disini," gumam Alea dalam hati. Pikirannya melayang, terbayang wajah Devan yang selalu ramah dan perhatian, berbanding terbalik dengan Dirga yang seolah-olah berubah drastis.
Tiba-tiba, motor yang mereka tumpangi berhenti mendadak di depan sebuah mall yang ramai, menghentikan laju mereka yang baru saja pulang sekolah. Suara rem mendadak itu membuat Alea terkejut, dan ia mengerutkan keningnya, masih duduk di atas motor, heran dengan keputusan Dirga yang tiba-tiba. "Loh, kok berhenti?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit protes, mencerminkan rasa heran dan kebingungannya.