part 13. bisikan di gang sempit

5 2 0
                                    

"Dirga?"

"Hah? Apa"

"Maksud Kak Viola cowok ini?"

"Jadi dia namanya Dirga?"

"Haduh mati gue."

"Jadi Dirga yang dikira pacaran sama gue, itu cowok nyebelin ini?" Itulah yang ada di pikiran Alea, sambil menatap Dirga dengan tatapan yang sulit diartikan. Dirga, cowok yang selalu membuatnya kesal, cowok yang selalu membuatnya merasa seperti sedang berada di tengah badai.

Pada saat itu pun semua penjuru kantin yang melihatnya menganga, mata mereka tertuju pada Alea dan Dirga.

"Cie cie..."

"Anjirr kenapa mereka sosweet banget sih?"

"Cowo guee diambil," sahut mereka, nada suaranya penuh cemburu.

"Wihh ada adegan korea nihh,"

"Ngalah ngalahin Drakor aja mereka,"

"Cepet ambil foto nya,"

"Em maaf," Alea menjawab singkat, nafasnya terengah-engah. Dirga membalasnya dengan senyuman yang menawan, membuat jantung Alea berdebar kencang.

'Nih cewe kok beda ya, biasanya dia kan bawel gitu, terus bicarain yang ga jelas, kok sekarang jadi kalem gini,' batin Dirga, merasa heran dengan perubahan sikap Alea.

"Kamu apaan sih kenapa kamu malah tolongin dia?" Viola bertanya dengan nada tinggi, matanya melotot tajam ke arah Dirga.

"Emang kenapa? Bukan urusan Lo kali," jawab Dirga dingin, tangannya terlipat di dada. Viola mengepalkan tangannya erat, lalu pergi menjauh, memukul bangku dengan kasar.

'Kenapa sih dia jadi kayak gitu sama gue?' Viola menghela napas, rasa kecewa dan sakit hati bercampur aduk di dalam hatinya.

***

Gadis itu, dengan langkah ringan, meletakkan ranselnya di atas kasur. Ia membuka laci di atas meja belajarnya, meraup beberapa lembar uang, seolah-olah mencari sesuatu yang penting. Matanya berbinar dengan semangat, mencerminkan keinginan yang membara di dalam hatinya. Ia memacu langkah keluar rumah, menuju supermarket yang tak jauh dari rumahnya. Ia berjalan kaki, melewati gang sempit di sebelah komplek rumah Alea, menikmati suasana sore yang tenang dan menyegarkan.

Alea mendorong pintu kaca minimarket, menyapa Mbak kasir yang ramah dengan senyum sopan. "Selamat datang," sapa Mbak kasir dengan hangat, menyambut kedatangan Alea. Alea berhenti di depan mesin pendingin, mencari minuman yang akan dia beli. Matanya berbinar-binar menjelajahi berbagai jenis minuman yang tersedia. Setelah memilih minuman, ia beralih ke rak snack, mencari camilan yang akan menemani sore harinya.

Bahu Alea seketika menegang. Gadis itu refleks memutar tubuhnya ketika ia tak sengaja menyenggol pundak seseorang. Ia mundur satu langkah dari posisinya, mencoba menghindari kontak dengan orang yang baru saja ia senggol. Alea bisa melihat gadis berambut panjang yang mengenakan celana jeans over size. Gadis itu menolehkan pandangan, tatapan galaknya membuat nyali Alea tiba-tiba ciut.

"Maaf," ucap Alea dengan suara gemetar, mencoba menjelaskan kesalahannya.

Si kapten cheers mendengkus dengan sinis. "Lo adik kelas yang namanya Alea ya?" tanyanya, suaranya tajam dan mengancam.

"Iya kak," jawab Alea, mencoba menahan rasa takutnya.

"Oke Alea, gue kasih tips jadi murid SMA Pusaka Gemilang," kata kapten cheers dengan nada mengancam. Alea menelan ludah, mencoba mengatasi rasa takutnya. "Pertama, lo nggak usah sok cantik di depan senior, kedua, lu nggak usah caper depan senior, dan ketiga lo itu nggak pantes buat Dirga, yang pantes itu cuman gue, jadi lu nggak usah berharap buat deket deket sama dia."

Deg! Alea terkesiap, rasanya seperti disambar petir. Jarak di antara mereka habis, jari telunjuk kapten cheers itu menyentuh dada Alea. Sentuhan yang kasar dan mengancam itu membuat Alea geram, tapi ia harus menjaga dan mengendalikan emosinya di depan kapten cheers itu. Alea menepis tangan kapten cheers itu dengan kuat, kemudian berbalik menuju kasir, mencoba menjauh dari gadis yang menakutkan itu.

Langkah Alea terasa berat, hatinya berdebar kencang. Ia tak pernah menyangka akan mendapat perlakuan seburuk itu dari seniornya. "Apa aku harus menurut pada peraturan yang tak tertulis ini?" batin Alea, mencoba mencari kekuatan di dalam dirinya.

Alea menunggu di antrian kasir, mencoba menenangkan diri. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menyingkirkan rasa takut dan marah yang menyerbu hatinya. "Aku harus tetap kuat," bisik Alea dalam hati, mencoba menemukan semangat di dalam dirinya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Mbak kasir dengan senyum ramah, menarik perhatian Alea.

"Oh, iya Mbak," jawab Alea, mencoba menghirup udara segar. "Saya mau bayar ini," lanjutnya, menunjukkan barang belanjaannya.

Alea membayar belanjaannya dan berjalan keluar dari minimarket. Ia mencoba untuk melupakan pertemuan yang tak menyenangkan itu. "Aku harus tetap kuat," bisik Alea dalam hati, mencoba menemukan semangat di dalam dirinya. "Aku tak akan menyerah pada peraturan yang tak tertulis ini," lanjutnya, mencoba mencari kekuatan di dalam dirinya.

Langkah Alea terasa lebih tegas, seolah-olah ia telah menemukan kekuatan baru di dalam dirinya. Ia berjalan menuju rumahnya, mencoba menghilangkan rasa takut dan marah yang menyerbu hatinya. "Aku akan menunjukkan pada mereka bahwa aku tak akan mudah ditaklukkan," batin Alea, mencoba menemukan semangat di dalam dirinya.

***

Langkah kaki Alea terhenti di ujung gang sempit yang mengarah ke rumahnya. Ia menenteng kantong plastik berisi belanjaan dari minimarket. Senyum tipis terukir di bibirnya, membayangkan wajah ibunya yang pasti akan senang melihatnya pulang. Namun, senyum itu sirna seketika. Suara serak seorang pria mengagetkannya.

"Mau ke mana neng?"

Alea tersentak, tubuhnya menegang. Ia mendongak, matanya membulat sempurna saat melihat segerombolan pria paruh baya berdiri di depannya. Rasa takut langsung menjalar di sekujur tubuhnya.

"Ah sial," gumamnya dalam hati. "Mereka ngapain sih ada di sini?"

Alea refleks mundur dua langkah, berusaha menjaga jarak. Namun, langkah mundurnya itu justru memancing tawa sumbang para pria itu.

"Mau ke mana sih?" tanya salah seorang dari mereka, suaranya terdengar mengancam. "Sini aku yang antarin ke rumah, cantik pisan."

Alea berusaha bersikap tenang, tapi tubuhnya gemetar hebat. "Pergi kalian," bentaknya, suaranya bergetar. Namun, teriakannya tak digubris. Para preman itu justru semakin tertarik, mata mereka menatap Alea dengan tatapan yang membuat bulu kuduknya berdiri.

"Pergi!" Alea berteriak lagi, kali ini lebih keras. Ia melihat sekeliling, berharap ada orang yang lewat, tapi gang itu sepi. Ia ingin berteriak sekeras-kerasnya, meminta tolong, tapi suaranya tercekat di kerongkongan.

Para preman itu semakin mendekat, tangan-tangan kekar mereka mengulurkan, siap meringkusnya. Alea merasa tubuhnya lemas, kepanikan menguasainya. Bayangan ibunya, wajahnya yang penuh kekhawatiran jika Alea tak kunjung pulang, membuat hatinya semakin remuk.

"Tolonggg!" Alea berteriak sekuat tenaga, matanya terpejam erat. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan, tubuhnya lemas, hanya bisa duduk berjongkok di tengah gang itu.

Tiba-tiba, suara pukulan keras menggema di telinganya.

ALGA (BERSAMBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang