10 | CHEMISTRY

1K 292 173
                                    

Mau tahu apa yang paling mahal? Waktu, kesempatan, kepercayaan, menghargai, maaf dan terima kasih. Simpel, tapi tidak semua orang bisa melakukannya

____SAMBUNG RASA___

Sagara memahami, bahwa, kebanyakan hubungan dibangun dari kejadian klise, dekat, akrab, dan hal selanjutnya yang terjadi adalah jatuh cinta. Dia tidak akan menampik jika pernah merasa ada di fase itu. Sagara cukup tahu rasanya deg-degan ketika bersinggungan dengan lawan jenis yang menarik hati, menciptakan gelenyar-gelenyar aneh di aliran darah. Namun, dia juga tahu, beberapa lagi sebuah hubungan terbentuk atas dorongan atau sebuah kesepakatan, perjodohan misalnya. Hubungan jenis ini kadang membutuhkan effort lebih, butuh diusahakan untuk membangun rasa. Menggunakan formula yang selama ini Sagara percaya sebagai implementasi diri paling mahal. Waktu, kesempatan, kepercayaan, menghargai, tak segan meminta maaf serta merapal terima kasih.

Yang kedua memang tengah Sagara usahakan. Mengenal Shila dalam waktu singkat, lalu memutuskan untuk mengkhitbah gadis itu, bukan perkara main-main bagi Sagara. Dia percaya waktu dan kesempatan telah Allah berikan, maka tidak akan disia-siakan. Walau pada akhirnya dia harus menghargai keputusan Shila yang belakangan meragu dan ingin mundur. 

Dia laki-laki, dan seorang laki-laki yang dipegang adalah janjinya. Janji untuk menjadikan Shila pelabuhan terkahir saat sang gadis halal untuknya nanti. Semua sedang Sagara perjuangkan, tetapi, di tengah langkah, niat itu goyah, bukan karena ada yang kedua, justru langkahnya tertahan karena Shila terang-terangan menyatakan belum siap menikah. Belum siap menyandang status baru sebagai istri. Gadis itu juga menyatakan jika kemarin menerima pinangan Sagara semata sebagai bentuk bakti pada papanya.

Ini tidak bisa diteruskan. Meskipun Shila menyatakan ulang, dia telah siap dan ingin meneruskan rencana pernikahan, tetapi bagi Sagara situasinya sudah berbeda. Dia tidak akan pernah mau memulai hubungan dengan perempuan yang tidak ridha pada kehadirannya. Sagara bukan tipe pemaksa, egois yang semua keinginannya harus didapatkan. Lelaki berbadan tegap itu memang ingin sekali menamatkan masa lajang, tetapi tak lantas membikin Sagara grasah-grusuh dalam mengambil keputusan. Saat ingin melamar Shila saja, Sagara harus melewati banyak renungan lebih dulu. Berpikir seribu kali, minta petunjuk lewat salat istikharah.

"Turunlah Shila, istirahatlah, kita akan bicara lagi besok atau lain waktu. Tenangkan pikiran kamu, jangan diambil beban. Yang terjadi biarlah terjadi, dan saya minta maaf kalau ada kalimat saya yang tak sengaja menyakiti kamu." Sagara berkata lembut tanpa menatap mata lawan bicaranya.

Suara susutan hidung disertai gerakan mengusap wajah. Ashila mengosongkan udara di paru-paru, kemudian menjawab kata-kata Sagara, "Mas Saga enggak salah," sahutnya singkat.

Sagara menoleh sepintas. Lewat lirikan mata sekilas dia bisa menangkap wajah Shila yang sembap karena kelamaan menangis. "Sekarang bukan waktunya mencari siapa yang salah dan benar, Shila. Saya sangat bisa menerima keputusan kamu untuk membatalkan pernikahan kita. Wallahi, tidak ada dendam atau kecewa, karena saya tahu, pemilik hati manusia mutlak hanya Allah. Saya sudah mengusahakan yang paling baik, kalau pun kita gagal melangkah ke jenjang pernikahan, tidak ada sesal sama sekali. Karena apa yang menurut kita baik, belum tentu menurut Allah juga baik. Dia, Rabb kita, sebaik-baiknya pembuat rencana."

Shila membalasnya dengan senyum dan anggukan.
"Makasih Mas Saga udah mau memahami aku. Jujur aku memang ragu dengan rencana pernikahan ini, Mas." Mengabaikan seruan Sagara agar Shila segera turun dan istirahat, gadis itu masih bertahan di dalam mobil. Punggungnya meluruh pada sandaran dengan mata menatap rimbunnya daun palem yang ada di depannya.

"Saya hargai kejujuran kamu, Shila." Bagi Sagara lebih baik jujur di awal daripada sudah terlanjur melangkah jauh tapi nanti di tengah jalan ingin berhenti. "Istirahatlah Shila, kita bicara lagi besok, setelah pikiran kamu tenang," seru Sagara lagi. Tak ada bantahan, Shila mengangguk, sejurus pamit dan turun. Sagara perhatikan jejak langkah Shila sampa gadis itu menghilang dari pandangan, baru Sagara melajukan kendaraannya.

ETHEREAL (Sambung Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang