3. sudden invitation

127 19 3
                                    

"Dewi bilang, dia mau nikah."

Suara Lena berhasil membuat Renal dan Chandra menghentikan obrolan mereka mengenai sepak bola Indonesia yang sedang bermasalah dengan FIFA. Bahkan Angga, sang ayah, yang sesekali ikut menimpali obrolan itu langsung menoleh kepada Dewi. Hanya butuh kurang dari lima detik, Dewi sudah berhasil menjadi pusat perhatian di meja makan malam ini.

"Sama siapa?" Angga bertanya, penuh selidik.

"Namanya Satria, teman SMP," Dewi tidak akan repot-repot menjelaskan kalau Ben punya andil besar dalam hal ini.

"Gue kira lo nikahnya bakalan sama Ben," berbeda dengan ayahnya dan Renal yang tampak tegang, Chandra justru terlihat santai.

Dewi mendengkus. "Kalau Abang mau lihat gue nikah beda agama, mungkin gue akan pikirin ide nikah sama Ben," jawab Dewi sekenanya.

Dewi bukannya tidak pernah seputus asa itu sampai-sampai berpikir bahwa menikahi Ben adalah sebuah solusi. Tapi tentu saja gagasan itu hanya bertahan beberapa menit, karena setelahnya Dewi mengutuk dirinya sendiri karena punya pikiran sebodoh itu. Meski ia bukan hamba Tuhan yang taat, tapi menikah beda agama akan membuatnya semakin kesulitan. Dewi hanya butuh status pernikahan sementara, menikahi orang yang berbeda keyakinan dengannya hanya akan menambah masalah baru yang tidak perlu.

"Ceritakan semuanya. Kamu mendadak bilang begini padahal selama ini Bapak nggak pernah lihat kamu dekat sama laki-laki lain selain Ben," laki-laki separuh baya yang tampak kurus itu memandang Dewi dengan tatapan serius. Berbeda dengan tubuhnya yang menyusut pesat akibat diabetes, sorot matanya masih saja dapat mengintimidasi Dewi dengan mudah. "Dan Kemal yang di Bali itu," imbuhnya setelah mengingat satu nama lain yang merupakan sahabat Dewi juga.

"Namanya Satria, dia arsitek. Sekarang dia kerja di perusahaan pengembang properti. Untuk finansial nggak ada masalah. Dia belum pernah menikah dan yang paling penting orang tuanya baik," Dewi menekankan bagian 'orang tuanya baik' sambil menatap ayahnya lekat.

"Ehem," Angga berdeham sebelum menyahuti kata-kata Dewi, "bawa calon suami kamu ke rumah kalau begitu. Bapak harus bicara dengannya."

"Nanti akan aku tanyakan," tukas Dewi.

"Besok aja gimana? Mumpung hari sabtu," Renal bersuara setelah sejak tadi hanya menjadi pendengar. "Gue sama Chandra bisa nginap di sini. Kita juga mau lihat calon adik ipar kita. Iya, nggak, Chan?" lanjutnya sambil menoleh ke arah Chandra dan menunggu respons adik laki-lakinya itu.

Chandra mengangguk antusias, "Gue sama Giana bisa nginap di sini," lalu menatap Giana meminta persetujuan. "Gimana, Sayang?"

"Aku setuju-setuju aja kok, jarang-jarang juga kita bisa kumpul keluarga lengkap gini," ucap Giana seraya tersenyum lembut.

"Dan aku jadi bisa belajar masakan baru sama kamu, Gi," timpal Vella.

"Oke, berarti besok lo minta Satria datang ke sini ya, Wi," kata Renal tegas. Dewi dapat melihat jelas kalau dalam beberapa hal, kakak sulungnya itu benar-benar duplikat sang ayah.

Dewi jadi agak sedikit gugup. Tidak menyangka kalau keluarganya memberi respons secepat itu. Bagaimana ia harus menyampaikannya kepada Satria, ia bahkan tidak tahu menahu tentang jadwal laki-laki itu. Otaknya terus berputar mencari alasan, mempersiapkan jawaban jika Satria tidak dapat hadir memenuhi undangan keluarganya besok.

Aku bahkan baru bertemu dengannya tadi siang, astaga, desah Dewi dalam hati. Kemudian merutuki mulutnya sendiri yang berkata secara impulsif kepada sang ibu setengah jam yang lalu.

🎡🎡🎡

Satria baru saja keluar dari kamar mandi saat melihat kedua orang tuanya sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi. Atau lebih tepatnya sang ayah sedang menemani ibunya menonton sinetron. Satria memutuskan bergabung dengan mengambil tempat di sebuah sofa di samping ayahnya. Setelah ikut makan malam di rumah orang tuanya, Satria yang sudah memutuskan untuk tinggal sendiri sejak lima tahun yang lalu itu mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumahnya sendiri malam ini. Lagi pula, ia cukup jarang menginap setelah makan malam keluarga. Kecuali pada hari-hari tertentu atau jika ia sedang ingin, seperti hari ini. Yah, lebih tepatnya karena ada hal penting yang harus ia katakan kepada orang tuanya, dan akan lebih baik jika ia juga menginap setelahnya.

Illusion PlaygroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang