10. long-standing fact

128 15 0
                                    

Hari sudah mulai gelap saat Satria dan Dewi meninggalkan studio foto milik Kaila dan berpindah menuju kawasan Setiabudi, tempat di mana mereka akan bertemu dengan staf-staf Awesomc. Satria bersungguh-sungguh mengenai niatnya yang ingin ikut bergabung ke acara makan malam Dewi bersama staf-stafnya. Sebab tujuannya masih sama, Satria ingin menunjukkan sikap terbaik sebagai calon suami Dewi Kirana.

"Can I ask you something?"

Dewi yang sedang menekuri ponselnya sejak beberapa menit yang lalu seketika mendongak. Kemudian ia memutar sedikit kepalanya ke arah Satria, "Tentang apa?"

"It's about school reunion. Kenapa kamu nggak pernah ikut reuni SMP?" tanya Satria penasaran.

Dewi yang sejak tadi hampir menahan napas saat menunggu pertanyaan Satria langsung menarik napas lega. Ia kira Satria akan menanyakan sesuatu yang sulit dijawab. Tidak menyangka kalau laki-laki yang sedang menyetirinya saat ini sepertinya cukup penasaran dengan alasan Dewi yang tidak pernah menghadiri reuni SMP.

"Males ditanya kapan nikah," jawab Dewi acuh tak acuh.

"Serius alasannya itu?" Satria tertawa di tempatnya. Mungkin ia tidak pernah mengira sebelumnya bahwa Dewi sebegitu malasnya diberi pertanyaan itu di usianya yang sudah tergolong matang untuk berumah tangga.

Namun sayangnya alasan itu bohong. Itu hanyalah alasan lain yang sengaja selalu Dewi gunakan untuk menutupi alasan sesungguhnya. Sebab tidak mungkin kalau Dewi mengatakan bahwa alasannya adalah karena ia tidak ingin bertemu Satria. Atau ... ini saatnya ia mengatakannya?

"Apa yang kamu ingat tentang Dewi Kirana saat SMP?" alih-alih menjawab, Dewi justru melemparkan sebuah pertanyaan.

Setelah menaruh ponselnya ke dalam tas, Dewi telah siap memberi atensi penuh untuk membicarakan masa lalunya saat SMP. Dan juga alasan sebenarnya kenapa ia enggan pergi ke acara yang dilakukan rutin setahun sekali oleh angkatannya itu.

"Kamu siswi yang pintar. Kita pernah sekelas dua tahun berturut-turut. Lalu kamu juga dulu aktif mengirim tulisan ke mading sekolah," jawab Satria setengah mengingat-ingat.

Tidak ada yang salah dengan jawaban Satria. Namun ada satu yang terlewat. Atau mungkin memang sudah dilupakan begitu saja. Melihat bagaimana reputasi Satria kala SMP, jelas itu cukup masuk akal. Dewi tidak punya tempat yang cukup penting di benak Satria hingga laki-laki itu bisa mengingat setiap detail tentangnya.

Setelah diam sejenak, Dewi mengulas sebuah senyum tipis lalu berkata, "Dulu pernah ada rumor kalau aku naksir kamu. Ingat?" tanya Dewi ringan. "Rumor itu benar. Aku memang pernah naksir kamu."

Suasana di dalam mobil itu tiba-tiba sunyi. Setelah Dewi menyadari bahwa ia butuh menjelaskan lebih lengkap, Dewi buru-buru menambahkan. "Tapi tentu saja sekarang sudah nggak. Jadi kamu tenang saja, nggak akan ada yang terjadi. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu."

"Ya, aku ingat. Tapi itu belum menjawab pertanyaanku," Satria menghentikan mobilnya saat lampu merah. Kini ia sudah bisa menoleh ke arah Dewi dan menunggu penjelasan. "Kenapa kamu nggak pernah datang ke reuni SMP?" tanyanya ulang, seolah-olah Dewi memintanya untuk mengatakan lagi pertanyaan itu.

Apa katanya tadi? Dia ingat? Tapi dia sengaja mengabaikan fakta itu? Dewi hendak kesal. Biar bagaimanapun perasaan itu pernah ada. Namun laki-laki di sampingnya ini memang sengaja mengabaikannya. Lihatlah bagaimana Satria menganggap enteng perasaan Dewi belasan tahun yang lalu. Seketika menyadarkannya bahwa sikap Satria setelah mereka bertemu kembali itu hanyalah sikap sopan santun. Tidak lebih. Bagaimana bisa ia melupakan sesuatu yang sudah jelas seperti itu.

Illusion PlaygroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang