13. the phone is ringing

104 15 3
                                    

H-7 Pernikahan

"Selamat hari sabtu. Hari ini rencananya mau ke mana?"

"Cuma di rumah, nonton Netflix. Tapi nanti sore katanya Bang Renal sama Bang Chandra mau ke rumah. Jadi sebentar lagi aku akan antar Ibu belanja untuk persiapan makan malam. Kamu sendiri gimana?

"Aku lagi di rumah Mama. Mama bikin pengajian buat nanti malam."

"Dalam rangka apa?"

"Ada yang mau nikah, kan?"

"Siapa?"

"Wah, gawat. Calon istriku amnesia."

"Ngetes aja, siapa tahu kamu yang lupa kalau sebentar lagi nikah."

"Mana mungkin. Jangan-jangan kamu masih ragu dan berpikir kalau aku bakal kabur di hari pernikahan kita."

"Mm ... mungkin."

"Yah, padahal kemarin aku sudah ngapelin dan bawa martabak."

"Bawa martabak doang Ben juga bisa, Satria."

"Aku juga sudah bawa cincin."

"Iya deh, kamu menang."

"Kalau menang seharusnya dapat hadiah, kan?"

"Oke, kamu mau hadiah apa?"

"Belum kepikiran. Tapi aku akan bilang kalau sudah ketemu—kenapa, Ca? Mas lagi telepon Dewi .... Halo, Wi?"

"Iya, aku masih di sini."

"Maaf, tadi lagi ngomong sama Caca. Tapi aku sudah kunci pintu kamar kok sekarang, sudah aman. Lalu, sampai di mana kita tadi?"

"Hadiah."

"Ah, ya, hadiah. Aku akan kasih tahu kamu kalau aku sudah tentuin mau hadiah apa."

"Aku harap hadiahnya nggak terlalu mahal ya, Pak."

"Sepertinya aku sudah tahu mau minta hadiah apa ke kamu."

"Apa?"

"Nanti aku kasih tahu, tapi nggak sekarang."

🎡🎡🎡

H-5 Pernikahan

"Aku tadi ditanya Mama tentang warna kesukaan kamu."

"Terus kamu jawab apa? Memangnya kamu tahu aku suka warna apa?"

"Aku jawab warna cokelat, ngarang sih itu. Makanya sekarang aku mau nanya. Kamu sukanya warna apa?"

"Aku suka warna krem. Kamu nggak salah-salah banget, masih mendekati. Memangnya buat apa Mama tanya tentang itu?"

"Nggak tahu, tapi tadi aku agak curiga. Soalnya Mama senyum-senyum gitu. But, anyways, orang kantor bikin acara makan-makan sebelum aku cuti dua hari lagi. Sebentar lagi aku mau on the way ke restonya."

"Sudah mau berangkat?"

"Sebentar lagi, Dewi. Aku masih mau ngobrol sama kamu. Kalau bukan karena kamu lagi dipingit, aku pasti sudah nyetir ke rumah kamu sekarang."

"Kenapa memangnya?"

"Kamu nanya kenapa? Ini kamu pura-pura nggak peka atau gimana?"

"Iya, aku memang lagi pura-pura nggak peka."

"Karena aku kangen sama kamu."

"..."

"Dewi? Kok diam?"

"Satria, mulut kamu manis banget."

"Emang pernah ngerasain? Bukannya kita belum pernah ...."

"Oh, ayolah, kamu tahu maksudku bukan yang itu."

"Aku nggak pa-pa juga kalau maksud kamu memang yang itu."

"Kamu nyebelin."

🎡🎡🎡

H-3 Pernikahan

"Kamu yakin kita nggak perlu pergi honeymoon?"

"Kenapa tiba-tiba banget?"

"Nggak tiba-tiba, aku sudah mikirin ini sejak kemarin-kemarin. Aku rasa kita seharusnya pergi honeymoon."

"Itu kalau kita memang pasangan suami istri yang romantis. Menikah karena saling cinta. Tapi kita kan ...."

"Ya ... kita juga bisa mulai jadi pasangan yang romantis. Nggak susah, kan?"

"Iya, nggak susah. Seandainya saja aku nggak tahu soal hubungan kamu dan Erna."

"Erna? Tolong jelasin ke aku karena aku nggak ngerti. Kenapa tiba-tiba kita ngomongin Erna."

"Satria, selama ini aku nggak ngomong apa-apa bukan berarti nggak tahu sama sekali. Mengingat kita berdua sudah sepakat untuk nggak saling memberitahu masalah pribadi masing-masing, aku rasa bukan kapasitasku untuk ngomongin tentang Erna. Tapi sayangnya aku tahu semuanya. Aku tahu cerita kamu bersama Erna. Dan ini ... nggak adil buat Erna."

"Dewi, dengar. Aku memang belum ngomong apa-apa tentang Erna ke kamu tapi bukan berarti aku masih ada hubungan dengan dia. Aku nggak mungkin nikah sama kamu kalau aku masih punya hubungan sama perempuan lain."

"Satria, aku percaya tentang itu. Tapi aku juga harus realistis tentang keadaan kamu. Jangan terlalu memaksakan diri. Kita nggak perlu sampai akting romantis selagi cuma berdua, kan?"

"Kamu ngomong apa, sih, Dewi? Siapa yang lagi akting? Aku nggak sedang akting. Aku ini lagi berusaha. Can you see that?"

🎡🎡🎡

H-1 Pernikahan

"Aku cuma mau bilang kalau besok aku nggak akan kabur di hari pernikahan kita. Siapa tahu kamu masih khawatir soal itu."

"Aku pikir kamu masih kesal."

"Aku memang masih kesal."

"Tapi kamu telepon aku sekarang."

"Meskipun kesal, memangnya aku nggak boleh telepon calon istriku?"

"Ya boleh, nggak ada yang larang. Lalu soal masalah Erna kemarin, aku ...."

"Kita skip dulu ngomongin tentang itu, boleh?"

"Aku cuma mau bilang, aku minta maaf. Nggak seharusnya aku membahas tentang dia kemarin."

"Nggak, nggak masalah. Kita memang akan ngobrolin tentang Erna, tapi nggak sekarang. Kasih aku waktu, ya?"

"Tentu, aku nggak akan memaksa kamu untuk ngomong kalau kamu belum siap."

"Aku tahu. Terima kasih, Dewi."

Illusion PlaygroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang