"Beneran gak lagi mikirin apa-apa Ser? Aku liat kamu serius banget liatin Sadam" tanya Bara yang fokus menyetir mobil.
Sera tidak tahu kenapa bisa Bara mengetahui apa yang dilakukannya sewaktu acara tadi. Padahal ia sudah mencari waktu aman untuk melihat ke arah Sadam. Dan kini, ia bingung harus menjawab apa.
"Em, enggak kok aku gak liat apa-apa. Aku cuma liat dekor pestanya, bagus"
Tidak ada respon apapun dari Bara. Ia hanya fokus mengendarai mobilnya. Keduanya hanya diam, Sera menatap jalanan yang mulai sepi karena jam sudah menunjukkan pukul 10.30.
Bara merasa kesepian tanpa ada yang berbicara, ia memilih mendengarkan musik kesukaannya agar tidak terlalu sunyi.
Perjalanan sekitar sepuluh menit, akhirnya mereka sampai di kediaman Sera. Bara hendak turun untuk membukakan pintu tapi dengan sigap Sera memegang tangan Bara agar ia tidak jadi turun.
"Udah malam Bar, kamu nginap aja. Aku khawatir kalau kamu pulang malam-malam gini. Kakak aku juga lagi gak ada dirumah, aku takut sendirian. Temenin aku ya?" Bara membalasnya dengan anggukan yang berarti menyetujui ajakan Sera.
Mereka bergegas masuk ke rumah Sera karena udara di luar semakin terasa dingin. Tidak lupa mengunci pintu, Sera menuju kamarnya dan Bara duduk di sofa ruang tengah.
Rumah Sera tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sedang-sedang saja. Cukup di tempati untuk empat orang. Ia tinggal bersama kakaknya, kedua orang tua mereka telah berpisah sejak Sera masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Bara duduk sembari mengamati setiap sudut rumah Sera. Di rasanya Sera tak kunjung menghampiri dirinya, Bara menyusul Sera ke kamarnya. Ia mengetuk pintu kamar Sera untuk beberapa kali, tanpa ada jawaban dari sang kekasih, ia membuka pintu dan melihat Sera yang tengah duduk didepan meja riasnya.
"Udah ngantuk?" Tanya Sera sambil melepas beberapa aksesoris yang ia pakai. Dan mendapat gelengan dari Bara.
Menutup pintu dan berjalan mendekati Sera. Memeluknya dari belakang, meletakkan kepalanya pada pundak sang kekasih. Di kecupnya sekilas pipi gadis itu dan mengeratkan pelukannya. Sera yang mendapat itu semua hanya tersenyum pada pacarnya yang manja ini.
Di elusnya rambut milik Bara, "Kenapa sayang ku? Kangen ya kemarin gak ketemu haha"
Bara melepas pelukannya menatap Sera dari kaca. Ia bahkan tidak bisa mempercayai ia punya kekasih sangat cantik bak bidadari yang di anugrahkan Tuhan untuknya. Sungguh Bara menjadi orang paling beruntung.
Sera berdiri menghadap Bara, memegang pipi sang kekasih dan mengelusnya sesaat.
"Ganti baju dulu, masih ada kok baju mu disini"
Bukannya menjawab, justru Bara menarik tangan Sera dan di letakkan pada kancing kemejanya. Sera tahu apa yang di maksud Bara. Mulai ia buka satu persatu kancing kemeja milik Bara. Hingga memperlihatkan sedikit tubuh Bara.
"Manja banget pacarku ini" Bara hanya terkekeh. Di rangkulnya pinggang ramping milik Sera. Mendekatkan bibirnya, mulai ia kecupi dan memberi sedikit lumatan pada bibir sang kekasih.
Sera tak hanya diam, ia turut membalas lumatan yang Bara berikan. Mengkalungkan tangan pada lehernya sembari memperdalam lumatan. Kini ia mulai menikmati lumatan dan sentuhan yang Bara berikan. Rasanya sudah lama sekali, ia rindu setiap sentuhan ini.
Keduanya hanyut, saling menikmati satu sama lain. Tidak hanya Sera yang merindukan sentuhan darinya, melainkan Bara pun merindukan lumatan-lumatan dari bidadarinya ini.
Bara menjauhkan bibirnya dan mengangkat tubuh Sera. Ia meletakkan tubuh sang kekasih pada ranjang dan menatapnya hingga menciumnya kembali. Kini aktivitas mereka semakin terasa panas, di tambah Bara yang membuka resleting dress milik Sera.
Sera tahu jika sudah begini akan berakhir kemana. Ia menyudahi setiap ciuman yang ia berikan di peluknya tubuh Bara dan menenggelamkan wajahnya pada leher milik sang kekasih.
"Maybe not now"
..
"Dam, sampai kapan sih lo gini terus? Ayo berubah, jangan kepikiran Sera mulu, coba lo pikir dia mikirin lo gak? Lo liat kan semalam dia dengan senangnya ciuman di depan banyak orang. Udah lah Dam, itu semua gak bakalan bisa bikin dia balik" Tegas Jerrel.
Sadam sudah muak mendapat omelan setiap hari dari Jerrel. Semua yang di bilang Jerrel itu benar, hanya dia sendirilah yang mempunyai pikiran seperti itu, tidak dengan Sera. Jika itu semua mudah Sadam pasti sudah bisa melewatinya. Namun, bagi Sadam susah. Melupakan dan mengikhlaskan bukan lah hal yang mudah.
"Siapa sih Rel yang mau kepikiran dia terus. Siapa juga yang minta pikiran gua di isi sama dia. Gua bahkan gak minta itu semua, dia yang selalu muncul di kehidupan gua pas gua coba buat lupain dia. Lo gak bakalan ngerti di posisi gua kayak gimana Rel. Emang semuanya keliatan gampang bagi lo, bagi gua? Susah."
Sadam merasa bingung, ntah memang kesusahan itu datang dari dirinya sendiri atau dari Sera yang terus muncul dan mengganggu usahanya untuk melupakan mantannya itu.
Jerrel terdiam menatap punggung mantan kekasih Sera. Ia sudah tidak tahu ceramah apalagi yang akan ia berikan pada Sadam. Jika di pikir-pikir jadi Sadam itu tidak enak. Kasihan, usahanya selalu sia-sia.
Apa Sadam harus pindah dari universitasnya atau pindah tempat tinggal agar tidak pernah lagi bertemu Sera?
"Ya udah gak usah di pikirin lagi, takut lo stress. Ayo keluar cari makan, gua traktir"
"Ada maunya ni"
Jerrel terkekeh. Memang, memang ada maunya jika Jerrel sudah mentraktir makanan pada Sadam.
"Bantuin gua bikin makalah Dam, hehe. Gua yang cari materinya"
Sadam menatapnya sinis. Ini meminta bantuan atau memang menyuruh Sadam untuk mengerjakannya? Akhirnya dengan segala percekcokan antara keduanya, Sadam menyetujui apa yang Jerrel minta. Mereka berangkat menuju keluar untuk mencari makan, sesuai janji Jerrel.
..