Tidak hanya Sera yang merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, tatapi Sadam juga merasakan hal yang sama. Keduanya sama-sama terkejut mendapati mereka berdua berada di tempat yang sama.
Sadam kembali menundukkan kepalanya dan fokus menatap layar ponselnya. Ia tidak ingin ada yang tahu bagaimana perasaannya saat ini.
Ia tidak bisa menyangka akan keberadaan Sera di sini. Semuanya terjadi tiba-tiba, tanpa adanya sepengetahuan dirinya. Saat ini Sadam hanya bisa mengumpat di dalam hatinya.
"Diva, gua akui cara lo keren. Tapi gak gini juga anjing, gua gak siap"
Matanya tidak berhenti fokus menatap layar ponsel. Guna menghilangkan rasa kepanikannya.
"Ah, tissue ya Ser, kayaknya hilang deh. Biar gua beliin dulu ya"
Diva kembali mencari cara, ia berpura pura membeli tissue dan membiarkan mereka berdua berbicara.
"Ngapain lo masih berdiri kayak gitu? Duduk, tuh banyak kursi" kata Sadam yang tak lepas pandangannya terhadap ponsel.
Sera menuruti apa yang Sadam katakan. Ia tidak berani mendudukkan diri nya di kursi hadapan Sadam, karena tidak ingin Sadam merasa tidak nyaman akan kehadirannya. Ia khawatir jika Sadam akan semakin membencinya.
"Lo gak pesen baksonya, Dam?" tanya Sera pada Sadam, hanya untuk basa-basi.
"Gak, udah makan di rumah"
Walaupun Sera paham betul seorang Sadam yang jarang bahkan hampir tidak pernah memakan makanan luar. Hanya memakan masakan Ibunya, dia bilang masakan Ibu jauh lebih enak di banding masakan yang ada di luar.
Sera hanya mengangguk mengiyakan perkataan Sadam. Jantungnya kini perlahan mulai berdegup normal, seperti biasanya. Walaupun terselip rasa takutnya pada Sadam.
Hatinya mengatakan untuk harus berani membuka topik pembicaraannya dengan Sadam. Kali ini ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga ini. Di dalam hatinya ia tidak berhenti berterima kasih pada Diva. Mungkin jika Diva tidak mengajaknya memakan bakso, ia tidak mungkin bertemu Sadam.
"Kamu di ajak Diva ngebakso ya? Sorry ya kalau tiba-tiba ada aku di sini. Aku juga di bohongi sama Diva, aku gak tau kamu juga di ajak sama dia"
Sadam hanya mengangguk, tidak keluar satu patah kata pun dari mulutnya. Rasanya ia enggan untuk berbicara dengan Sera. Walau hatinya terus mengatakan betapa cantiknya perempuan yang ada di hadapannya saat ini.
"Dam, kamu sama sekali gak mau ngomong sama aku ya? Kamu masih belum bisa maafin aku kan?"
Sera terus menatap laki-laki yang sedari tadi sibuk menatap layar ponselnya.
"Bakal gua jawab 'gak tau' Ser. Cantik lo bikin gua gak fokus"
Sadam menggelengkan kepalanya, menandakan bahwa ia belum bisa memaafkan Sera atas perlakuan terhadap dirinya.