Ia parkirkan motornya di teras rumahnya. Dengan penampilan yang sedikit berantakan dan luka memar di bagian pipinya. Sadam memasuki rumah mendapati sang Ibundanya yang tengah duduk di ruang tamu. Sadam ingin memutar balik melewati jalan belakang dengan cepat wanita paruh baya itu menghentikannya.
"Kamu kenapa, Dam?! Kamu habis kelahi sama siapa?" tanya Mamanya sembari mengamati luka yang ada di pipi Sadam.
Sadam menatap Mamanya yang sudah sangat panik. Ia mengelus bahunya untuk menenangkan sang Ibunda tercinta.
"Sadam gak berantem, Ma. Cuma kepentok pintu tadi pas mau pulang, gak papa kok gak sakit" bual Sadam.
Ini hanya omong kosongnya Sadam. Ia tidak ingin Mamanya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jika ia mengatakan yang sebenarnya, mungkin ini akan menjadi panjang dan lebar. Mamanya pasti akan terus menanyakan kenapa bisa seperti ini.
Tidak hanya Ibundanya yang khawatir, tapi satu gadis yang tengah berdiri itu merasakan hal yang sama seperti Mamanya Sadam. Siapa yang tidak khawatir jika Sadam pulang dengan keadaan luka memar begini?
"Sini biar gua kompresin"
Sahabat Sadam sejak menduduki bangku sekolah dasar. Diva dengan ketelatenannya mengompres luka memar di pipi Sadam. Dengan ringisan-ringisan kecil dari Sadam.
"Gik pipi kik gik sikit. Gaya banget lo bis Damri"
Sadam hanya bisa pasrah. Sudah pasti begini jika di obatin oleh Diva. Mendapat omelan, seperti dengan Mamanya. Sadam menyebutnya 'kembaran Mama'.
"Ngapain lagi lo, Dam? Masalah Sera lagi? Di tonjok Bara lo?" tanya Diva
Sadam mengangguk, rasanya ia tidak punya energi untuk membicarakan hal tersebut. Ia malas untuk membahasnya lagi, sudah muak.
Ia meletakkan jari telunjuk pada mulut Diva yang ingin bertanya kembali. Diva memang begitu, jika merasa belum puas, ia akan mengulang itu sampai benar-benar ia menemukan kepuasannya.
"Berisik lo Div. Capek ni habis di tonjok" Sadam memejamkan matanya.
"Lo gak ngelawan ya? Goblok banget, kalau gua jadi lo bakalan gua tikam si Bara. Kalau bisa gua injek-injek tu muka Bara, biar gak bisa sok ganteng lagi. Mau muntah gua kalau liat dia tebar pesona di kampus" celoteh Diva.
Sadam yang mendengar itu menatapnya tidak suka. Di dorongnya kepala Diva dengan pelan. Sang empunya hanya menatap dengan kesal.
"Halah, gitu-gitu pernah lo taksir ya bangsat"
"Kan dulu, sekarang ya jijik lah. Ngerebut pacar orang" Diva tidak ingin kalah, ia menekan luka memar itu dengan ibu jarinya.
Di tepisnya tangan Diva dan memegangi luka memar miliknya. "Sakit tolol"
..
"Emang kerjaan lo lebih penting daripada adeknya sendiri, kak"
Di lihatnya kembali Bara yang sedari tadi berdiri di depan pintu sambil memanggil-manggil nama Sera. Gadis itu hanya berdiri diam ketakutan. Ia tidak tahu harus melakukan apa.
Ia sudah tahu akan terjadi apa jika Bara sudah membawa botol minuman keras. Tidak mau mendapat hal-hal yang tidak di inginkan.
Seva, kakak dari gadis itu tak kunjung datang. Bingung, ia takut, harus meminta tolong pada siapa lagi. Jika Viola tidak di luar kota, mungkin Viola lah orang pertama yang datang kesini.
"Sadam"
Pikirannya kini tertuju pada Sadam. Ia membuka ponselnya dan mencari nama Sadam untuk ia kirimi pesan. Tapi apa Sadam akan datang kesini membantu Sera? Ia bimbang, Sadam sangat menghindari dirinya, tidak mungkin mau ia membantu Sera.
Hatinya bersikeras untuk meminta bantuan pada Sadam. Hanya Sadam lah harapan satu-satunya.
"Dam please, balas chat aku"
Gadis itu semakin panik kala Bara mulai menggedor pintu rumahnya.
"Lo cuma punya gua Sera. Sadam gak berhak dapatin lo lagi" racau Bara.
Sera tidak bisa melakukan apapun. Hanya menunggu Sadam membalas pesannya. Di buat semakin panik oleh Bara yang semakin kuat menggedor pintu rumahnya.
Gadis itu terkejut, mendapati Bara yang bisa membuka pintu rumahnya. Sera menjauhkan dirinya kala Bara semakin mendekatinya.
Bara menarik tubuh Sera dan membawa ke dalam dekapannya. Di usapnya rambut milik gadis tersebut, sembari mengecup keningnya.
"Aku sayang kamu, Ser. Jauhin Sadam, jangan mau kalau di ajak ketemu. Kamu cuma punya aku"
Sera tidak tahu perkataan ini benar dari hatinya atau tidak. Keadaan Bara saat ini sedang mabuk, apa ia sadar akan perkataannya itu? Sera tidak peduli, ia hanya bersyukur Bara tidak melakukan apa-apa padanya.
"Sera, mana Bar-" Sadam menghentikan langkahnya ketika melihat sepasang kekasih itu sedang berpelukan.
Bara yang sadar akan kehadiran Sadam, melepaskan pelukannya dari Sera. Ia berbalik menghadap Sadam yang kini kebingungan menatap mereka berdua.
"Ngapain lo kesini? Lo mau apain Sera lagi?" Kata Bara yang meninggikan nada bicaranya.
"Sera, what do you mean? You're setting me up?"
Hati Sadam tertawa dengan keras. Oh ini kah yang ia dapatkan? Apa Sera sengaja menjebaknya agar ia melihat betapa romantisnya mereka berdua? Sadam tidak mengerti.
"Ser, Lo minta tolong buat bawa Bara pergi dari sini kan?" Kepalanya memiring menatap Sera yang berada di belakang Bara.
Bara beralih menatap Sera yang tengah menunduk ketakutan. "Bener kamu minta tolong Sadam buat bawa aku pergi?"
"Bar, tadi aku takut." Katanya yang memberanikan diri untuk menatap kembali wajah sang kekasih.
Sadam melihatnya dengan tatapan malas. Yang harus ia lakukan adalah pergi dari sini. Ia berpikir lebih baik menonton TV bersama Diva di banding menonton Sera dan Bara yang penuh sandiwara.
"Orang kayak gua emang pantes di bodohin terus"
..