Sembilan

677 67 2
                                    

"sempurna." Ucap sistem sambil menyeringai.

flash back end.

"Leva, antar bintang ke kamar barunya." Titah papa lucian.

"Biar aku saja." Tawar Gladius.

"Tidak tidak, biar aku saja." Bantah Ian.

"Biar kakak saja." Ucap Asher final.

"Ta-" Ucapan Gladius langsung saja di potong oleh senyuman manis yang mematikan oleh Asher.

"Ba-baiklah! Kali ini ak-aku mengalah, hmp!" Gladius yang kesal pergi dari ruang keluarga sambil menghentak hentakkan kakinya.

"Usianya sudah memasuki remaja dewasa. Tapi prilakunya masih kekanakan, sama seperti lelaki besar itu." Ucap Leva sambil menyindir lucian.

"Dasar durjanah!" Balas lucian tak terima.

"Durjanah bukannya janda yang bekerja di perusahaan ayah?" Celetuk Ian.

"Apa maksudmu Ian?" Ucap Calynn (aka mama baru bintang)

"Papa terkadang membicarakan tentang janda itu kepada kami." Lanjut Leva sambil tersenyum miring.

"Apa benar begitu?" Tanya Calynn memastikan.

"Iya benar." Balas Ian dan Leva bersamaan.

"Lucian, tidurlah di luar malam ini br3ngs3k." Ucap Calynn dengan aura menghitam.

"Ti-tidak sayang! Mereka berbohong, ak-aku hanya mengatakan bahwa wanita itu selalu mendekatiku!" Bantah lucian, Asher yang melihat kejadian di depannya ini hanya menghela nafas dengan wajah datarnya.

"Kenapa tak kau pecat saja wanita itu." -Calynn

"Bintang, ayo kita pergi ke kamar barumu." Ucap Asher sambil menarik lengan bintang lembut.

"Ehm, tapi bagaimana dengan pa-papa?" Tanya bintang pelan.

"Biarkan saja, esok hari mereka akan berdamai lagi." Balas Asher sambil tersenyum.

"Ayo semua kita pergi dari sini, biarkan kedua insan itu bertengkar hingga lelah." Ucap Ian dengan senyum petakilannya.

Bintang yang di tarik oleh Asher hanya mengikutinya sambil di awasi oleh Leva dan Ian di belakang tubuh bintang, bintang berjalan sambil menggigit bibir bawahnya Dan sedikit menunduk.

Asher yang menyadari bintang berjalan sambil menunduk langsung berhenti melangkahkan kakinya kemudian berjalan ke depan bintang.

"Bukankah sudah Leva katakan jangan berjalan sambil menunduk." Ucap Asher sambil memegang dagu bintang agar bintang mendongkak.

Leva dan Ian yang mendengar ucapan Asher langsung berjalan mendekat ke arah Asher.

"Kenapa kamu menggigit bibir bawah mu?" Ucap Ian agak panik.

"Jangan gigit bibirmu, bagaimana kalau kamu terluka?" Lanjut Leva.

"Maaf..." Cicit bintang dengan mata berkaca kaca.

'Gila, malaikat.' batin Ian.

'Cantik sekali, ah Maksudku imut.' batin Leva.

'Betapa indahnya ciptaan mu ini Tuhan.' batin Asher.

"..."

Bintang yang tak mendengar jawaban dari salah satu kakak kakaknya pun langsung menatap mereka satu persatu.

"Hiks, maafkan bintang hiks hiks." Ucap bintang sambil menangis.

'Apa boleh aku log out dari dunia? Kenapa aku merasa sangat geli terhadap diri sendiri.' batin bintang di tengah tengah tangisannya.

"Tidak tidak, kenapa kamu menangis hm? Kami tidak marah. Hanya khawatir jika kamu akan terluka." Ucap Ian sambil menarik bintang ke pelukannya.

"Sudah jangan menangis, nanti imutnya hilang." Goda Leva.

Bintang yang malu malu gorila langsung membenamkan wajahnya di dada bidang Ian sambil memeluk tubuh Ian dengan erat.

"Pfftt-"

Ian dan Leva yang mendengar suara itu langsung melirik ke arah Asher yang sedang menahan tawanya.

"Ekhem, ayo kita antar bintang ke kamarnya, dia pasti lelah." Usul Asher dengan wajahnya yang kelewat kalem.

"Baiklah, ayo bintang. Apa kamu tidak lelah?" Tanya Leva sambil mengelus Surai hitam milik bintang, bintang yang masih malu hanya menganggukkan kepala tanpa melihat ke arah Leva.

"Hei, jangan menggodanya terus. Apa kakak tidak tahu wajah bintang terasa panas sekarang." Ucap Ian dengan nada main main.

"Hmmp! Jangan begitu, bintang malu." Ucap bintang sambil mendongkakkan kepalanya.

"Imutnya bayi kakak ini." Ucap Ian sambil mencolek colek pipi bintang.

"Sudah sudah, ayo kita antar bintang ke kamarnya." Lerai Asher.

Mereka berempat pun berjalan menuju ke kamar bintang dengan bintang yang masih setia memeluk Ian, Ian yang merasa kesulitan berjalan karena bintang terus memeluknya langsung mengangkat tubuh bintang ala koala.

"Uwaahh!" Bintang yang terkejut refleks langsung melingkarkan tangannya di leher Ian.

"Hati hati Ian, nanti bintang jatuh." Ucap Leva.

"Tentu saja, aku akan sangat berhati hati." Balas Ian.

'Tentu aku harus berhati hati agar tak menyakiti permata yang rapuh ini. Aku takut jika terlalu keras menyentuhnya akan langsung membuat bintang terluka.' Lanjut Ian dalam batinnya.

"Kakak, bintang bisa berjalan sendiri." Cicit bintang.

"Tapi kamu terus memeluk kakak, bagaimana jika kakak membuatmu terjatuh?" Ucap Ian.

"Kalian ini berbicara terus, kapan kita sampai ke kamar bintang?" Ucap Asher agak jengkel.

"Iya iya, ini Ian jalan nih nih liat." Balas Ian sambil berjalan agak cepat

"Ian pelan pelan." Ucap Leva memperingati Ian.

Ian yang kesal di nasihati terus hanya berjalan dengan cepat sambil memeluk bintang di gendongannya, Leva dan Asher yang sudah biasa melihat kelakuan adik mereka yang random abiez hanya menghela nafas sambil berjalan mengikuti Ian dari belakang.

Sesampainya di kamar baru Bintang, Ian langsung membuka pintu kamar itu dan mendudukan bintang di kasur yang ada di kamar itu, bintang sungguh terpana dengan kamar barunya yang luas juga terlihat bercahaya...sungguh 100% berbeda dengan kamar lamanya.

"Ini beneran kamar bintang?" Ucap bintang sambil menengok kanan kiri.

"Hm, ini kamar yang sudah kami siapkan bersama sama untuk adik kami yang imut ini." Ucap Ian sambil mengacak ngacak Surai hitam milik bintang, bintang yang mendengar itu tersenyum dengan lebar.

"Terimakasih..." Ucap bintang tulus.

"Tentu saja." Jawab Leva dengan senyumannya.

"Sekarang kamu istirahat, kalau kamu membutuhkan sesuatu gunakan telepon di dekat kasurmu. Sudah ada nama nama kami di sana." Jelas Asher.

Cup

"Good night." Bisik Asher setelah mengecup dahi bintang.

"Good night." Balas bintang.

Asher Leva dan Ian berjalan keluar kamar bintang kemudian menutup pintu kamar bintang.

Setelah merasa bahwa keadaan aman, bintang langsung mengeluarkan handphone nya dan menekan no satu satunya yang ada di handphone itu, dengan perasaan gugup dirinya menempelkan handphone itu ke arah telinganya.

'Siapa.' Ucap orang di sebrang telepon dengan nada dingin.

































To Be Continued

I'm A VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang