sebelas

494 40 2
                                    

Ian terdiam saat melihat bagaimana cara bintang mengenakan handuk.

"Pft....HAHAHHAAHA" Ian tertawa terbahak bahak, sedangkan bintang tengah menutup wajahnya yang merona.

Ian kemudian berjalan mendekat ke arah bintang dan mengelus kepalanya.

Di tengah tengah kehangatan antara kakak dan adik itu, Ian tak sengaja melihat kaca di belakang bintang, dia melebarkan matanya karena melihat sesuatu yang aneh di punggung bintang. Ian langsung membalik tubuh bintang, sang empu yang di balikan badannya secara tiba tiba sontak terkejut karena hal itu.

"K-ka!" Bintang mencoba menghentikan Ian yang membalik tubuhnya, tapi seketika tangan Ian bergetar sambil perlahan meraba bekas luka luka di punggung bintang. Matanya memerah, dan urat urat di lehernya terpana jelas kalau dirinya tengah menahan amarah dan sedih.

"Bintang..." Ucap Ian dengan suara bak orang menahan amarah.

"Ke-kenapa kak?" Bintang seketika merasa takut akan nada bicara Ian.

"Siapa yang melakukan ini padamu..." Ian menatap sedih punggung bintang yang di penuhi luka luka.

"..." Bintang hanya diam sambil menunduk, dia tak tahu harus mengatakan apa kepada Ian.

"Katakan kepada kakak...ya? Kakak mohon." Ian memeluk bintang dari belakang kemudian menyenderkan kepalanya di pundak bintang dengan air matanya yang mengalir dengan deras.

'Jujur...kalau boleh jujur aku bisa merasakan betapa sakitnya masa lalu bintang, kau bisa ikut merasakan betapa perih dan tak terlupakan ya bekas bekas luka di punggungnya itu, perilakunya yang aneh Sedati awal membuatku semakin yakin seberapa besar traumanya akan masa lalunya itu.'

'Aku ingin melindungi lelaki kecil di depan ku ini, aku pasti akan melindungi bintang, siapa pun yang telah melakukan hal keji padanya. Akan ku buat hidupnya menderita' Ucap Ian dalam hatinya sambil menangis dengan mata yang memerah dan tangan yang mengepal kuat.

Bintang pun tersenyum lalu menepuk nepuk tangan Ian yang memeluk erat dirinya.

"Apa yang akan kakak lakukan jika kakak tahu siapa yang melakukannya?" Tanya bintang dengan nada lirih.

"Akan ku hancurkan mereka...tidak, akan ku buat mereka menderita lebih dari apa yang kamu alami." Ucap Ian sambil bergumam.

Bintang mengangguk kemudian memegang tangan Ian dan membawanya duduk di dekat sofa, seketika Ian tersadar jika bintang belum memakai baju, lelaki itu hanya menggunakan handuk untuk menutup badannya. Ian pun berdiri dan berjalan menuju sebuah pintu berwarna hitam.

Bintang yang melihat tingkah laku Ian yang tiba tiba itu membuatnya bingung.

Beberapa saat kemudian Ian keluar dari ruangan itu sambil membawa baju untuk bintang.

"Pakailah, kakak tak mau kamu sakit." Ucap Ian sambil mengelus kepala bintang.

Bintang mengangguk lalu mengambil baju itu, dia berjalan menuju kamar mandi.

Ian kemudian duduk di sofa dengan wajahnya yang terlihat sangat serius dan menakutkan?

"Bajingan mana yang Telah menyakiti permata kecil keluarga lucian." Gumam Ian sambil menyenderkan punggungnya di sofa, aura di sekitarnya terlihat lebih menggelap.

Klek-

Suara pintu kamar mandi itu membuat Ian tersadar akan lamunannya, dia kembali menetralkan wajahnya kemudian tersenyum pada bintang.

Ian menepuk nepuk sofa di sebelahnya agar bintang duduk di sana, bintang di perintahkan seperti itu langsung berjalan dan duduk di sebelah Ian.

"Bintang...katakan pada kakak, siapa yang melukaimu." Tanya Ian dengan nada sedih.

"...apa bintang harus memberi tahu kakak?" Tanya bintang dengan suara sedikit berbisik.

"Iya." Ucap Ian tanpa bantahan.

Bintang menatap Ian dengan lirih "kelua-" pelukan hangat yang bintang rasakan membuatnya terkejut, padahal dia belum selesai berbicara tapi Ian langsung memeluknya.

Ian memeluk bintang dengan erat, emosi di dalam hatinya semakin bergejolak. Rasa tak terima dan penyesalan kemudian melanda dirinya.

'kenapa, kamu tak di lahirkan dari rahim ibuku saja, kenapa kita baru bertemu sekarang?! Apa aku terlambat menemukanmu, seharusnya papa menemukanmu lebih awal agar kamu tak merasakan mimpi buruk yang menyisakan bekas luka luka itu di tubuhmu.' batin Ian.

"Tak apa, maafkan karena kakak bertanya hal yang membuatmu tak nyaman. Sekarang..." Ian mengelus lembut Surai hitam milik bintang.

"Kamu bisa bersender kepada kakak...karena kita adalah keluarga." Ucap Ian sambil tersenyum tulus. Mata bintang menjadi berkaca kaca, merasakan debaran di hatinya. Rasa senang dan hati ini membuatnya terharu, ntah dia menjadi cengeng atau hatinya yang melembut?

Ian terkekeh pelan kemudian menghapus lembut air mata bintang.

"Sudah jangan menangis, sekarang kita turun ke bawah." Ucap Ian, bintang pun mengangguk menyetujui ucapan Ian.

Ian pun berdiri dari duduknya dan memegang tangan bintang, mereka berjalan menuju lantai bawah, lebih tepatnya menuju meja makan.

Lantai Bawah, Meja Makan

Di meja makan, sudah ada lucian, calynn, Asher, leva, dan Gladius.

"Anak pungut, kenapa kamu lama sekali membawa bintang kemari?" Tanya Gladius yang di balas tatapan tak suka dari Ian.

"Dasar gorila gila! Aku harus memilihkan baju yang bagus untuk adikku." Ucap Ian ketus.

"Sudah, cepat duduk." Ucap calynn damai.

Ian yang masih kesal menghentakkan kakinya di lantai, hal itu membuat Gladius terkekeh geli dengan kelakuan adiknya, mau bagaimana pun dia tetap anak bungsu yang membutuhkan banyak perhatian.

Bintang berjalan perlahan menuju kursi kosong di meja makan.

"Apa bintang boleh duduk di sini..?" Tanya bintang

"Duduklah." Ucap Asher dengan senyuman damainya.

Bintang mengangguk sambil tersenyum kemudian dia duduk di kursi itu.

"Bintang, mulai besok kamu bisa sekolah. Apa kamu tak keberatan jika kamu bersekolah di tempat Ian dan Gladius bersekolah?" Tanya lucian.

Bintang mengangguk.

"Terimakasih banyak, bintang tak masalah dengan hal itu." Bintang membalas lucian dengan senyumannya, hal itu membuat lucian dan calynn ikut tersenyum.

"Baiklah, sekarang kita makan dulu." Ucap calynn.


























To Be Continued...

I'm A VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang