Extras 01 | For Her Good

62 13 0
                                    

Extras 01 | For Her Good

Katya meregangkan otot-ototnya, sambil bersandar malas di kursi penumpang sebelah bunda yang sedang mengemudikan mobilnya menuju sekolah Lena yang dulunya merupakan SD Katya juga.

"Aku mau tidur...," gumam Katya pelan.

"Tidur aja sih di mobil." Bunda menjawab santai. Pasalnya, hari ini, Katya sudah memulai jadwal ujiannya-membuatnya jadi pulang lebih cepat daripada yang seharusnya. Ayah sendiri masih di kantor, dan bunda jelas gak mau meninggalkan Katya sendirian di rumah mengingat asisten rumah tangga mereka baru akan datang sejam kemudian.

Katya gak menjawab pernyataan bunda, dia gak mau tidur di mobil karena menurutnya nanggung, sebentar lagi pas udah sampai rumah, dia bakal dibangunin lagi karena bunda gak kuat kalau disuruh menggendongnya. Jadi Katya hanya menatap ke arah luar jendela mobil dengan kosong, memperhatikan jalanan familiar yang dilewatinya selama dua tahun-sejak kelas lima SD.

"Bunda turun dulu ya, jemput adek. Kamu mau ikut apa mau di mobil aja?" Bunda menghentikan mobilnya di halaman sekolah, masih belum terlihat tanda-tanda keberadaan Lena di sana.

"Ikut." Katya ikut turun dari mobil, walaupun agak malas-malasan, mengikuti langkah bunda menuju kelas Lena yang berada di halaman dalam-dekat dengan lapangan luas yang biasanya digunakan anak-anak bermain basket atau sepak bola.

Gak butuh waktu yang lama buat menemukan adiknya tersebut, kulit yang mulai menggelap karena terlalu banyak terkena sinar matahari dan tubuh yang sedikit berisi disertai dengan seragam yang masih rapi meskipun sudah jam pulang sekolah, Lena terlihat sedang asyik bermain basket dengan teman-teman perempuannya, kelihatan lincah meskipun menggunakan rok panjang berwarna merah. Satu-satunya yang bikin lama adalah kenyataan bahwa bundanya kini bertemu dengan ibu dari temannya Katya dan mulai mengobrol.

"Lho, Katya? Eh, udah gede ya-cantik banget sekarang." Katya tersenyum sopan menanggapinya, sementara bunda akhirnya mengobrol panjang dengan ibu-ibu tersebut.

Katya jelas gak terlibat dalam pembicaraan tersebut, matanya melihat-lihat sekeliling sekolah yang sudah banyak direnovasi menjadi lebih baik. Sementara itu, Lena yang sudah melihat dirinya berlari kecil membawa tasnya. Di saat itu, mata Katya menangkap sosok anak laki-laki bertubuh kecil-lebih kecil dari Lena yang melempar bola basket memasuki ring.

"Three points? Wow." Katya berdecak kagum, kemudian balas menggandeng tangan Lena yang sudah menghampirinya.

"Aku udah dijemput, pulang dulu yaaa!" Lena melambaikan tangannya dengan penuh semangat ke arah teman-temannya, lalu anak laki-laki itu tiba-tiba menyeringai menyebalkan.

"Besok gak bisa lho prakteknya," ejek anak laki-laki itu. "Makanya diet, diet, diettt. Kan jadi susah lompatnya kalau gendut!"

Katya gak memberikan waktu bagi Lena buat menjawabnya, dia menarik tubuh Lena ke belakang tubuhnya dan memandang galak si anak laki-laki. "Sendirinya? Makanya makan, makan, makaaan!!" balasnya kesal. "Buat apa pinter basket kalau tolol?" Walaupun anak laki-laki itu langsung terdiam kaget begitu melihat Katya yang tubuhnya jauh lebih tinggi, tapi sebenarnya Katya masih belum puas mengatai-ngatainya kalau aja bunda gak menarik kerah bajunya dan menatap si anak laki-laki sambil tersenyum.

"Gak bagus lho, ngatain orang begitu," tegurnya sambil tersenyum. "Saya pulang dulu ya mamanya Caitlin, ayo Katya, Lena, masuk ke mobil."

Bita harus menahan Katya dengan ekstra untuk menghentikan pelototan tajam Katya ke si anak laki-laki yang masih berdiri di sana. Sementara Bita sendiri berdecak sinis-gak suka anaknya dikatain gendut, sementara menurutnya, Lena adalah anak paling menggemaskan di dunia.

***

"SAKIIITTT." Lena meraung-raung di atas tanah, pakaiannya sudah kotor karena terus-menerus jatuh sementara Katya melemparkan bola basket dengan brutal ke arahnya. "Prakteknya cuman disuruh lempar doang, Katyaaaa!!!"

Katya berdecak sambil men- dribble bola basket yang baru dibelikan ayah-bilangnya buat bantuin Lena praktek pelajaran olahraga-dia menatap Lena dengan tidak tega, kemudian menyuruhnya bangkit.

"Masa sih?" tanya Katya balik dengan cuek. "Kalau gitu, tangkap dong bolanya, terus lempar balik. Ada berapa lemparan yang disuruh?"

"Tiga. Sama disuruh dribble dan masukin bolanya ke ring. Kalau masuk, ditambah nilainya, kalau enggak, juga gak apa-apa. Ah, gitu-gitu doang, aku bisa!" Katya mengangguk paham, kemudian melempar bola dengan gerakan santai ke Lena, namun justru sukses mengenai dada dan membuatnya jatuh tersungkur. "KATYAAAAA!!"

"KALAU GITU AYO LATIHAN, AYO AYOOO!!!" Katya berteriak, dengan semangat militer. Mumpung ayah dan bunda sama-sama lagi gak di rumah.

***

Malamnya, jelas omelan dari Bunda gak bisa terelakan. Wajah dan dada Lena penuh dengan bekas memar kebiruan yang membuat gadis itu merengek-rengek.

"Gak gitu caranya ngajarin adek kamu, Katya!" Bunda terlihat jelas berusaha untuk tidak membentak, walaupun wajahnya dipenuhi rasa khawatir melihat ekspresi Lena. "Adek kamu gak pinter olahraga, biarin aja sih, kan dia pinter di bidang lain juga."

"Aku gak mau dia dibully sama anak itu!" bela Katya tidak terima. "Pokoknya dia harus dapat nilai lebih tinggi daripada anak itu, harus pokoknya! Tadi dia udah bisa kok, tinggal dilatih dikit lagi-"

"Aaaaa gak maaauuu! Bundaaa, nanti besok kalau bunda pergi, dia langsung deh ngajak latihan. Bunda jangan pergiii." Lena merengek lagi, dan sebelum Katya bisa menjawabnya, ayah sudah menarik tangan Katya.

"Katya, kalau adeknya gak suka, jangan dipaksa dong. Kamu juga gak mau kan dipaksa-paksa?" Katya langsung cemberut, dalam hati masih membela diri kalau yang dia lakukan semuanya untuk Lena. "Kemampuan orang kan beda-beda, kalau anak yang kamu sebutin itu pintar olahraga, Lena kan pinter yang lain-dia pinter nyanyi? Nilai pelajaran Lena juga bagus."

Bunda mengangguk setuju, sambil terus mengompres luka Lena sementara si bungsu terus meringis kesakitan-hampir menangis. "Lagian si Ikhsan kan udah pernah ikut turnamen basket cilik, jadi... hm." Bita berujar lagi, berusaha keras untuk tidak bilang kalau mustahil bagi Lena dengan kemampuannya berolahraga buat menyaingi Ikhsan yang memang sudah cukup terlatih.

"Turnamen buat anak kecil doang!" ujar Katya lagi ngeyel.

"Oh yah... gini, Katya. Ayah tahu kamu gak suka Lena dikatain gendut, tapi hmm... gini, anak kayak begitu lebih baik dicuekin aja. Kalau dia udah kelewatan, baru deh nanti biar ayah sama bunda yang urus. Oke?" Katya masih cemberut, sementara ayah terus menerus memberikan pengertian.

Tapi besoknya, Katya masih melatih Lena sewaktu ditinggal berdua-walaupun gak sebrutal sebelumnya karena takut dimarahin. Yah, meskipun gak berakhir seperti yang Katya mau sih-dapat nilai lebih tinggi dari anak yang bernama Ikhsan itu, karena Lena jelas kalah telak walaupun nilainya cukup memuaskan-tapi Lena bilang, anak yang bernama Ikhsan itu udah gak pernah menganggunya lagi.

Ketika Katya ke sekolahan Lena sekali lagi-menemani bunda buat mengambil rapor Lena, dia tahu alasannya. Anak laki-laki itu sekarang takut sama Katya.

***

maaf updatenya telattt :((( belum dilanjut dulu, anggap aja bonus hehe, makasih udh bacaaa! see you on the next chapterrr

08.29 // 17 April 2023

Katya & Lena's Secret Mission [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang