06 | Kesempatan Balikan : Gak Ada

67 12 0
                                    

06 | Kesempatan Balikan : Gak Ada

"Gak mungkin." Katya tahu kalau bakal ada penolakan untuk menerima kenyataan dari sisi Lena kalau dia memberitahukan teorinya yang satu ini ke adiknya tersebut.

Katya gak salahin Lena, karena bahkan dia sendiri yang mencium aroma perempuan lain itupun menolak kenyataan secara langsung. Tapi beberapa hari berikutnya menjadi lebih parah, Katya bahkan merasakan dirinya yang semakin membuat jarak dari ayah. Perasaan kecewa, sedih, dan marah mulai bercampur menjadi satu.

Di malam berikutnya, Katya dapat melihat bibir ayahnya yang agak memerah--menunjukkan ada seseorang yang menempelkan bibirnya di sana dan berusaha menghapus jejaknya namun masih tertinggal sedikit. Malam berikut lagi, make up bibir tersebut kelihatan cukup jelas di kemeja ayahnya. Ayah berusaha keras menutupinya, namun berkat kecurigaannya di dua malam sebelum ini, Katya berhasil menemukannya.

Tepat tadi malam, sebelum Katya menjemput Lena dan mereka berdua akhirnya duduk-duduk di sebuah restoran cepat saji dengan Katya yang hanya memesan air putih.

"Bunda sendiri gimana? Gak ada gerak-geriknya yang mencurigakan?" Katya nanya balik, dan sesuai dugaannya, Lena menggeleng.

"Kayak biasa aja sih, nanti pulang cepet terus pergi lagi sorenya, kadang pulangnya jam lima. Gak ada yang mencurigakan, terus biasanya bunda langsung mandi dan ganti baju kayak biasanya juga. Maksudnya... tiap hari rutinitas bunda juga begitu kan?" Katya mengangguk setuju, dia mengedarkan pandangannya ke arah lain, sambil menarik napas dengan berat. Sementara Lena di hadapannya, masih mengunyah es krimnya--kali ini dengan agak lebih berat. "Eh, ngomong-ngomong, lo udah ada ide mau ngapain pas anniversary mereka nanti? Tinggal sembilan hari lagi lho."

Katya mengangkat kedua bahunya. "Jujur aja nih ya, kalau ternyata ayah beneran selingkuh... gue gak mau lagi ngelakuin ini," kata Katya lagi. "Gue akan diem aja sampai mereka cerai, gue gak mau juga ngelihat bunda harus terima-terima aja digituin demi kita."

"Kita kan belum yakin soal itu! Bisa aja cuman salah paham aja kan?!" Lena membantah, membuat Katya berdecak.

"Buktinya sebanyak itu, Galena!"

"Bisa aja itu... eh, parfumnya bunda? Bisa aja itu lipstick-nya bunda juga, kita kan belum tahu! Apa gak sebaiknya kita cari tahu dulu sambil nyiapin surprise di anniversary mereka nanti?" Ada ekspresi memohon di wajah Lena saat mengatakannya, membuatnya Katya mati-matian harus mengalihkan pandangannya ke arah lain agar tidak terpancing.

Ekspresi memohon yang Lena keluarkan selalu berhasil membuat tiga orang yang lebih tua di keluarganya itu bertekuk lutut. Ayah akan membelikan Lena apaan saja begitu melihat ekspresi tersebut, bunda akan melakukan apapun yang Lena minta, dan Katya akan membuang wajah lalu menuruti kalimat Lena. Ekspresi itu hampir gak pernah gagal, dan Katya harus membuatnya jadi gagal hari ini.

Ngomong-ngomong, dia yang gagal.

"Kalau ternyata ayah beneran sekingkuh dan kita ngelakuin ini... gimana perasaan bunda?" Katya nanya balik sambil menarik napas panjang. "Tapi ya... OKE OKE, kita coba dulu. Gue sebenernya berencana buat bikin mereka ngerayain itu berdua aja, me time di taman dekat perumahan kita yang dulu, inget? Dulu waktu kecil kan kita sering piknik di sana sama ayah dan bunda juga, tapi kali ini mereka berdua aja. Bunda yang masak—lo bilang aja mau makan apaan sama bunda, seolah-olah kita ikut juga. Gimana?"

Lena membuka mulutnya, lalu tersenyum lebar. "Genius! Waktu gue belum lahir, kata bunda, mereka sering ke taman juga buat me time kan? Tapi ketahuan lo dan lo sering maksa buat ikutan juga!" Katya berdecak mendengarnya. "Bagus-bagus! Biar mereka dapat momen waktu awal-awal nikah, iya gak sih?"

Katya & Lena's Secret Mission [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang