18 | Ketemu Ayah

56 10 0
                                    

18 | Ketemu Ayah

Bita menekan nama suaminya di ponsel, membuat panggilan masuk ke ponsel Ganendra sambil terkekeh menatap pintu kamar Lena—yang sekarang ditempati Katya—dan Lena sendiri yang kini sedang menonton sesuatu di laptopnya, tertawa. Perbedaan respon kakak-beradik itu membuatnya gemas, sekaligus sedikit merasa bersalah karena Katya sendiri pasti begitu mempedulikannya hingga bisa bertindak seenaknya begitu.

"Halo?" jawab suara di seberang sana, membuat senyum Bita semakin mengembang.

"Halo? Kamu di sana gimana?" tanya Bita, kemudian ketawa lagi. "Aku udah kasih tahu mereka."

"Kasih tahu ap—oh! Katanya nanti aja?"

Bita berdecak. "Ya itu, anak kamu yang pertama tantrum gitu, gak mau balik. Tapi setelah dikasih tahu tetap gak mau balik juga sih, sekarang dia ngurung diri di kamar. Kasihan." Bita gak mengalihkan pandangannya dari Lena, melihat gadis itu tertawa seceria itu entah karena suasana hatinya yang membaik atau emang tontonannya selucu itu, Bita gak bisa menebaknya.

Tapi yah, sejujurnya... itu cukup menyenangkan.

***

Katya menyelubungi dirinya dengan selimut, menahan diri buat gak teriak dan membuat bunda menggedor kamarnya. Dia berkali-kali memukul-mukul kasurnya dengan kesal sambil memaki-maki diri sendiri. Gimana bisa bunda setega itu mempermainkan perceraian di depan anak-anaknya? GIMANA BISA Katya berpikir bahwa itu salah ayahnya dan ayahnya—

Eh, sebentar. Katya terduduk di tempat tidurnya. Pertama kali dia menuduh ayahnya selingkuh....

Katya ingat ketika dia memeluk ayahnya dan mencium aroma yang tidak familiar di sana, masa iya itu bagian dari rencana juga? Jelas itu bukan aroma bundanya banget. Dia pengen nanya lebih lengkap soal kronologi memalukan ini, tapi dia pikir dia gak bisa mengontrol wajahnya agar tidak berubah warna menjadi merah ketika mengatakannya ke bunda, tapi....

YA OKE! Katya bertekad akan meminta maaf ke ayahnya kalau bunda bisa menjelaskan semua kronologinya dan kenapa ada aroma parfum asing di kemeja ayahnya. Dia kan gak akan menuduh ayahnya macam-macam tanpa bukti!

Katya bangkit dari posisinya, ragu-ragu ketika hendak memegang handle pintu sebelum akhirnya benda tersebut bergerak sedikit dan membuka, membuatnya hampir lompat hanya karena melihat wajah adeknya di sana.

"Kenapa?" Katya sebel banget, senyum Lena yang terlalu lebar seolah mengejeknya. "Besok pagi ayah mau ke sini—"

Katya buru-buru mendorong Lena minggir, kemudian menghampiri bunda yang kelihatan sedang bekerja memeriksa data-data yang Katya gak mengerti di tabletnya, beliau mengangkat wajahnya menatap Katya kemudian tersenyum. "Kenapa lagi, Sayang?" tanyanya lembut.

"Aku mau nanya—mau... sesuaiin cerita!" Katya duduk di hadapan bunda. "Aku mau beneran yakin kalau cerainya bunda sama ayah itu beneran cuman prank aja, bukan karena kalian mutusin buat balikan lagi!"

Lena mengangkat bahunya, tapi dia buru-buru masuk ke kamarnya dan sebelum Katya menyelesaikan kalimatnya, dia sudah ikut duduk di sebelah Katya. Gak mau ketinggalan.

"Awal mula aku nuduh ayah selingkuh itu...." Katya kemudian menceritakan semua yang dia ketahui. Parfum dengan aroma asing di kemeja ayahnya, bekas lipstik yang dia temukan di hari berikutnya, di kemeja ayahnya, di bibir ayahnya.

"Cuman itu doang bukti kamu?" tanya bunda sambil menggeleng tidak percaya, kemudian berdiri masuk ke dalam kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi.

"Lihat? Bunda gak bisa jawab!" omel Katya ke Lena seolah adiknya itu penyebab kemarahannya sekarang. Namun kemudian dia langsung berhenti bicara ketika bunda keluar dari kamarnya membawa botol semprotan yang lebih mirip pewangi barang daripada pewangi untuk tubuh, kemudian menyemprotkannya tepat ke wajah Katya.

"Begitu bukan wanginya?" tanya bunda mengangkat alisnya.

Katya berdecak kesal, dia kalah lagi. Sementara Lena di sebelahnya mengeriutkan wajah mencium aroma tersebut. "Kayak bau toko Arab," komentarnya kalem.

"Mungkin kemeja ayah gak sengaja kena waktu bunda semprot-semprot ruangannya pake ini," jawab bunda sambil meletakkan botol tersebut di depan kedua putrinya. "Sisanya bisa ditebak sendiri kan?"

Katya berdecak, kemudian menyenderkan kepalanya ke senderan kursi, wajahnya semakin memerah mengetahui bahwa dia salah.

"Dia masih ayah kamu, ayah yang kamu kenal dan kamu kagumi sejak kecil." Bunda berujar lagi, nada suaranya berubah menjadi lebih halus. "Bunda gak bakal ketawain kamu, serius. Karena yah... bunda tahu, ini salah kita karena isengin kalian, mungkin kita agak berlebihan isengnya. Kamu berusaha cari tahu kenapa kita pisah, dan ya... setelah tahu kamu mungkin kecewa sama ayah, pasti. Tapi sekarang kamu tahu itu gak bener kan, jadi...." Bunda menggigit bibirnya, agak takut-takut buat melanjutkan kalimatnya. "Jangan marah lagi sama ayah ya? Anak baik...."

Katya kesel karena kini bundanya berbicara dengan nada seolah Katya adalah anak berusia tiga tahun, namun akhirnya dia toh mengangguk juga.

"Anak baik, anak pinterrr, anak cantikkk!" Bita memeluk Katya dengan gemas, kemudian melepaskan satu tangannya, mengajak Lena untuk bergabung juga.

***

Badan Katya masih hangat keesokan harinya, dan Bita jelas tahu, Katya akan menginap di sini sehari lagi sesuai keinginan gadis itu, meskipun kali ini jelas alasannya bukan karena Katya yang malu buat bertemu ayahnya. Walaupun kalau dilihat dari kelambatannya dalam mengunyah sarapan, Bita tahu, Katya gugup. Katya bahkan menjatuhkan garpunya ketika terdengar suara ketukan dari arah luar rumah, menandakan bahwa ayah sudah datang....

Lena melambai ceria ke arah ayahnya, kelihatan terlalu bersemangat ketika sarapan dengan menu yang sering disebutnya hambar tersebut. Ayah menghampirinya sambil tersenyum, kemudian mencium dahi Lena dengan gemas dan mengunci tatapannya ke Katya yang kini menunduk.

Bunda berdiri di sebelah Katya, membuat Katya menoleh ke arahnya, berharap dibantu untuk bicara karena rasanya dia mau menangis karena gugup. "Ngomong lah," ujar bunda tanpa belas kasihan. Katya menggeleng, kemudian menunduk sambil menutup wajahnya, gak tahu menangis atau segitu malunya, tapi itu membuat ayah tertawa gemas dan kini menghampiri putri sulungnya tersebut dan memeluknya dengan erat.

"Anak ayah," bisiknya perlahan. "Jangan nangis dong." Katya membuka telapak tangannya, Lena bisa melihat semerah apa wajah Katya yang kemudian menyembunyikan wajahnya sekali lagi di pelukan ayah tanpa banyak bicara. Balasan pelukan itu jelas diterjemahkan ayah sebagai permintaan maaf Katya karena sudah menuduhnya.

Bita mencibir ke arah keduanya sambil tertawa dan menaikkan alisnya ke arah Lena. Jelas Lena gak bisa menahan bagaimana jantungnya serasa mau meledak karena bahagia. Orangtuanya tidak akan bercerai... ayah tidak selingkuh, dia akan kembali tinggal dengan kakaknya, keluarganya utuh....

Lena gak pernah tahu bahwa sesuatu yang terasa biasa-biasa saja sebelumnya kini terasa sangat menyenangkan hingga rasanya dia bisa meledak mengeluarkan confetti saking bahagianya.

***

harusnya dipublish kemaren, tapi ketiduran :(((

next pov nya labita yaa wkwkwk, see youuuuu

21.11 // 30 Agustus 2023

Katya & Lena's Secret Mission [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang