12 | Alasan untuk Marah
Lena terbangun dari tidurnya dan melirik ke sisi sebelah kanannya, melihat wajah damai Katya di sana masih tertidur dengan nyaman. Sementara itu, cahaya matahari mulai memasuki celah dari tirai berwarna putih yang berada di sana, menandakan bahwa matahari mulai menampakkan dirinya.
"Katya...," panggil Lena pelan, dia mulai mengguncang tubuh kakaknya ketika tidak ada respon sama sekali. "Katya, bangun... lo kan harus sekolah, bangung dong!" Tanpa menyerah, Lena terus menggucang tubuh Katya, hingga dia merasa kesal sendiri karena Katya hanya bergumam tidak jelas sebagai jawaban. "Ayo bangun, nanti telat, udah siang ini! Udah setengah tujuh!"
Awalnya Lena pikir, berbohong soal sekarang sudah jam setengah tujuh pagi akan membuat Katya akhirnya terbangun karena panik, tapi ternyata...
... gak sama sekali.
Katya membuka matanya, dia menatap Lena dengan mata sayunya yang belum terbuka sempurna. "Jam setengah tujuh... udah telat dong...," katanya kemudian. Lena mengangguk, masih berusaha membangunkannya. "Kalau gitu, ngapain sekolah? Orang udah telat, nanti juga dihukum...," lanjut Katya sembarangan, mulai membalik tubuhnya membelakangi Lena.
"Enggak! Enggak, masih jam enam kurang, KATYAAA. Ayo bangun, masih sempett, ihhh ayo donggg. Gue mau tidur lagi!" Lena mengguncang tubuh Katya sekali lagi, mulai merasa kesal. Kali ini Katya sama sekali tidak meresponnya, entah sama sekali tidak mau mempedulikannya atau emang udah tertidur lagi.
Lena mendengkus kesal. Kemudian kembali menidurkan tubuhnya. Sambil menarik selimut dan menutupi tubuhnya, dia bergumam, "Jangan salahin gue kalau dimarahin sama bunda pokoknya!" Kemudian kembali tertidur.
***
Setelah keributan kecil tersebut di pagi hari, Katya jadi yang pertama kali bangun, disusul oleh Lena setengah jam kemudian. Katya sedang asyik makan buahnya ketika Lena keluar dari kamar, kelihatan gak berdosa sama sekali habis bolos setelah jelas-jelas dilarang membolos oleh orangtuanya.
"Gak usah ngomel," ujar Katya sebagai ucapan selamat pagi. "Gue udah dimarahin bunda di chat." Katya menunjukkan roomchat yang jelas tulisannya tidak terbaca dari arah tempat Lena berdiri untuk membuktikan kalimatnya.
Lena berjalan gontai khas orang baru bangun tidur, ikut bergabung dengan Katya di sana, namun memilih untuk makan roti manis alih-alih buah seperti Katya. "Lo kenyang, sarapan gitu doang?" tanya Lena sambil menggigit rotinya. Mungkin setelah ini, dia juga bakal ikut diomelin karena sarapan dengan menu yang berbeda dengan Katya.
"Udah biasa sih," jawab Katya, mengingat betapa susahnya dia makan dulu. Kalau bukan karena bundanya yang pintar mengakali makanan super sehat supaya layak dimakan, sepertinya Katya kecil gak akan bertahan sampai sekarang.
Mengingat masa kecilnya, membuat Katya jadi mellow sendiri secara tiba-tiba. Dia ingat dengan memori anak kecil gemuk yang suka mengacau di dapur ketika bundanya sedang memasak kue ulang tahunnya, atau ulang tahun ayah, Lena, bunda sendiri, atau perayaan pernikahan keduanya dulu, hingga kue-kue kecil yang hanya untuk dicemil. Katya mengingat bagaimana bundanya menangis di pelukan ayah setelah Katya pulang dari rumah sakit—sesuatu yang Katya kecil tidak ketahui telah mengubah hidupnya—dan bagaimana bunda berusaha memberinya pengertian soal makanan apa-apa saja yang harus Katya makan dan tidak boleh dia makan.
"Nanti kita bikin cemilan lagi kok, oke?" Tapi cemilannya... rasanya berbeda.
Mata Katya berkaca-kaca secara tiba-tiba. Dia juga ingat pernah merengek ingin strawberry shortcake dan merasa bundanya tidak lagi menyayanginya karena tidak mau memberikannya kue seperti itu lagi.
Lena yang duduk di depan Katya membuat suasana hatinya memburuk, gadis itu menatap Katya dengan kaget lalu berujar, "LO NANGIS?!" dengan suara agak keras. "Eh... kenapa? Masa gara-gara kemaren?" tanya Lena lagi, kemudian terdiam. "Eh, iya... gara-gara kemaren ya... gue juga gak nyangka sih, ayah bisa begitu...."
Katya menarik ingusnya. "Gue udah blokir nomor ayah, paling enggak, hari ini dulu," ujarnya dengan suara aneh yang membuat Katya ingin mengutuk dirinya sendiri.
"Gue... enggak," ujar Lena sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mulut adiknya itu membuka, seperti hendak mengatakan sesuatu, namun menutup lagi. "Eh, nanti Tante Lunar mau datang... katanya, mau nginep di sini dulu sehari."
Tante Lunar merupakan kakak perempuannya ayah, beliau memiliki tiga anak dengan dua di antaranya anak kembar laki-laki yang kedua-duanya sedang berkuliah di luar negeri, sementara anak perempuannya hanya dua tahun lebih tua daripada Katya.
"Siapa yang kasih tahu lo?" tanya Katya balik sambil mengunyah makanannya lagi tanpa selera.
"Tante Lunar. Kayaknya ayah udah kasih tahu masalahnya ke tante makanya pada takut mau chat lo," ujar Lena lagi, tangannya bergerak meremas bungkus plastik dari rotinya lalu membuangnya ke tempat sampah. "Lo yakin gak apa-apa gak ke sekolah?"
Katya menaikkan bahunya dengan cuek. "Paling dimarahin bunda dikit," kata Katya tidak peduli.
Lena mencibir ke arahnya. "Terserah deh."
"Lagian bunda gak masalah juga sih, tadi di chat juga responnya cuman gitu doang. Bunda juga pasti udah tahu gue males ke sekolah sendirian," lanjut Katya lagi. "Gak bisa apa ya... gue pindah sekolah aja, tinggal sama bunda...." Katya menusuk-nusuk buahnya dengan kesal, matanya kembali berkaca-kaca.
Suara ketukan dari arah luar menyelamatkan Lena dari upaya menenangkan Katya—yang dia sendiri gak tahu gimana caranya—dan Katya yang terlebih dahulu berdiri untuk membukakan pintu menarik perhatian Lena. Celana pendeknya yang berwarna putih dikotori dengan bercak berwarna merah yang bisa jadi merupakan salah satu alasan kenapa Katya bisa sebegitu mellow-nya kemarin dan hari ini.
"Lo lagi mens?" tanya Lena sambil nyengir. "Sini, gue aja yang bukain Tante Lunar pintu, lo pake pembalut gih, ganti celana juga."
Katya memutar tubuh bagian atasnya dengan tangan memegangi celana, berusaha melihat bercak merah yang diberitahu Lena barusan, kemudian berdecak kesal. Lena bisa mendengar suara hentakan Katya disusul dengan suara pintu yang dibuka lalu ditutup, menandakan kakaknya tersebut sudah kembali masuk ke dalam kamar.
Lena nyengir sekali lagi. Kemudian membukakan pintu untuk Tante Lunar yang datang sendirian, membiarkan wanita itu masuk.
"Katya mana?" tanyanya kemudian.
"Di kamar, lagi ganti celana," jawab Lena.
Tante Lunar nyengir. "Ayah kalian tuh, panik banget karena kemaren kepergok. Aduh... emang kalian ini pinter-pinter banget sih," ujar Tante Lunar kemudian, sambil tertawa seolah itu merupakan sesuatu yang lucu. Dia membelai rambut Lena dengan gemas, lalu kembali berkata, "Hari ini kita jalan-jalan yuk? Bertiga aja, sekalian ada yang mau tante omongin soal orangtua kalian, tapi... eh, jangan bilang-bilang Gan—maksudnya ayah atau bunda, ya? Kalian disuruh jangan banyak main di luar soalnya."
Lena tersenyum tipis, lalu mengangguk. Tante Lunar masuk semakin dalam ke dalam rumah, memberikan komentar yang sama dengan impresi Lena sebelumnya. "Walaupun cuman sebulan, tapi sekecil ini banget?" Wanita itu lalu berbalik, mendengar suara pintu yang terbuka kemudian berujar lagi, sambil berbisik hingga hanya Lena saja yang bisa mendengarnya. "Jangan-jangan, orangtua kalian malah lagi berantem sekarang, gara-gara kalian...."
***
masih nungguin kaaannnn. dikit lagi tamat🥺🥺🥺🤙
see you on the next chapterrr!!!
22.35 // 30 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Katya & Lena's Secret Mission [COMPLETED]
Fiction généraleKatya dan Lena emang gak akur, tapi kehidupan mereka baik-baik saja, keduanya tumbuh besar melihat kedua orangtua mereka saling mencintai. Namun suatu hari, hal tidak terduga terjadi. Lena terbangun di tengah malam dan mendengar rencana perceraian k...