4

1.3K 86 4
                                    

Hamparan benda-benda berdebu di pojokan nyaris tak memiliki celah, bocah dengan pesawat kertas di genggamannya nampak bingung. Pasalnya Dunk sudah berjanji akan mengambilkan bola miliknya, tapi beberapa hari telah berlalu janji itu tak kunjung di tepati.

"Ckk... Bolaku dimana?" Tangan kecil meronta, menyingkirkan tumpukan beberapa barang kecil yang sekiranya masih bisa di angkut.

"Sean... Apa yang kau lakukan nak?"

Hati nya sedikit kaget, namun seketika wajahnya kembali netral. "Mommy berjanji akan mengembalikan bolaku, mana?"

"Ya ampun, Mommy lupa" Dunk tertawa lucu, meletakkan makanan yang baru saja dibelinya di atas counter table kecil. "Cari saja, pasti terselip disitu"

Dia acuh, membiarkan putranya berusaha sendiri. Sedangkan Sean mulai mencebikkan mulutnya kesal kemudian mengobrak-abrik lebih dalam. Hingga tangannya menyentuh benda karet yang tipis, hatinya mencelos sudah pasti bola itu kempes. Dia mulai membuka jalan, di tatapnya beberapa lembar kertas tipis meluncur keluar dari sebuah album reyot. "Apa ini?"

"Bagaimana? Sudah dapat atau belum?"

"Sudah, tapi bolanya kempes"

Dunk menunduk, wajah anaknya meredup. "Ya ampun, maafkan Mommy yah. Besok kita coba pompa bolanya, jika ternyata bocor kita beli yang baru lagi"

Sean mengangguk, wajahnya datar tak berselera. "Aku mau tidur duluan"

"Kita belum makan malam" sergah Dunk

Lelaki kecil itu menggeleng, entah mengapa dia merasa sangat bersalah, namun tak kunjung lega dia berlalu dari sana menuju tempat tidurnya.

"Baiklah, tidur yang nyenyak yah sayang. Nanti Mommy menyusul" suara nyaring itu masih terdengar, Sean kecil tersenyum.

Diam-diam di bawah jarinya dia membalikkan sebuah kertas cukup kusut, memperhatikan dua wajah lelaki disana. Sean menghela nafas, dia melipat kertas itu menjadi lebih kecil. "Mengapa Daddy-nya Zoo bersama Mommy-ku?"

.
.
.
.
.

"Aku baru pulang dari vihara"

"Pemeluk agama yang taat"

Tawa Dunk mengudara, rasa geli menerpa perutnya. Pasalnya Phuwin tak berhenti menggoda saat mereka menelfon, sepanjang jalan Dunk akan menatap kanan kiri memastikan kendaraan.

"Aku matikan panggilannya, aku sudah menuju ke sana"

"Cepatlah, bos akan memarahimu. Karyawan yang tak tau waktu"

Dunk terkekeh, dia memasukkan ponsel dikantong jaketnya. Pandangan lurus ke depan, otaknya begitu berusaha menahan gelombang pasang. Selalu saja hatinya tergoda dan merasa iri pada kebahagiaan orang lain, mengapa dia terus berjalan di atas garis takdir yang menyakitkan?

Tak tau berapa lama dia berjuang melawan kesakitan dari penghianatan yang diterima, sampai dia tak sadar serpihan-serpihan hitam beterbangan menutupi hatinya. Tak ada lagi perasaan simpati pada orang di sekelilingnya, dia nyata menghabiskan kasih pada seorang malaikat kecil sahaja.

"Dunk?"

Wajah manis mendongak, pria tampan perawakan tegap begitu antusias memandangnya. Sedetik Dunk menyergit, rasa tak nyaman timbul.

"Apa kau tak mengenalku?"

Bukan tak kenal, hanya lupa saja. Dunk menggeleng terus-menerus memperhatikan pergerakan pria itu, hingga akhirnya merona. "Dew?"

Belum ada sepatah katapun menjawab pertanyaannya, pria itu lekas memeluknya erat. "Kita bertemu lagi, aku sudah lama mencarimu. Terakhir kali kudengar berita kau pindah ke Hua Hin dan menikah, jadi kau sudah kembali ke Bangkok?"

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang