Sekuel

2K 128 32
                                    

Tepian meja di ruang tengah tersambar saat Joong hendak menarik lelaki manisnya, dia memeluk Dunk sangat erat dan menaikkan pria itu di pangkuannya. Dengan jelas dia bisa merasakan jantungnya berdetak di dada seperti mencoba keluar dari kulit. Napas Joong mulai menjadi lebih berat dalam prosesnya, bernapas dengan sangat cepat karena pelukan dan fakta bahwa dia telah memiliki seorang Dunk adalah kenyataan yang begitu luar biasa.

Joong memejamkan mata mencoba beberapa napas dalam-dalam untuk menenangkan hati. Tangan kekar memeluk lebih erat lagi. "Dunk... Terima kasih, sudah menjagaku dan putra kita... Aku sangat menghargainya. Aku benar-benar..." katanya dengan nada lembut sambil terus memeluk si manis lebih dan lebih. "Kalian adalah hadiah terindah dalam hidupku"

Dunk mengusap rambut legam dengan lembut dan kemudian menempelkan bibir mereka sembari memejamkan mata. "Joong juga, terimakasih telah mencintai kami dan menyusahkan diri"

"Siapa yang menyusahkan diri? Kalian begitu berharga untukku" si manis terdiam, Joong kembali menempelkan bibir mereka. sentuhan yang membuatnya merasakan kupu-kupu di perutnya, ini seperti berada di awan sembilan kala ciuman itu sangat intens dan penuh gairah.

Senyum kecil muncul di wajah tegas, dia memeluk Dunk lebih dekat. Bibir mereka masih bersentuhan dan Joong mulai menggerakkan bibirnya dengan tempo tenang, karena satu-satunya hal yang ingin dilakukan saat ini hanyalah mencium si manis. Ciuman dari bibir mungil yang candu dan nikmat.

Sekarang, segala sesuatu tampak begitu kabur dan begitu jauh, satu-satunya hal yang penting hanyalah dia dan Dunk, dia dan Dunk.

Tangan lentik begitu apik mengusap rambut Joong, dia melenguh pelan. merasakan sensasi ciuman yang mulai basah dan penuh gairah, Dunk menikmatinya dan ikut menggerakkan bibir mengikuti Joong.

Terlalu lama mereka terus berciuman, menggerakkan bibir secara harmonis bersama. Perasaan jantung berdetak begitu kencang, perasaan bahagia, perasaan gembira, perasaan cinta. Semua perasaan itu luar biasa dan memenuhi mereka dengan begitu banyak kebahagiaan.

Mata yang terpejam, hanya untuk fokus pada ciuman itu dan tidak ada yang lain.

"Chiko... Chiko... Cepat sini..."

Dunk melompat dari pangkuan Joong, dia berdiri tegap mengusap wajah menyambut kedatangan putra kecil meraka di ruang tengah. "Sean, sudah pulang kelas bimbel?"

"Iya, tadi paman menjemput. Mommy, Chiko Sudah makan?"

"Sudah sayang, dia makan lagi sore ini"

Sean mengangguk saja, dia menggendong kucing menggemaskan itu menaiki sofa duduk tepat di samping ayahnya. "Daddy kenapa? Berkeringat begitu?"

Joong menelusup kan wajah ke bantal sofa, dia mengerang frustasi "Sean jahat sekali pada Daddy"

"Hah? Kenapa?"

Dia menatap putranya, kilauan berbinar dari mata malaikat kecil sangat penasaran. Tiap detik menatap semua ini membuat nya semakin yakin, bahwa hidupnya telah lengkap. "Sini, berikan Daddy ciuman sayang"

Aroma keju panggang, roti selai dengan coklat meleleh dari arah dapur. Joong merasakan lembut pipi dari sosok kecil tampan, sekilas Sean mengecupnya kemudian berlari heboh bersama Chiko ke arah dapur. "Mommy membuat roti yah?"

Joong tersenyum kecil, membalikkan tubuh di atas sandaran sofa kepalanya tertakup. Hari mulai petang, cakrawala penghujung menemani matahari terbenam. Sinar jingga menembus pintu kaca di sebelah ruang tengah, Malaikat kecilnya berlari mendekat sembari menenteng roti.

Kisah kecil seperti diambil langsung dari buku roman klasik, Ini benar-benar terasa seperti momen yang diambil dari waktu. Joong menarik napas dalam-dalam dan hanya melihat pemandangan hangat kala putra kecilnya memakan roti ditemani cantiknya sosok manis yang tertawa bahagia.

Waktu sulit dengan segala kekuatan dan kesakitannya menjelma menjadi metafora indah begitu menyenangkan untuk semua momen ini, cinta yang mengelilingi mereka. "Dunk... Ayo tetap hidup seperti ini, maafkan aku telah mengacaukan keluarga kita" Katanya dengan nada bicara bersalah.

Takjub sekali, Dunk mengusap lembut rambut Joong tanpa beban dan kebencian sama sekali. "Semuanya telah berlalu, apapun kisah yang pernah terjadi di masa lalu tak penting lagi, penghujung cerita hanya aku dan kamu"

Orang-orang tau apa?, Bertahun-tahun yang lalu kesakitan di laluinya. Namun hati itu kembali terbuka, apa itu kebodohan? Atau ketulusan perihal cinta. Sejuk angin semilir meniup gorden pintu dan jendela kaca, harum aroma panggangan roti masih menyeruak di antara sudut ruangan.

Tahun telah berganti menimang takdir dalam duka, dan hari ini Dunk tau kesakitannya tak pernah mendambakan obat. Satu hal yang pasti, kehangatan dan suka cita yang tersuguh kini merenggut kenangan menyakitkan di masa lalunya.

"Apakah roti buatan Mommy-mu, enak nak?"

Gemericik tawa menggelung di antara ketiganya, Sean mengacungkan jempol sangat semangat. "Ini adalah yang terenak"

Dibelakang punggung si kecil, Joong mengusap wajah manis dambaan hatinya. Begitu cantik diterpa sinar penutup cahaya mentari, dia kembali tersenyum. "Dunk, ayo sini peluk aku"

Dunk menyamankan diri dalam pelukan, Chiko mengusak pada si tuan muda kecil yang menggigit roti. Sontak Joong dan Dunk tertawa, jemari kekar menyisir rambut si manis, Dunk memejamkan mata.

"Darimana datangnya Malaikat ini?" Ujar Joong menatap Sean yang asik mengunyah roti berbagi pada kucing menggemaskan. "Hal yang paling ku sesali dalam hidupku, adalah melewatkan perkembangan anak kita"

"Tapi lihat dia sekarang" cicit Dunk semakin menyamankan pelukan "dia telah menjadi salah satu malaikat terbaik di antara ribuan malaikat dari pasangan lain, dia telah dewasa dibandingkan kita berdua. Joong.. jika kau bertanya siapa yang paling sakit karena tragedi bertahun-tahun lalu, maka Sean adalah orang itu. Dia menanggung kesakitan jauh lebih banyak dibanding aku"

Joong menunduk dalam, air mata kembali mengucur deras. Wajah sang istri di usapnya penuh kasih sayang, "Sean sangat hebat, kau juga hebat. Hanya akulah yang pecundang, dan aku mohon izinkan aku mengakhiri kisah kita dengan bahagia"

Matahari terus menghilang, sinar lampu pembuka malam mulai bersinar. Lampion jingga melayang di udara, tepat di depan meja masih memakan kudapan, Sean menyergitkan dahi kala sinar jingga nyaris seperti pelita memantulkan cahaya di meja kaca.

"Selamat ulang tahun, Sean Chaow Aydin"

Dia termangu, masih dengan roti yang sudah tergigit di tangannya. Pemuda kecil berlari kencang menubruk tubuh dua pria yang lebih tua, dia terisak hebat. "AKU MENCINTAI KALIAN"

Joong menatap sang anak, mencium keningnya dengan sayang "kami mencintai mu nak, jadilah dewasa dengan baik"

"Suatu saat, jika kau besar nanti kau akan paham segala hal yang kami perselisihkan. Tapi Mommy mohon, jangan pernah jatuh" Dunk menakup wajah putra kecilnya. "Maafkan kami, kami telah membuatmu menerima banyak penderitaan"

Sean menggeleng pelan menggigit bibirnya, "lalu terima kasih, terima kasih telah memutuskan untuk bersama kembali, kalian membuat hidupku begitu berarti"

Joong tertawa pelan, membawa keluarga kecilnya dalam pelukan hangat yang panjang. Lampion beterbangan di udara, atap rumah sangat tinggi. Wanita paruh baya di sudut ruangan tersenyum kecil, terus menaikkan satu persatu lampion menyinari keluarga itu. "Dari awal hingga akhir doaku terkabulkan, tuhan terima kasih atas ketetapan takdir ini. Keluarga mereka telah berakhir bersama"

.
.
.
.
.
.
.

ENDING

SEKIAN, CERITANYA AKU TUTUP.

sampai jumpa di cerita Joongdunk yang lain, aku bakal usaha buat menyuguhkan cerita yang lebih baik lagi, mohon support nya💛

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang