17

1.1K 80 8
                                    

Malam suntuk begitu sunyi, bunyi jangkrik di tepian jendela terdengar nyaring. Dunk masih sibuk menata perlengkapan sekolah anaknya di dalam tas, dan terlihat di ceruk ruangan lelaki kecil duduk nyaman membaca buku.

"Besok Mommy akan pulang terlambat, tidak masalah kan bersama paman Louis dulu?"

Sikap tubuh anaknya seperti tak nyaman, terbukti lelaki kecil itu menyilangkan kaki. "Mommy selalu seperti itu tiap hari, belakangan selalu telat"

"Ada perkejaan yang biasanya tidak bisa ditunda"

"Setiap hari?"

"Ayo kita tidur, sudah terlalu malam"

"Mommy mencintai paman Dew?"

Dunk menatap lamat putra kecilnya, itu tidak sepenuhnya benar. Dan dia sendiri tak paham dari segi apa anaknya menilai, namun pada akhirnya lelaki manis itu hanya menghela nafas panjang. Aroma angin berderak-derak di jendela berganti, keduanya bungkam dengan tatapan terkunci.

Sedari awal niatnya bukanlah menimbulkan cinta di hamparan jalan hidup, namun semakin lama menimang dia memutuskan untuk mencoba. "Jika Mommy menghadirkan orang baru dalam keluarga kita, apa Sean keberatan?" Dunk menatap anaknya, dia tak bisa membayangkan respon apa yang akan lelaki kecil itu berikan.

"Apa Mommy bahagia jika kita menghadirkan orang baru?"

Bukan dalih untuk kefasikan, berlari dari kenyataan pahit. Saat otaknya mengukur rasional, dia mengangguk mantap. "Paman Dew lelaki yang baik, Sean suka kan?"

"Ohh... Paman Dew?" Putranya mengangguk samar "Apakah Mommy ingin diramal olehku?"

"Bukankah Sean tak percaya ramalan?"

"Ramalan adalah cara untuk memberitahu diri kita apa yang sebenarnya sudah kita ketahui, bukan perihal masa depan. Ramalan adalah tentang koreksi diri di masa lalu"

Apa yang perlu dia takuti? Hamparan hidup mulai memberi gerbang tempat berjalan ke arah yang jelas, Dew berjanji akan menggenggam tangannya dalam kesulitan. Menerima sang anak dengan sepenuh hati, dan menaungi mereka dalam lautan kasih sayang. Dia ingin sendiri lebih lama, namun seketika harus tersadar bahwa hidup hanyalah sekumpulan pola dasar sama yang memiliki perubahan di tiap peradaban.

Rasa takut akan kehilangan, rasa takut akan kematian tak bisa hilang. Menimbun gelora hatinya membelakangi orang yang dia cintai, demi takdir yang menurutnya lebih rasional.

"Apa yang harus Mommy perbaiki?"

"Satu dunia tak mungkin menawarkan kisah yang sama, sangat banyak sampai terkadang kita belum bisa memimpikannya" Sean kecil mengangguk yakin, tangan Dunk masuk dalam genggamannya. "Jika masih ada keragu-raguan dalam hati kita, sebaiknya berhenti"

"Tapi Mommy sudah yakin" nada suaranya parau, penuh kesakitan.

"Mommy adalah yang paling berharga, dan setiap keputusan yang Mommy buat adalah jalan hidupku. Aku akan ikut, dan selamanya akan mengikut saja"

.
.

Paginya, dengan setelan baju yang sudah rapi membungkus tubuh mungilnya, Sean membuka pintu mobil yang menjemput mereka. Paman Dew tersenyum simpul penuh perhatian, dia membalas senyuman itu tak kalah riang.

"Sean sarapan apa tadi?"

Wajah tampannya nampak mengingat. "Sekotak susu, roti coklat, Dan sedikit sosis Mozarella"

"Masakan Mommy-mu enak yah?"

"Iya, enak sekali"

"Aku jadi ingin mencobanya"

Sean memalingkan wajahnya keluar jendela, lelaki manis mendekati mobil memasuki pintu tepat di samping pengemudi. "Paman tak usah khawatir, sebentar lagi kita akan sarapan bersama"

"Aww... Kau menggodaku?" Dew menginjak pedal gas mobil, kendaraan perlahan keluar dari wilayah itu. "Menurut Sean apa paman sudah cocok menjadi ayahmu?"

"Cocok"

"Ckk... Kau pintar sekali menggodaku"

Tawa kecil terdengar oleh Dunk dari depan sana, menyambung kedua orang dewasa mengobrol lebih jauh. Sean diam dengan seutas senyum kecil menunjukkan kegembiraan, kegembiraan yang hambar.

Pantulan kaca jendela mobil memperlihatkan wajahnya, kekosongan raut tak nyaman serta tanda tanya besar menyergap hati. Rasanya ingin berlari dari situasi ini namun entah mengapa ketidakpatuhan menjadi hal yang tak akan pernah dia lakukan, janjinya pada Joong sudah tertaut.

Segala hal yang tidak Dunk senangi akan mereka singkirkan, dan Joong termasuk didalamnya. Helaan nafas terdengar sudah lelah berpikir, suntuk hatinya dengan bahu yang mulai bersandar.

"Sudah sampai"

Di tengah senyuman riang penuh kegundahan dia turun dari mobil, Sean mengangkat tangannya dan melambai. Ekspresi tak nyaman disembunyikan dibalik wajah tampan, dia enggan membuat Dunk berfikir jauh lebih rumit.

Hingga saat kendaraan melaju meninggalkan gerbang sekolah, dia menunduk dalam menyeret kaki memasuki gerbang sekolah.

"Louis, bisa aku meminta tolong?"

Build menggenggam benda persegi ditangannya, sembari menatap lurus ke arah depan.

"Ada apa phi?"

"Hari ini, aku akan menjemput Sean cukup malam, biarkan Joong membawanya untuk terakhir kali"

"Khab..."

.
.
.
.
.

"Sean tampan sekali hari ini" ada semacam keriangan dalam nada bicara pria dewasa dihadapannya, "sayangnya, ketampananmu hampir tertutup karena wajah murung"

"Daddy... Mommy akan menikah"

Joong mengeluarkan topi flanel kecil berwarna hitam dengan gaya tanduk kecil di atasnya. "Pakai ini yah, kita berkeliling taman hiburan, bukankah hari ini Mommy-mu terlambat pulang?" Sikap santai yang nampaknya sudah dia pelajari untuk menutupi rasa sakitnya yang dalam, dia ikut memakai topi flanel hitam yang sama.

"Daddy... Kita tetap akan bertemu, kan?"

Sebuah senyuman lebar mengayunkan tangan dengan kuat mengangkat putra kecilnya masuk dalam gendongan, kedua lelaki berbeda umur menaiki mobil pergi dari sana.

Lemah sekali, dia hancur di dalam dirinya, namun berusaha tetap mendirikan tameng melindungi kesedihan didepan sang anak. Gedung-gedung tinggi terlewati tanpa respon dari Sean sama sekali, lelaki kecilnya diam hanya menatap sebuah lipatan pesawat kertas diapit oleh jemari.

"Tak usah khawatir yah" suara parau dan lembut "kita tetap akan bertemu, selama Daddy tak melewati batas dan tak menampakkan diri didepan Mommy-mu, semuanya akan baik-baik saja"

"Baiklah, aku percaya"

"Tegakkan bahumu nak" Joong tersenyum di ujung bibirnya, dapat dengan jelas merasakan kesedihan yang sama.

"Aku menyayangimu, lebih dari semua yang pernah kukatakan. Aku benar-benar menyayangimu"

Apakah semua penderitaan ini kesalahannya? Bahkan untuk dibersihkan rasanya tak bisa lagi, kesunyian dalam dirinya semakin dalam. Cinta, mengelabuhi hati. Seandainya ada saat yang berharga, maka detik ini adalah akhirnya.

Sosok lelaki kecil ini adalah salah satu kelemahan Joong apa ini sudah takdirnya? Setiap malam terus bermimpi hal-hal yang hebat, namun tuhan membuatnya tersungkur melihat kenyataan.

Di seberang jalan, sebuah poster besar menjuntai menuruni gedung tinggi. Seperti gambar anjing laut dan kawanannya, Sean menempelkan jemari di kaca jendela. "Daddy..."

"Iya nak..."

"Ayo kita menjadi anjing laut saja, seperti di poster itu" Joong mengangguk tersenyum meskipun hatinya teriris, "mereka lengkap, sekeluarga. Sean juga mau begitu, menjadi keluarga yang lengkap. Ada Daddy, Mommy dan Sean sendiri"

"Mau melihat anjing laut dan keluarganya?"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang