22

1.4K 111 2
                                    

Hamparan rumput bergelombang indah, aroma tumbuhan menyeruak. Bukit kecil di bagian kanan kiri menjulang pendek, Dunk tersenyum kecil memeluk putra tampannya yang hampir terlelap dalam pelukan.

Mata si manis meredup, merasakan sepoi-sepoi angin menerpa rambutnya. "Sudah lama sekali" nada suaranya begitu hanyut "aku datang sekali lagi, bersama putraku"

aroma getah tumbuhan yang sama sejak terakhir kali dia kemari, rumput memanjang bertambah asri. udara bersih dari rindang pohon tak pernah berubah. memandang di kejauhan menepikan harapan, langit suram menggelegar tipis di permukaan awan.

Lelaki kecil menepuk dadanya dengan mata sayu. "Mommy... Kita terlalu lama disini, ayo pulang"

Dunk mengangguk, mulai berdiri hingga berjalan beriringan dengan jemari tertaut bersama buah hatinya. Mimpi kemarin adalah kesakitan tak berujung, kini dia terbangun mendapati kenyataan jauh lebih melegakan.

Halte bus tua yang ada disana menjadi kenangan indah tersendiri, bus dari arah barat datang menjemput. Tangan keduanya masih bertautan nyaman, Dunk menyandarkan kepala di jendela menatap hamparan rumput hijau tempat pertama serigala kecil di serahkan.

"Mommy, apa kita akan bertemu nenek?"

"Iya sayang, jangan lupa ucapkan salam dengan baik pada mereka"

Hua Hin kota indah menyimpan ribuan memori menyakitkan kembali di pijaknya, janji terakhir dia akan kembali ke tempat ini akhirnya terlaksana. Dia akan membuat putra kecilnya berjumpa dengan ayah dan ibu serta adiknya.

Kenyataan bening berputar tanpa suara, memutari hidup orang-orang seperti bongkahan bola. telah sampai di ujung waktu, Dia melewati kepahitan, putus asa, dan kebahagiaan hambar secara bersamaan. Melawan segala macam kemungkinan demi anaknya, dia berjuang sampai di penghujung kisah hari ini.

Setengah jam lebih, bus berhenti di halte tengah kota. Kedua tangan lelaki berbeda umur kembali tertaut, menuruni bus mereka menatap kanan-kiri. "Tunggu yah sayang, pesanan taksi kita akan datang"

Cukup berselang lima menit, taksi dari arah berlawanan berhenti di sisi jalan. Dunk menunduk memasuki mobil bersama sang anak, dengan tujuan akhir rumahnya.

Udara menyenangkan, pertama kali dia ada di kota ini sejak bertahun-tahun yang lalu. Nampak Sean cukup girang menelisik pemandangan di luar jendela, anaknya tumbuh dengan baik mirip seorang lelaki yang telah banyak menciptakan luka sekaligus cinta dalam hatinya.

"Mommy, lihat disebelah sana ada poster anjing laut"

"Menggemaskan sekali"

"Mommy... Kita harus pergi melihat anjing laut"

Dunk mengangguk dengan tawa cerah, di tengah perjalanan cukup menyita waktu putranya tak berhenti berceloteh. Anak-anak kecil berlarian di pinggiran jalan memasuki kompleks, setengah mengamati Dunk jauh lebih fokus ke lelaki kecil. Hingga sampai di depan rumah cukup besar kontras dengan warna putih keduanya turun dari mobil, beberapa di antara jejaknya di tempat ini mengingatkan lagi tentang bayi mungil dalam gendongannya.

"Cucuku..."

Dunk terhenyak, wajah ibunya nampak sangat lusuh dan tua dibanding terakhir kali. Maklumlah kini dia bercucu.

"Ya ampun, cucuk kakek"

Menyusul seorang lelaki tua mendekati anaknya yang cego, Dunk tersenyum hangat.

"Heh, ini keponakanku yah? Masih kecil di banding aku" suara lelaki yang berumur lebih dewasa dari anaknya ikut menghambur, "woah... Dia lebih tampan, siapa namamu bocah?"

"Daniel... Ckkk, bicara yang sopan" nampak Lelaki itu mencebik "dia bicara terlalu ceplas-ceplos, sejak bergaul dengan anggota clubnya dia jadi sering keluar" sontak Dunk tertawa pelan.

"Aww... Ibu mau aku jadi anak kudet tinggal dirumah seharian?"

"Sudah... Jangan cerewet lagi" wanita paruh baya memangku cucunya dengan sayang "Sean, ini nenek... Dan ini kakekmu, nah ini paman mu"

"Hai kakek, hai paman"

"Hai nak... Kau benar-benar tampan"

"Woah... Aku tak percaya wajahnya setampan ini, padahal Hia tidak tampan"

"Dungu..." Dunk mencubit lengan adiknya tak manusiawi. "Ayahnya tampan, jadi dia ikut tampan"

"Sean mau makan apa? Biar nenek masakkan"

"Ibu... Tidak usah, biarkan dia tidur dlu. Perjalanan dari Bangkok terlalu melelahkan"

"DADDY...."

Dunk membalikkan badan, anaknya berlari riang memeluk seorang lelaki yang baru saja muncul di ambang pintu.

"Woahh..." Daniel berjalan mendekat, kemudian menatap berbinar pada paper bag di genggaman pria itu "ini apa?"

"Ini untuk Daniel, kata Dunk kau suka sekali bermain video game yah"

"Bingo... Aku merestui mu kakak ipar, salam hormat" Daniel menyambar paper bag itu kemudian berlari kencang ke kamarnya.

"Maaf yah, aku terlambat... Sedikit kesulitan mengurus kepindahan dari  pabrik di bangkok" Joong menoel pipi anaknya, kemudian menunduk hormat pada kedua orang tua Dunk. "Salam ayah, ibu..."

"Bagaimana kabarmu nak?, Sudah berapa lama sejak terakhir kali?"

Joong melirik pada Dunk dan anaknya, sekilas mata lelaki itu menyiratkan rasa bersalah begitu dalam. Jika di ceritakan, ratusan kata tak akan melukiskan sakitnya, jika di uraikan ratusan lembar tak akan bisa menuliskan bahagianya. Jemari mungil menyentuh wajah, sang anak tersenyum riang adalah kesempurnaan yang sepatutnya tak pantas ia dapatkan.

Kini dia paham, perihal cinta dan kasih sayang. Tentang tuhan yang menghamparkan jalan berliku menuju kebahagiaan, dia belajar tanda khayalan dan godaan hanyalah sebatas sinar lampu mercusuar, Menerangi satu sisi namun menggelapkan sisi lainnya.

"Lanjutkan keluarga kecil kalian, anggaplah hari itu tuhan sedang memberi cobaan. Kini kalian kuat kan?, ayah harap lebih siap untuk sesuatu yang lebih besar kedepannya"

.
.
.
.
.

"Ibumu ada didalam"

Joong mengangguk, dia memeluk ayahnya erat sedang lelaki kecil yang sejak tadi ada di sisinya menunduk hormat.

"Cucuku sudah besar" Sean hanya menyamankan diri saat masuk dalam pelukan lelaki paruh baya, dia tau lelaki tua ini adalah sang kakek, Jagoan Daddy-nya. "Sean Chaow Aydin, cucu kakek yang tampan. Benar-benar rindu"

"Apa yang ibu lakukan?"

Ayah Joong menghela nafas panjang, menyempatkan diri mereka duduk bersebrangan di sofa. "Sejak kau pergi ke Bangkok, dia jadi sering sakit. Lebih tepat sakit karena merindukan cucu dan menantunya"

"Tapi, aku membawa Dunk dan Sean kembali"

"Humm... Sean disini dulu yah, kakek akan memanggil nenekmu"

Ketiganya duduk tenang di ruang tamu, Dunk menatap sekitar penuh rasa de javu tempat memadu kenangan manis tak pernah berubah. Aquarium kecil diatas rak dengan deretan toples kaca kini kosong tak berisi, dia jadi rindu.

"Dunk..." Seperti yang dia duga, wanita paruh baya begitu kurus menghampiri dan memeluknya. "Nak... Kenapa lama sekali, ibu benar-benar rindu pada kalian"

"Maafkan Dunk..."

Ibu Joong mengangguk dengan air mata tak berhenti, dia mulai menunduk menyaksikan wajah tampan cucunya. "Ini dirimu Joong, benar-benar dirimu" rengkuhan kuat pada sang cucu membuat Sean menatap lamat wajah Daddy dan Mommy-nya yang tersenyum haru.

"Nenek..."

Lantai keramik dingin tak berasa lagi, dia mengusap wajah Sean sangat takjub. "Sean mau makan apa?"

"Sean sudah kenyang nenek, tadi dirumah nenek yang lain makan banyak sekali"

Ibu Joong tak bisa membendung lagi tangisan haru, tahun-tahun berat terlewati, kini sang cucu ada dalam pelukannya. Tak ada yang lebih membahagiakan dibanding ini. "Anak pintar, makan yang banyak yah agar cepat besar"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻

Otw END 😋

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang