14

1.1K 81 5
                                    

"paman, ini handuknya"

Joong mengangguk pelan, sebelah tangan mengambil kain katun itu. Kepalanya terus menunduk, dan paham betul Sean ikut sesal mengamatinya.

"Paman, keringkan kepalamu dulu"

"Iya, aku akan melakukannya"

Sean perlahan meletakkan secangkir kopi di atas meja mini, dia ikut duduk bersebelahan dengan pria dewasa itu. "Silahkan diminum"

"Terima kasih" jemari mengikuti garis spiral di cangkir yang berwarna putih, ada rasa tercekat di tenggorokannya. "Apa Sean membenci paman?"

"Tidak, aku tak pernah membenci siapapun"

Seperti Anak bebek di permukaan air membelah padang rumput berawa, bagaikan pelita membawa sinar terang di kegelapan. Anaknya hidup sangat baik dengan didikan yang luar biasa, Joong menggenggam tangan kecil itu.

"mohon maafkan paman"

"Apa paman merasa pernah menyakitiku?"

"Tentu saja"

Sean tersenyum polos, sangat menyedihkan. "Tidak paman, aku tak pernah merasa sakit"

"Sean suka roti kismis?"

Sean menyergitkan dahi, terlalu tiba-tiba pertanyaan tak penting. Hingga tangannya menyentuh bahu pria tegap itu, mata kecilnya membulat. "Paman alergi roti kismis juga?" Ada keingintahuan dalam nada suaranya.

Langit berubah semakin gelap, Joong terhenyak. Tangannya sontak menarik Sean masuk dalam pelukan, dan menangislah dia sejadi-jadinya. "Jangan pernah memakan roti kismis, Biarkan Mommy-mu memakannya sendirian. Jangan pernah ikut memakan roti kismis dengannya, sekalipun kau sangat penasaran"

Dunk yang baru selesai mengganti pakaian ikut duduk dia atas lantai kayu, wajahnya suntuk. Menyaksikan kedua lelaki berbeda umur berpelukan erat, dia hanya diam tak mengganggu. Masalah lama nyaris merenggut nyawanya, karena kebencian dia hampir mati dibawah kubangan takdir buruk.

Tak terlupakan begitu lama memori menyakitkan menetap, tidak... kesakitannya tak akan tertolong. Lebih buruk lagi, kini dia harus menerima kenyataan bahwa semuanya harus berakhir. perlahan Dunk mulai membalikkan badan sang putra agar terlepas dari pelukan ayah kandungnya, hal ini cukup menyakitkan hati.

"Sudah waktunya tidur, katakan selamat malam pada paman Joong"

"Selamat malam, paman..." Sean cukup mengerti, pria kecil itu melangkah duluan menaiki perapian di dalam pembatas ruangan.

"Kau bisa pulang sekarang"

"Pembicaraan kita belum tuntas"

Dunk mengangguk paham, dia memperbaiki posisi duduknya. Sangat serius wajahnya menatap pria itu, kemudian menunduk sopan. "Ini yang terakhir, aku mohon ini yang terakhir. Tinggalkan kami, kita sudah bicara banyak, kita sudah bertemu terlalu sering, dan aku rasa sampai disini saja sudah cukup"

"Dunk... Aku akan memperbaiki segalanya"

"Itu sudah bertahun-tahun yang lalu, mengapa baru datang sekarang?" Dunk menatap seakan menuntut penjelasan. "Setiap malam aku akan terbaring dan terjaga berkali-kali, namun hanya dengkuran kecil yang kudengar. Kadang aku mengantuk hingga kelopak mataku berkunang-kunang, aku menunggumu datang mengetuk pintu"

Terbangun, mengantuk, terjaga kemudian bermimpi lagi. Sosok lelaki yang menjanjikan cinta untuknya tak pernah kembali.

"Dan akhirnya, Sejak saat itu, aku memutuskan untuk berhenti berharap" dia berkata sambil merenung "kau tidak akan pernah datang, karena kami bukan bagian dari kebahagiaanmu lagi"

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang