6

1.3K 97 17
                                    

"yakin mau sekolah hari ini?"

Sean mengangguk semangat, memar masih kentara di sekitaran wajahnya. "Sudah lebih baik, karena obat yang Mommy berikan semalam. Sangat ajaib"

Dunk menunduk dalam tanda menyesal "maafkan Mommy yah, semalam benar-benar kacau"

"Tenang saja, okay?" Yang lebih muda menampilkan deretan gigi putih, menakup wajah manis kesayangannya dan mengangguk yakin. "Jangan bersedih lagi yah, cintanya Mommy ada disini" Dia bersungut seakan menunjuk dirinya, lalu tersenyum manis dan menciumi ringan pipi Dunk. "Sampai jumpa lagi, jangan terlalu lelah bekerja"

Setengah tak percaya akan kata-kata itu, Dunk menggesekkan hidungnya dengan sang anak. "Apakah kau sudah sangat percaya diri menjadi orang dewasa? Humm?"

"Aku selalu siap jadi pelindung Mommy, tak usah takut"

Sejak saat itu, dia merasa tenang. Ledakan emosinya tertutup tameng kecil, dia berdiri kemudian melambai bahagia. "Mommy berangkat kerja dulu"

"Hati-hati di jalan"

Dunk mengangguk kemudian berbalik badan menatap seberang jalan, persis didepan tempat berdoa. Dia melamun sebentar, matanya bergerak tak nyaman.

"Aku tak akan berdoa lagi sebelum kau mengabulkan permohonanku semalam, hingga kau mengembalikan kesakitanku pada mereka, aku baru akan kembali mengapit garu dengan pujian terbaik"

Dia menghentakkan kaki berjalan di trotoar dengan dagu terangkat, berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan dalam dirinya adalah pilihan yang terbaik.

.
.
.
.
.

"Rasanya perih"

Nuea bergidik, tangan kecil terus mengusap tanda bekas kemerahan di pipi sang sahabat. "Jangan makan kismis lagi"

"Humm, rasanya menyakitkan"

"Lalu mengapa Mommy-mu membeli roti kismis jika kau alergi?"

Sean mengangkat bahu, tangannya mengusap lengan "sepertinya mommy-ku suka roti kismis, tapi entah mengapa aku alergi. Kata Mommy, aku mirip dengan Daddy-ku"

"Kau punya Daddy?"

Sean menatap kosong, dia tak tau pasti tentang semalam. Mungkin saja meracau tak jelas, dia takut menyimpulkan.

"Nuea.. aku punya pesawat terbang otomatis" pembahasan keduanya belum selesai, suara gaduh tiba-tiba mengganggu mereka. Itu Zoo, dengan sangat bangga memamerkan pemberian orangtuanya. "Ayo Nuea, main denganku"

"Aku tidak mau"

Sean menghela nafas, dari duduknya dia menatap Zoo yang sudah tersulut emosi.

"Kenapa sih main dengan Sean terus?, Dia tak memiliki apapun untukmu"

"Suka-suka aku lah, tukang atur"

Seperti yang dia duga, Nathan pasti menatapnya sinis. Sean berdiri berusaha merelai mereka dari perdebatan. "Sudah yah, jika kau memang ingin mengajak Nuea bermain ajak dia baik-baik, jangan menghina orang lain. Dia tak suka"

"Anak miskin, diam"

"Bangsat, kau menguji kesabaran ku Zoo" Nuea menarik lengan temannya itu dengan kasar hingga terhempas ke tanah, Sean panik.

"Sudah.. sudah ya ampun"

Zoo berdiri dengan wajah memerah padam, tanda bahwa dia benar-benar marah. "Kau berani padaku hah?"

"Apa? Kau mau apa?" Tatapan mata Nuea menusuk dan cemberut. "Aku sudah memperingatkan mu, jangan macam-macam dengan Sean"

"Tidak punya Daddy, menyedihkan... Kau tidak punya Daddy kan?" Sean meneguk saliva, tangannya terkepal kuat. "Kata Mommy-ku kau anak buangan"

Tepat hampir di depan gerbang, Nuea terus mendorong Zoo sangat antusias. Lelaki kecil dengan tubuh berisi memundurkan badan, dia agak ragu melawan Nuea.

"Kau jahat, benar-benar jahat" maki lelaki kecil manis,

"Dia memang anak buangan"

"Nuea hentikan" Sean meronta kuat, berusaha meringsak di tengah-tengah temannya, gerbang sekolah mereka tepat di pinggir jalan. Dan tak satupun dari mereka menyadari benar-benar telah keluar dari kawasan sekolah, Sean menarik nafas panjang. "HENTIKAN..."

"dia menghina Sean,..."

"Nuea sudah"

Nafas mereka terengah-engah, Zoo menarik kerah baju Sean menatap nyalang bagai hewan buas tak terima di permalukan. Dengan kasar mendorong Zoo hingga terhempas di pinggir jalanan aspal, mereka bergelut heboh namun Sean hanya berusaha menghindar dari pukulan.

Nuea berlari histeris ke dalam gerbang. "TOLONG, MEREKA BERKELAHI"

Sean kewalahan, tangannya mencengkram kuat pundak Zoo. klakson mobil berirama kan suara panik dari pengendara terdengar, mobil sedan dari arah kanan mendekat. Sean mendorong temannya ke sisi yang lebih jauh dengan maksud agar Zoo terhindar dari tabrakan, namun naas keduanya tertabrak mobil hingga terpental jauh dari lokasi awal.

Kepala Sean berdenyut nyeri, samar-samar dia membuka mata melihat kehadiran seorang lelaki dewasa dengan setelan jas rapi histeris menggendong Zoo. Dia meredup, tubuhnya nyaris lumpuh merasakan panas dan anyir bau darah di punggungnya. Terhantam kuat dia tersungkur tanpa pertolongan siapapun, terakhir kali dari sudut matanya menetes air bening yang menandakan kekecewaan. Sakit teramat gila di relung hatinya, sosok lelaki yang dia tau adalah Daddy-nya bahkan tak menatap dirinya yang hampir mati di atas panasnya aspal kering. "Mommy benar, Daddy-ku sudah mati"

.
.
.
.
.

"Maaf, anda ayahnya?"

Joong berdiri panik, wajahnya pucat pasi. Noda darah masih berceceran di jas nya. "Zoo?, Zoo anakku"

"Baik tuan, lewat sini"

Dia masih linglung, wajahnya kacau tak karuan. "Apa yang terjadi?"

"Kami membutuhkan pasokan darah yang lebih banyak, anak anda akan masuk kamar operasi"

Tanpa ba bi bu lagi Joong berjalan cepat memasuki ruangan pengambilan darah, kakinya melemas sedari tadi. Yang dia ingat Zoo tertabrak mobil saat dia hendak datang meminta surat pindah untuk anaknya, dan saat tragedi kecelakaan terjadi dia sempat melihat Sean ikut tertabrak mobil.

Namun tak sempat, dia tak sempat menolong Anaknya yang itu. Darah yang bersimbah di kepala Zoo membuat Joong hilang kewarasan, Zoo tak boleh terlambat mendapatkan pertolongan. Jadilah dia melarikan mobilnya bersama anaknya seorang diatas sana, dia linglung dan bingung.

Semoga saja semuanya berjalan baik, dia meneguk saliva kala jarum menusuk jemarinya. Dia menatap sang dokter kebingungan. "Apa harus di tes lagi?, Aku ini ayahnya, langsung ambil saja darahku kemudian lakukan operasi"

Lelaki didepan sana mengerjapkan mata berkali-kali, dengan ekspresi sama bingungnya menggeleng pelan. "Maaf tuan? Anda bukan ayahnya"

"Ma-mana bisa begitu?"

"Golongan darah anda berbeda"

Joong tertawa hambar, tangannya menghantam meja. "Lakukan tes ulang"

"Ini sudah tiga kali tuan, golongan darah anda berbeda"

Wajah tampannya seketika layu seakan terhantam duka begitu dalam, dia mengepalkan tangan menahan nafas sembari menunduk. perasaan yang mengerikan, sesaat dia yakin dirinya tak lagi menapaki lantai. Rautnya sangat yakin perihal kesalahan, dan bibir itu seketika bergetar kuat. "Sean, anakku hanya Sean?..."

"Maaf tuan? Jadi bagaimana ini?"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻



Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang