21

1.4K 90 4
                                    

"izinkan aku memberikan pengorbanan terakhir untuk anak kita" rupa pucat penuh kesakitan sebab dukacita, telapak tangan Joong menaungi wajah manis dihadapannya. "Jika aku tidak kembali, aku mohon carilah pengganti. Dan jika aku kembali, izinkan aku memperbaiki segalanya"

"Joong..." Bahu itu bergetar menandakan tangis hebat. "Jangan tinggalkan kami, aku mohon kembalilah"

Sebelah tangan menarik kepala si manis masuk dalam dekapan, dia mengangguk pelan. "Maafkan aku, bahkan sampai sekarang aku belum bisa mengangkat takdir buruk di tengah-tengah kita"

Tangisan Dunk semakin kuat, sedari dulu dia dan Joong telah berpisah. Berusaha saling memisahkan diri, menjauh hingga lupa bahwa ada seutas benang menautkan mereka. Lelaki kecil tampan adalah tanda bahwa keduanya akan bersama selamanya, hingga ujung dunia ditapaki kedua jemari akan bertautan dengan lelaki kecil menggantung di tengahnya.

Sejam lebih, dua lelaki berbeda umur akhirnya di dorong memasuki ruang operasi. Dunk menggenggam tangan buah hatinya yang tak sadar sama sekali, kemudian membelai wajah Joong memberi keyakinan. "Aku menunggumu disini, bawa malaikat kita kembali"

Joong menutup pembicaraan mereka dengan senyum merekah bahagia, untuk pertama kali sejak perpisahan mereka dia melihat Dunk membuka diri menerimanya.

Ruangan tertutup, si manis duduk di kursi tunggu dengan Louis dan Phuwin yang menemaninya disana, sejak tadi kedua sahabatnya lah yang membantu mengurus proses pengobatan dan laporan ke pihak kepolisian secepat mungkin di tangani.

"Dunk.. lihat aku" cicit Phuwin mengusap bahunya. "Aku tak habis pikir kita sudah sampai di sini, kau terlalu kuat kawan, sampai tuhan memberimu takdir seperti ini."

Dia hanya mengangguk menempatkan kepala bersandar di bahu sahabatnya, menangis, suara bergetar tajam seperti kesakitannya. Matanya terpejam rapat dengan tangan menekan pipi seolah memaksa isakannya berhenti, sesuatu seakan ingin meledak di hatinya.

"Phi... Sean pernah mengatakan padaku, dia menginginkan keluarganya kembali" ujar Louis "sejak saat itu aku tau, dia memendam hal yang dalam darimu"

"Dia menahan segalanya hanya karena ku, dan itu terdengar jahat"

"Phi... Mohon setelah ini, dengarkan Sean mengatakan segalanya, dia banyak terluka"

Dunk menunduk dalam, "dia hanya mengkhawatirkan ku, sejak aku dan Joong berpisah aku paham betul situasi seperti ini akan muncul. Aku menanamkan kebencian di hati anakku, tapi siapa sangka dia lebih pemaaf di banding aku. Entah darimana dia mendapatkan semua kedewasaan itu, aku hampir tak percaya dia adalah tameng sebenarnya bagiku"

Luka menancap ribuan kali, dia dan anaknya terkubur dalam kesepian terhibur karena saling berpelukan. Seakan dialah yang paling menderita, Dunk tak pernah memikirkan kondisi Sean yang seharusnya jauh lebih terluka.

Dia bisa saja kehilangan sosok kepala keluarga yang akan menjadi sandarannya dan itu hal yang biasa bagi orang dewasa, lantas bagaimana jadinya jika mahluk polos sekecil anaknya kehilangan seorang ayah? Orang Yang harusnya jadi teman bercerita dongeng di akhir malam, sosok yang harusnya menjadi superhero keluarga di tengah-tengah mereka, yang akan menggendongnya di punggung berkeliling taman bermain. Sejauh ini Dunk belum bisa melakukannya, dia hanya banyak bersedih tanpa melihat luka yang ikut di tanggung malaikat kecilnya.

Matanya berkilat takut "Mommy mohon... Maafkan mommy..."

.
.
.
.
.

"Ini karena mu, demi anak bodoh seperti itu"

"DIAM..."

View menghela nafas gusar, dia mencebik kala lelaki tegap yang digadang-gadang seorang polisi membentaknya. "Bersiaplah memasuki jeruji besi tuan dan nyonya"

"Pak.. kami punya anak kecil"

"Apa masalahnya? Masih banyak panti asuhan yang akan menampung anak pembunuh berencana seperti kalian"

"Pak.. kami tidak berdua saja melakukan ini, kami orang suruhan" oceh Liam masih berusaha meringsak tangannya yang diborgol terhimpit dua lelaki kekar.

"Baiklah, simpan bicaramu dan lengkapi laporan saat tiba di kantor kepolisian"

.
.

"Sial.. sial.." Dew membanting handphonenya di lantai, rasa amarah memuncak "bodoh sekali aku mempekerjakannya, tolol..."

"Sebentar lagi polisi akan memanggil kita, jangan hanya mengamuk. Cepat lakukan sesuatu"

Dew menetralkan nafasnya, rasa benci dan kekesalan berkabung menjadi lebih kuat. Nalurinya tak siap perihal rencana bodoh berakhir berantakan, "Paw... Berikan pistolku"

"Kau mau masa tahanan mu semakin panjang?, Jangan bertindak bodoh"

"Aku akan menuntaskan kekesalanku" wajahnya memerah, Amarah tak kunjung reda. "Aku akan membunuh sekeluarga itu, mereka mempermainkan kebahagiaanku"

"Hey... Tenangkan dirimu"

tak ambil pusing, dia memacu langkahnya keluar dari kamar. Tujuan utama hanyalah membunuh sekeluarga itu, berani sekali Dunk memberhentikan proses pernikahan ditengah-tengah acara.

Mesin mobil dinyalakan tak sabar, kendaraan roda empat berjalan perlahan keluar dari lokasi rumah. Dalam keremangan langit yang mulai menggelap dia tak berhenti mengeluarkan kata makian, dia sudah siap menghanguskan kemewahan di hidupnya. bersiap mendekam di jeruji besi bukanlah hal yang sulit selama dendamnya terpenuhi, suara jengkel berkelepak nyaring merutuk setir mobil.

Lampu Rumah sakit sudah menyala kala dia tiba disana, mata lelaki itu menyipit ke segala arah. Mereka harus mati agar malam-malam yang dilaluinya tenang, kombinasi udara dingin dan kekesalannya menuntun langkah berangsur memasuki pintu utama rumah sakit.

Pandangannya was-was, derap pelan dan teratur agar tak ada siapapun yang curiga. Hingga diantara lorong koridor lelaki manis yang menunduk di ujung sana membuat hatinya kelu, dia setengah ragu sekarang. Satu tangan meraba kantong jaket bersiap menekan jemari di pengendali pistol, matanya berkedip berkali-kali.

Namun gerakannya terhenti, suara tangis terdengar diseberang sana. Begitu sakit, berbaur dengan keheningan memecahkan rasa gundah dalam hati Dew. Dia berdehem sejenak, mengeraskan wajah dan mulai membidik sasarannya hingga sebuah peluru bersiap meluncur.

Kacau,

Bunyi tembakan membludak hebat, darah menebar di lantai rumah sakit. Tubuh seorang lelaki jatuh diatas sana, berteman kan debu dan bau anyir dia merasa nafas telah tercekat dengan kuat.

Para pengunjung menunduk panik, semua histeris. Berteriak kesana-kemari berusaha keluar dari rumah sakit, serpihan-serpihan kaca berhamburan. Semakin tak kondusif, para perawat histeris dengan sekelompok polisi di sepanjang koridor. "SEMUANYA MENUNDUK"

"Dew Jirawat, anda ditetapkan sebagai tersangka dalang atas kasus pembunuhan berencana dengan korban Sean Chaow"

Tak lagi berbicara, pandangan Pria itu memudar. Nafas tersengal-sengal dua orang polisi menyeret tubuhnya naik diatas hospital bed, dengan tangan di borgol lelaki itu nyaris kehabisan nafas. "Tolong obati lukanya secepat mungkin, kami akan membawanya ke meja penyelidikan secepatnya"

"Baik..."

Disana Dunk masih terhenyak, konsentrasi nya buyar. Terlebih Phuwin berlari panik memeluk tubuh si manis, sahabatnya itu memeriksa dari atas hingga bawah. "Dunk... Kau baik-baik saja kan?"

"Apa yang terjadi?"

"Tadi kepolisian pergi ke rumah Dew, tapi dia tak ada disana. Alhasil kami kemari, dan menemui dia disini"

Dunk meneguk saliva, pandangannya beralih pada pintu ruang operasi. "Apa dia akan membunuh anakku lagi?"

"Tapi kami lebih dulu menghentikannya, bagaimana denganmu? Dia tak menyentuhmu kan?"

"Tidak sempat..."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang