Bagian 18 : Sebuah Fakta

2.9K 252 11
                                    

Bangunan bercatkan putih kini berada tepat di depan Maira dengan halaman depan yang terlihat bersih dan rapi, Mang Roni memang pandai merawat taman.

Maira menyapu seluruh wilayah halaman depan dengan sangat hati-hati, melihat garasi yang tak diisi, tanda Randy masih belum kembali dari kantornya.

Maira mengantarkan Alisa tepat depan gerbang, lalu melambaikan tangan setelah melepas tangan kecil Alisa.

"Mama."

Baru saja Maira membalikkan tubuhnya, panggilan Alisa membuatnya menoleh cepat, melihat gadis itu berlarian ke arahnya.

"Ada apa, Sayang?"

Mata bulat Alisa menatap Maira penuh harap, ia tersenyum girang dan menyambar tangan Maira manja.

"Alisa, mau cupcakes yang kayak kemalin," katanya dengan senyum yang lebar.

Maira membalas senyuman Alisa, tangannya yang lain mengusap kepala Alisa.

"Oke, nanti Mama bikinin lagi ya. Spesial buat Alisa yang cantik."

Kalimat Maira tak juga membuat Alisa melepaskan genggamannya pada tangan Maira.

"Alisa ngga mau nanti. Mau sekalang."

"Boleh. Sekarang Mama buatin buat Alisa, ya." Kepala Alisa mengangguk semangat, namun Alisa tak kunjung melepas tangan Maira.

"Alisa, mau bantuin Mama. Boleh, kan?" tanyanya dengan binar bahagia.

"Boleh dong." Detik selanjutnya, Alisa menarik tangan Maira.

"Mau kemana, Sayang?" tanya Maira yang mencoba menghentikan aksi Alisa.

"Bikin cupcakes."

"Kita bikin di rumah Mama saja, ya."

Alisa tak menggelengkan kepalanya. Bukannya melepaskan lengan Maira, ia malah lebih keras menarik Maira dan membawanya masuk ke dalam rumah di hadapannya itu.

Alisa membawa Maira langsung ke dapur. Bi Minah yang sedang mencuci peralatan masak kotor pun segera menoleh. Mendengar keributan yang baru saja terjadi di rumah itu.

"Kita bikin di sini aja," pintanya hanya bisa membuat Maira tersenyum tak enak pada Bi Minah yang menatap ke arahnya.

"Mama tunggu, ya. Alisa mau ganti baju dulu."

Tanpa menunggu persetujuan Maira, Alisa sudah lebih dulu melesat. Berlarian menaiki anak tangga yang cukup banyak menuju ke kamarnya. Maira tersenyum, gadis itu sangat mandiri dan menggemaskan.

"Maaf. Bi," ucap Maira saat Alisa sudah tak terlihat lagi di sana.

Wanita itu tersenyum lebar, lantas membilas piring terakhirnya.

"Duduk, Ra."

Bi Minah berjalan mengambil gelas dan mengisinya penuh, meletakkan di meja makan yang tak terlalu besar dan duduk, menepuk meja didepannya ikut duduk bersama Maira di sana.

"Diminum dulu," katanya tanpa bertanya apapun. Seperti kenapa Maira bisa di sana.

"Terimakasih."

Imam Menuju SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang