Bagian 5 : Dua Kemungkinan

3.6K 229 2
                                    

Maira memutar kepala melihat bangunan di hadapannya. Sebuah bangunan dengan banyak permainan di pelataran. Namun, tidak ada satupun anak kecil yang terlihat di sana.

Bisa Maira pastikan bahwa mereka sudah masuk kelas. Sekarang pukul 9 kurang 5 menit, Alisa terlambat karena kejadian tadi pagi.

"Alisa bangun sayang. Kita sudah sampai," ucap Maira pelan berusaha membangunkan Alisa yang masih tertidur pulas.

Sementara itu, Randy terlihat membuka seatbelt lalu keluar dari sana. Detik berikutnya, ia membuka pintu belakang dan meraih Alisa yang sudah setengah sadar dari pangkuan Maira.

Baru saja Randy berjalan hendak ke dalam bangunan itu. Tak lama, seorang wanita datang menyambut Randy. Ia melihat Maira dan tersenyum padanya.

Entah apa yang dikatakan wanita tersebut pada Randy hingga pria itu ikut menoleh. Melihat Maira yang masih duduk dalam mobil, karena kakinya kesemutan setelah cukup lama memangku Alisa.

Setelah Alisa pindah tangan, Randy kembali masuk dalam mobil. Maira yang sudah mulai merasa baik dengan kakinya menggeser posisi mendekati sisi mobil, hendak membuka pintu.

"Saya antar kamu pulang.”

“Gak perlu, pak. Saya bisa naik ojek dari sini,” ujar Maira namun tak direspon apapun oleh Randy seperti biasanya.

Tanpa meminta persetujuan, pria itu sudah kembali menancap gas dan melajukan keempat bannya meninggalkan area sekolah Alisa.

Seperti saat Alisa tertidur saat perjalanan ke sekolah tadi. Kali ini juga sama, tidak ada kata yang terucap, tidak ada obrolan.

Hanya suara mesin mobil yang terdengar halus juga suara berisik klakson dari jalanan. Rasanya Maira seperti batu selama berjam-jam di sana.

Maira cepat mengambil ponselnya. Siapapun yang meneleponnya sekarang, Maira sangat berterimakasih!

"Assalamualaikum Risa."

"Waalaikumsalam, Maira. Tumben banget cepet respon. Belum juga sedetik berdering udah diangkat aja," ujar Risa mengapresiasi Maira yang sudah menyabet rekor terlama dan tersulit jika dihubungi.

"Ada apa?" Maira tak menggubris ucapan Risa. Ia lebih tertarik untuk bertanya tujuan gadis itu menelepon.

"Paket buku donasi yang kemarin kamu bicarain udah dateng."

Mendengar itu, Maira tersenyum. Ia memang tidak sabar menambah buku-buku lama di rak kafe dengan buku baru dari hasil donasi.

"Alhamdulillah. Ternyata datangnya lebih cepet dari perkiraan."

"Iya. Disini tertulis jumlah total bukunya 150, Ra. Sebanyak 6 dus besar. Jadi bingung mau ditaro mana."

"Iya, kemarin Pak Andri bilang bukunya mau ditambahin. Aku juga udah konfirmasi ke Kak Hafis. Dia setuju. Masalah tempat, bisa kita pikirin lagi."

"Kamu jam berapa ke kafe, Ra?"

"Sebentar lagi, Sa...”

"Oke deh kalau gitu. Kamu cepetan ya ke sini, Ra. Aku tunggu. Wassalamualaikum."

"Waalaikumussalam warahmatullah."

Imam Menuju SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang