Bagian 33 : Menyadari Sesuatu

2.8K 225 22
                                    

Hayo siapa yang masih diam-diam baca tapi gak pernah kasih vote? Yuk mulai hargai usaha penulis dengan dukungan vote dan komen ya...

InsyaAllah gak bakalan rugi kok 🤗

-Happy reading-



"Maira!!!!"

Suara seorang gadis yang sangat familiar membuat Maira mendongak. Ia melihat Risa sudah berlarian ke arahnya dengan kedua tangan yang merentang.

"Aduhhh sahabat aku bentar lagi jadi istri orang."

Ia mulai menitikkan air matanya.

"Aku kira, kamu bakalan berjodoh sama kak Hafis. Tapi ternyata kalian punya jalan takdir yang berbeda."

Maira menghembuskan napasnya pelan lalu menarik kedua sisi bibirnya. Kenyataan itu sudah tidak membuat hatinya sakit seperti sebelumnya.

Jika dulu Maira akan mudah menangis karena hal itu, sekarang ia tersenyum. Mengikhlaskan memang jalan terbaik untuk menyembuhkan luka.

Maira sudah mengikhlaskan harapan yang dulu begitu tinggi itu, ia tahu Allah memiliki skenario yang terbaik untuk hamba-Nya.

Dan apakah Arfin adalah jawabannya? Skenario terbaik yang Allah buat untuknya? Tapi kenapa ia dibuat ragu?

"Pas kamu bilang pak Arfin punya tunangan, aku benar-benar kecewa.”

Risa dengan antusias dengan menyentuh kedua bahu Maira, lalu memutar tubuh wanita itu hingga menghadap padanya.

"Ternyata dia calon suami kamu ya?! Aku pasti bikin kamu cemburu karena nanya-nanya terus pak Arfin. Itukan alasan kamu bilang dia udah punya tunangan?”

Senyum lebar Risa berbanding balik dengan helaan napas Maira yang merasa frustrasi dengan kejadian hari ini.

“Dia memang udah punya tunangan, Sa.”

Maira memang tidak berbohong, ia tahu betul saat bekerja bersama Arfin, pria itu sudah memiliki tunangan, bahkan Maira berpikir Arfin sudah menikah dan memiliki anak saat ini.

“Maksud kamu, dia mau jadiin kamu istri kedua?”

Kepala Maira menggeleng cepat. Ia menanyakan ini beberapa hari lalu setelah Arfin melamar.

Dia dan tunangannya memang sudah putus dan tidak melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih serius.

"Terus kenapa kamu gak bilang-bilang ke aku sih? Kalau hari ini aku gak ke rumah kamu dan ketemu nenek, mungkin aku gak tahu sampe kamu nyebar undangan."

Risa memeluk erat Maira sampai ia hampir kehabisan napas.

"Gak bisa napas, Sa!" seru Maira sembari menepuk-nepuk bahu Risa minta dilepaskan.

"Iya iya maaf."

Risa menyengir kuda, masih belum surut semangatnya untuk mengintrogasi Maira yang sama sekali tidak berkeinginan untuk membahas hal itu.

"Aku belum jawab, Sa."

Pertanyaan Maira membuat Risa diam sejenak. Mencerna apa yang terlah ia dengar dan Maira lakukan.

"Kenapa belum dijawab? Apa karena Kak Hafis?"

Suasana menjadi hening seketika, Risa menatap Maira beberapa saat. Bukan, tentu saja bukan Hafis lagi alasan dia belum menjawab dan ragu dengan Arfin.

Maira menunduk dalam, ia tidak bisa mengatakan itu pada Risa, karena ia pun tidak tahu apa alasannya.

"Ra, mau sampai kapan kayak gini?"

Imam Menuju SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang