Chapter 43

1.7K 200 58
                                    

Jun Jungkook senantiasa mengurung diri dalam sepetak ruangan dengan susunan rak penuh buku begitu kembali ke rumah sebelum tengah malam. Jam dinding menunjuk pada pukul satu dan Jungkook sepenuhnya sadar Jihwan berbaring seorang diri di ranjang besar kamar mereka.

Empat hari berlangsung dengan hening. Jungkook menjaga jarak dari Jihwan, menyentuh wanita itu sekadarnya, nyaris menghindar ketika memiliki kesempatan. Jungkook memandangi paspor dan visa yang tergeletak di permukaan meja di hadapannya. Pembuatan kedua dokumen tersebut rupanya berhasil diselesaikan tidak lebih dari seminggu dan sekarang Jungkook justru dihadapkan pada kebimbangan.

Mengaitkan seluruh jemari, Jungkook kemudian menopangkan dagu pada keteguhan kedua tangannya. Netranya melirik benda lain di permukaan meja, sebuah kotak berbungkus biru muda dengan untaian pita yang baru berani ia buka setelah sepuluh tahun berlalu. Kotak itu merupakan hadiah ulang tahun yang ditinggalkan Jihyun untuknya sebelum wanita itu menutup usia. Ingatan Jungkook membawanya kembali ke masa lalu, ketika kondisi sang ibu semakin kritis dan sempat memberitahunya untuk kembali ke rumah mereka. Jihyun memberitahu Jungkook bahwa ia telah menyiapkan hadiah untuk ulang tahun putranya tersebut dan meletakkannya di ruang baca.

Sejenak memijat pangkal hidungnya dengan jari yang mengapit, Jungkook berpikir keras, mencari cara agar dapat menyampaikan keputusannya pada Jihwan. Jungkook mengulurkan tangan, mengambil secarik kertas di dalam kotak kemudian membaca sekali lagi beberapa baris kalimat terakhir pada bagian paling bawah surat itu.

Pergilah ke Jerman dan temui ayahmu.
Kau mungkin membencinya karena telah meninggalkan kita.
Namun dia tidak sepenuhnya salah.
Ayahmu tidak pernah tahu bahwa ibu tengah mengandungmu.
Dia akan sangat bahagia bertemu denganmu.

Jihwan bisa saja pergi ke Jerman bersamanya. Atau mungkin tidak. Jungkook tidak ingin mengenalkan Jihwan pada masa lalunya. Jihwan membutuhkan masa depan yang lebih baik tanpa berkaitan dengan masa lalunya. Bagaimanapun, wanita itu berhak bahagia. Jungkook lebih suka jika Jihwan menetap di Swiss dan melupakan masa lalunya. Anak mereka akan dibesarkan di tengah pemandangan Pegunungan Alpen. Di sisi lain, ia harus menemukan keberadaan ayahnya di Jerman, maka kemungkinan besar mereka akan berpisah selama beberapa waktu atau bahkan selamanya. Jungkook bisa saja membuat keputusan untuk tinggal di Jerman jika memang ia dan sang ayah dapat menerima keberadaan satu sama lain.

Ketika mendengar suara ketukan pelan di pintu, Jungkook bergegas mengemasi surat dari sang ibu, beserta paspor dan visa milik Jihwan ke dalam kotak hadiahnya. Begitu pintu didorong ke dalam dan terkuak lebar, sosok Jihwan muncul bersama senyum kecil yang perlahan pudar, digantikan oleh kerut alis penasaran mendapati dirinya menyingkirkan kotak itu dan menyimpannya ke dalam laci.

"Oh! Kau mendapat bingkisan?" tanya Jihwan sambil berjinjit ingin tahu lantas menangkap senyum kecil tersemat di bibir Jungkook.

"Bukan apa-apa. Kenapa belum tidur?" Jungkook turut melempar pertanyaan sembari mendorong kursi dengan punggungnya kemudian mengulurkan lengan dan menangkap pergelangan tangan Jihwan, membimbing wanita itu agar duduk di pangkuannya. Jihwan tersentuh atas perhatian itu. Setelah perbincangan menegangkan beberapa hari lalu, yang kemudian membuat Jungkook seakan menjauh darinya, malam ini akhirnya pria itu bersedia menyentuhnya lagi seperti sebelumnya. Jihwan tersenyum lega kendati agak terkejut menghadapi perubahan tiba-tiba tersebut, kemudian mengalungkan kedua lengannya pada leher Jungkook.

"Tadi aku mendadak lapar dan ingin makan roti. Ternyata roti dan acar bisa jadi perpaduan yang lezat," lirih Jihwan sambil memandang lekat pria itu. "Jun, apakah kau masih marah padaku?" Tatapannya menguap sarat terluka. Diabaikan oleh Jungkook membuat dunianya berguncang hebat hingga luluh lantak. Jihwan tidak akan pernah merasakan hal tersebut andai saja Jungkook tak memiliki arti dalam hidupnya. Namun kini pria itu jelas berarti baginya. Jihwan mencintai bayi yang dikandungnya, tapi di sisi lain kehilangan pria itu juga akan memberi pengaruh signifikan dalam kehidupannya. Jihwan akan hancur dan hampa tanpa Jungkook.

The PrisonerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang