Chapter 41

1.7K 250 40
                                    

Jungkook menghentikan taksi yang dikendarainya di Itaewon. Jihwan mengamati dengan serius saat pria itu mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya, memberikan pada seorang pria berusia lima puluhan yang terlihat girang sampai akhirnya mendapati sopir taksi tersebut melajukan mobilnya. Setelah selesai, Jungkook menghampiri Jihwan, menggandeng wanita itu dan menuntunnya dengan langkah agak tergesa. Jihwan tidak banyak bicara. Bertemu Jungkook terasa menyenangkan sekaligus melegakan namun ketegangan yang merambah dalam dirinya terasa sangat mengganggu.

Keduanya berjalan satu blok mengarah ke sebuah jeep tua hitam yang terparkir di dekat kedai kopi kecil yang terlihat sepi. Jihwan tidak yakin kedai itu pernah ramai. Tempatnya terlihat agak kumuh sehingga mungkin orang-orang tidak tertarik berkunjung. Tapi kesunyian di sana membuat Jihwan merasa lebih tenang. Setelah hampir semenit melamun, Jihwan menyadari dirinya sudah berada di dalam jeep tua yang sama sekali tidak ia kenali. Ketika Jungkook membimbingnya masuk, pikiran Jihwan terlalu sibuk sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengamati lebih banyak hal.

"Jeep ini milik siapa?" tanyanya membuka suara.

Jungkook mengabaikan pertanyaan itu setelah bergabung dengan Jihwan, menempati bagian kemudi lantas membingkai wajah Jihwan dengan kedua tangannya yang terasa dingin. Netra pria itu mengamati setiap detail yang terlihat untuk memastikan bahwa Jihwan tidak mendapatkan cedera apa pun. Jihwan sudah melepaskan kontak lensanya saat di perjalanan menuju ke Itaewon. Jepit-jepit di rambutnya sudah menghilang dan kini Jihwan terlihat kusut masai. Tapi kemudian Jungkook berhasil menemukan jejak kemerahan melingkari leher wanita itu lantas mengangkat pandangan hingga dapat menatap si empu.

"Semuanya baik-baik saja?" tanya Jungkook ingin memastikan. Jihwan tidak yakin dirinya baik-baik saja. Tangannya selalu gemetaran setiap kali mengingat insiden yang berlangsung di rumah Taehyung. Dia baru saja membunuh seseorang.

"Aku baru saja membunuh seseorang," aku wanita itu dengan mata memerah. Bibirnya terasa kering sampai-sampai tak sanggup meneruskan kalimat. Jungkook berusaha menyimak dengan tenang saat netranya menangkap air mata yang mulai mengalir di pipi Jihwan.

"Aku akan mendengarkan ceritamu nanti," kata Jungkook sambil menyeka air mata Jihwan dengan ibu jarinya kemudian menyalakan mesin mobil. Jejak dari sentuhan singkat itu berhasil menyalakan perasaan nyaman dalam diri Jihwan. Sambil mengemudi, Jungkook meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya erat seolah enggan kehilangan. Rasanya Jungkook sudah terlalu lama menunggu. Rindunya sukar dibendung. Hal mendasar yang ingin ia lakukan hanyalah memeluk Jihwan erat-erat tanpa kenal waktu.

Jihwan tahu mobil yang mereka tumpangi melintas di depan studio tato sebelum akhirnya memasuki pekarangan sebuah rumah dua lantai sederhana. Begitu mesin mobil dimatikan, ia lekas melepaskan diri dari sabuk pengaman. Jungkook keluar untuk membukakan pintu. Jihwan lekas menyambut uluran tangan Jungkook yang membantunya turun dari jeep hingga akhirnya wanita itu menemukan sosok Sean yang baru saja mengunci gerbang. Pria muda itu menatapnya dengan rasa syukur, menghambur ke arahnya untuk memeluk erat. Tak lama setelahnya suara heboh lain menyusul, Yuki berlari dari arah pintu utama seraya melempar serbet sembarangan. Tubuh mungil Yuki menyelip di antara pelukan Jihwan dan Sean, lalu terisak.

"Aku sangat merindukanmu," bisik Yuki, merasa sulit bicara di tengah isak tangis. Jungkook mengamati dari sisi lain. Pria itu tak beranjak dari atas pijakannya, hanya menutup pintu sekaligus merelakan sejenak waktu Jihwan disita oleh dua presensi lain yang juga merindukan wanita itu.

"Maafkan aku." Jihwan balas berbisik sambil mengeratkan dekapan. Pipinya basah karena air mata. "Maafkan aku sudah membuat kalian semua khawatir."

"Kami mengerti alasanmu. Tapi bisakah Nona berjanji untuk tak mengulanginya lagi? Maukah?" Kali ini ini Sean yang bicara. Jungkook tidak percaya dia baru saja melihat pria itu menangisi Jihwan. Sepanjang hidupnya, ia tak pernah melihat Sean bersikap sentimental. Sean bisa menjadi sosok yang sangat perhatian, namun pria itu tidak pernah suka terlihat lemah sekaligus menyedihkan.

The PrisonerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang