Chapter 11

5.2K 910 164
                                    

Halo! Kamu vote keberapa nih? Jangan lupa komen yang rame ya 😎 boleh nyepam per-line (karena aku suka) buat kasih dukungan dan semangat untuk Jun *eh, untuk aku wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo! Kamu vote keberapa nih? Jangan lupa komen yang rame ya 😎 boleh nyepam per-line (karena aku suka) buat kasih dukungan dan semangat untuk Jun *eh, untuk aku wkwk. Btw bisa nggak kalau votenya kita target 500? 🤧
Bisa deh ya, biar cepet update dan cepet tamatnya. Yuk, yuk, wujudkan! Semangat! 💛

***

Jihwan merenung cukup lama sebelum memutuskan turun ke ruang makan. Rasa frustrasi yang menderanya hingga berhari-hari kini semakin parah; terkadang berharap semoga saja rasa frustrasi itu tak lekas menciptakan kegilaan. Dia memejam sejemang sambil mencengkeram tepian ranjang lalu menarik napas dalam-dalam dan menyemburkannya bersama sepercik rasa puas.

Ketika wanita itu memutuskan keluar dari kamar dan menutup pintu dengan pelan, langkah kakinya terbuka panjang sekaligus tenang melewati lorong menuju ruang makan. Jihwan bisa merasakan detak jantungnya yang tak sabar beserta rasa ragu karena harus bertemu tatap dengan Jungkook lagi.

Pagi ini pria itu di sana dengan secangkir kopi serta merta kesunyian. Sesekali dia mengobrol dengan Soobin dan hanya mengabaikan keberadaan Jihwan. Sementara Yoongi, di sisi lain hanya menyantap seporsi sandwich kemudian meninggalkan ruang makan dengan terburu-buru bersama air muka menyebalkan yang biasa Jihwan lihat. Yuki yang hadir di tengah-tengah ketenangan itu melirik ke arah tuannya sesekali kemudian beralih mengamati raut wajah Jihwan yang terlihat masam.

Situasi jelas belum membaik hingga saat ini dan hal itu membuat Yuki merasa gelisah. Tapi di sela-sela ketenangan tersebut, Yuki akhirnya berhasil menangkap sorot mata Jungkook yang mengarah pada Jihwan sampai beberapa kali. Pria itu melirik Jihwan seolah-olah tengah mempelajari ekspresinya dan mengorek apa yang tengah Jihwan pikirkan, sementara sosok yang diperhatikan hanya peduli pada sarapannya, menyantap tanpa reaksi puas atau lainnya.

Jihwan ingin meninggalkan ruang makan secepat mungkin usai menghabiskan sarapan sebab dia mulai menyadari setiap sorot dalam yang Jungkook torehkan padanya. Tangan kanan itu nyaris menggenggam sumpit erat-erat tatkala rungunya mendengar suara dorongan kursi kemudian Jungkook melewati belakang punggungnya dan berlalu begitu saja dari ruang makan. Jihwan menahan diri untuk tak menoleh dan mengamati kepergian Jungkook detik itu, lalu dia menyadari bahwa seseorang mendekatinya⸺mengambil tempat duduk di sisinya sembari mengulas senyuman manis.

"Noona, makanlah yang banyak."

"Ah, ya. Kau juga, Soobin," sahut wanita itu beriring menyulam senyum lalu melihat Soobin meletakkan tempura udang ke atas nasinya dengan menggunakan sumpit. "Terima kasih."

"Noona tahu tidak?" tanya Soobin sambil menjeda sejenak sehingga lawannya mengangkat sepasang alis bersama raut bingung. Soobin masih tersenyum, terlihat sangat bahagia bisa berada di dekat Jihwan. "Noona cantik sekali dan aku bersyukur Noona menjadi bagian dari keluarga ini." Seketika itu juga Jihwan lekas menyungging satu ujung bibirnya geli, berpikir bahwa pria muda itu kelewat berani telah merayunya. Di lain sisi, rayuan itu terasa sangat menghibur baginya. Ia tidak berpikir Soobin tengah berbohong, sebab kecerdasan intuisinya mengatakan bahwa Soobin memang mengutarakan sebuah fakta dalam kepalanya.

The PrisonerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang