XXXII. | Perkiraan

7 1 0
                                    

Si pengamat terus menjadi orang yang melihat kinerja Salamander, baik itu ketika bersama Sylph maupun ketika bersama orang-orang Urodela. Mereka telah merencanakan sebuah proyek besar, terutama setelah Salamander berhasil menyempurnakan 'Aether' dan cetak biru milik si pengamat selesai.

Dengan atmosfer kerja yang bersemangat itu, semua tampak senang untuk berkontribusi dalam penyempurnaan proyek ini. Si pengamat pun bekerja seakan tanpa henti, berhubung dia-lah yang menjadi otak proyek ini. Semua orang terlihat senang dapat berbincang dan berdiskusi dengan si pengamat, walau Lianna tidak terlalu mengerti apa pembicaraan mereka, dan bagaimana beberapa bagian pembicaraan itu tidak dapat didengarnya.

Bila Lianna ingin membandingkannya dengan tugas-tugas yang ia kerjakan sebagai seorang teknisi, mereka seperti menggabungkan banyak sekali parts untuk merakit sebuah 'hasil'. Namun menggunakan alkimia, proses tersebut tidak terlalu Lianna pahami. Mereka seperti mencampurkan suatu bahan dan menggunakan suatu metode yang membuatnya menjadi bahan baru, Lianna tidak pernah melihat yang seperti itu sebelumnya, dan lagi pula ia melihat segalanya dari kacamata si pengamat.

Salamander lalu mengucapkan selamat tinggal pada Sylph yang harus kembali ke Angia, dan si pengamat ada bersamanya untuk melepas Sylph.

Di antara Kaldera dan laut lepas di selatan terdapat tanjung, Salamander memeluk Sylph dan mengharapkan Sylph akan datang lagi ke Kaldera ketika Era Kekuatan sudah berakhir. Mereka tampak seperti dua saudara yang selalu akur dan itu membuat si pengamat turut senang melihat mereka berdua.

Setelah Sylph pergi, Salamander memutar badan, tersenyum ke arah si pengamat, tapi senyum itu terlihat miris ketimbang senang.

"Bagaimana menurutmu?"

Si pengamat pun bertanya, "Maksud anda?"

"Penyempurnaan Aether, proyek yang hendak disempurnakan, dan turbulensi sihir yang akan segera datang di Endia," Salamander menengadah ke langit biru. "Apa Kaldera akan mampu melalui semua ini?"

"Apa ... yang sedang anda pikirkan, Salamander?"

Salamander berjalan menjauhi tanjung itu, menuju ke arah hutan yang lebih hijau, dan meniti langkahnya lebih pelan hingga si pengamat berjalan bersama di sisinya. Salamander menaruh kedua tangannya di belakang pinggang, matahari yang terik kala itu tertutup oleh pohon-pohon besar nan rimbun yang mereka lewati, menuju kembali ke arah pegunungan di sebelah timur yang merupakan salah satu tempat penelitian milik Bangsa Urodela.

"Saat aku datang kemari dan bertemu manusia Kaldera, aku bisa bilang aku senang," ucapnya tanpa menoleh ke arah si pengamat. "Manusia adalah makhluk yang fantastis, berbeda dengan kebanyakan dari kami berpikiran. Kini aku merasakan bahwa aku mengerti mengapa mereka berpikir demikian."

Si pengamat berusaha tidak menjeda Salamander. Salamander membuka telapak tangannya, memunculkan seberkas api di sana, tidak terlalu kuat untuk merambat dan membakar rumput atau reranting terdekat, tapi tidak terlalu lemah untuk padam karena sekedar tertiup angin. Api itu perlahan membesar di telapak tangan Salamander tanpa ia melakukan apa-apa, dan saat api itu terlihat seperti hendak meledak, Salamander memadamkan api itu dengan sekali lambaian tangan.

Ia ingin menyuarakan kekagumannya, tetapi Salamander hanya semakin muram.

"Setelah proyek ini berhasil, apa yang akan kamu lakukan?" tanyanya.

"Saya? Ah ..." si pengamat tertunduk, memerhatikan rerumputan hijau. "Mungkin saya akan kembali ke rumah."

"Ehh? Membosankan sekali. Memangnya kamu tidak bisa berbaur dengan Urodela?"

Si pengamat menggelengkan kepala, "Bu-Bukan begitu, saya—saya tidak yakin bisa selalu ada bersama mereka yang hebat!"

"Kata si perancang magnum opus," cibir Salamander. Peri itu mengedikkan bahu. "Andai saja manusia-manusia yang sepintar dirimu ini semuanya tahu diri."

Risk TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang