LIII. | Tanah Yang Dilupakan Tuhan, bagian kelima

3 1 1
                                    

Pelaporan ke Angia kala itu adalah sesi yang spesial.

Kurang lebih dua minggu berlalu sejak bencana itu. Bulan Mei hampir usai dengan pelaporan yang telat, namun Instruktur Lysander—Madam Morgana menjelaskan pada Instruktur Claudia kalau kondisi ini terjadi karena situasi tegang di Kaldera.

Pelaporan yang biasa dilakukan tertutup di lokasi yang ditentukan kini disiarkan langsung dari kantor utama Lysander atas persetujuan Madam Morgana, dikarenakan informasi yang hendak diberikan ke Angia sensitif bagi Kaldera, juga karena alasan duta dari Angia datang ke Kaldera sudah diberitahukan dan diterima.

Format pelaporan ini dibuat sedemikian rupa menjadi rapat terbuka antara Komandan Skuadron Ignis, Kepala Skuadron Ignis, Morgana Lysander sebagai pihak netral, wali dari Schwarz Schach, dan Instruktur Claudia dari Angia tersambung di layar melalui pemancar jarak jauh.

Instruktur Claudia banyak terdiam mendengar bagaimana situasi memuncak di waktu singkat, dengan resolusi yang meninggalkan banyak sekali tanya dan beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Keterlibatan Angia—dalam hal ini skuadron Ignis—adalah salah satu hal yang membuat pemerintahan dan pihak terkait di Kaldera menaruh kepercayaan pada Angia.

"... Jadi setelah pihak Ignis menyelaraskan pandangan dengan Kaldera, pihak Kaldera meminta Ignis untuk turut membantu dalam revitalisasi Kaldera," Instruktur Claudia berusaha merangkum. "Sebagai gantinya, nanti dari pihak Kaldera, atau dalam kondisi ini, utusan dari kongsi dagang Schwarz Schach, akan bekerja sama dengan Angia soal Perang Megah Para Peri."

"Kurang lebih perjanjiannya akan berjalan demikian, Instruktur." ucap Muriel menengahi. Gloria membiarkan Muriel tetap menjadi yang paling banyak berbicara di antara mereka berdua, dia percaya Muriel mampu mengawal negosiasi ini dengan baik.

"Saat ini karena berbagai usaha penelitian masih berlangsung di Kaldera, perjanjian ini belum disahkan," lanjut sang komandan Ignis lagi. "Karena itulah saat ini saya berharap dari pihak terkait yang bisa hadir dalam pelaporan terbuka ini untuk memahami dan menyetujui pokok masalah kita semua, Perang Megah Para Peri dan revitalisasi Kaldera."

Gloria melirik ke pihak Schwarz, sosok berzirah hitam legam dari ujung kepala hingga kaki duduk di sana sebagai wakil. Mereka di ruangan itu tahu tentang Leiria Alkaid, tapi dia bersikeras untuk diperkenalkan hanya sebagai 'Messenger Hitam'. Bila ditanya alasannya, beliau sekedar berucap 'seorang yang sudah mati tidak pantas menampakkan wajahnya lagi di Angia'.

Muriel memperkenalkan pihak Schwarz pada Instruktur Claudia, lalu pada Morgana Lysander yang di sini berlaku sebagai penengah. Instruktur Claudia mulai melancarkan beberapa pertanyaan yang dia layangkan pada pihak terkait, atau pada Muriel sebagai komandan Ignis.

Gloria melihat bahwa usaha mereka cenderung positif, walau mungkin keberhasilan mereka patut dipertanyakan. Kerja sama bukan berarti menyetujui. Menurut Madam Morgana sendiri, bisa saja pihak Kaldera akan memutus sepihak perjanjian karena hal-hal di luar kendali mereka semua.

Paling tidak, mereka sudah cukup dekat dengan tujuan mereka datang ke Kaldera untuk memberitahukan soal Perang Megah Para Peri, dan sebagai utusan Angia, mereka bagian Skuadron Ignis akan berusaha untuk menjaga perjanjian ini agar tetap berlangsung.

"... Perkiraan kasar dari Skuadron Ignis dan utusan dari Kaldera menuju ke Angia paling lambat tiga bulan dari perjanjian disepakati dan ditandatangani, ya ..." Instruktur Claudia menghela napas. "Waktu memang bukan apa yang kita semua punya, tapi opsi ini sudah cukup baik. Mendengar Kaldera tertarik menjalin kerja sama dengan Angia sudah lebih dari cukup untuk kami."

Messenger Hitam mengangguk. Suara beliau pun berubah karena modul yang terdapat di dalam baju zirah itu, "Semoga kita semua bisa memanfaatkan kesempatan yang ada."

Morgana menangkup kedua tangannya, "Oke, jadi kita sudah cukup sepaham, ya, Claudia dan Messenger, juga Muriel dan Gloria?"

Gloria mengiyakan. "Kita mungkin harus fokus di revitalisasi dulu. Soal Perang Megah Para Peri bisa kita diskusikan sambil berjalan."

Instruktur Claudia tampak sumringah, puas dengan keputusan itu, "Setuju."


🛠


Selepas pertemuan itu, Gloria dan Muriel kembali mengundang Leiria ke markas mereka, kali ini dengan ajakan sekedar minum teh sambil mengobrol santai.

Dua minggu yang berlalu setelah bencana itu dilalui mereka penuh dengan kegiatan demi kegiatan. Gloria senang bisa mengendarai Warden secara bebas di langit Kaldera, namun mereka sama sekali tidak punya waktu untuk rehat. Bagian Sektor 3 yang hancur, penduduk yang harus dievakuasi, juga proses penahanan dan penanganan Infantry dan Rook putih.

"Bu Leiria serius nggak masalah ke Angia?" tanya Blair polos setelah mendengar hasil pelaporan terbuka itu dari Muriel.

Leiria tengah duduk dengan anggun di seberang mereka, satu sofa dengan Muriel dan Gloria, minum teh layaknya bangsawan Angia pada umumnya dengan tata krama teratur. Jari kelingking naik, tidak menyeruput atau berbicara sepatah kata pun ketika meneguk, tidak beda jauh dengan Lucia.

"Ini adalah tugas dari sang Raja, saya hanya menuruti perintah," ungkapnya. "Toh pastinya Raja pun beralasan karena saya familier dengan Angia, ketimbang menurunkan Natalia atau Nona Edda."

"Eh, sebentar sebentar. Nggak apa-apa nih, Bu, buka urusan dapur Hitam di depan kami?" Gloria menyela.

"Itu bukan rahasia, kok." Leiria terkekeh. Gloria pun nyengir canggung. "Tapi kalau kamu yang bilang begitu, nak, saya hampir merasa kalau ini takdir."

Lucia angkat bicara, "Takdir untuk kembali ke Angia?"

Leiria mengedikkan bahu, "Atau saya sekedar terlalu banyak pikiran." dia lalu menatap masing-masing anggota Ignis. "Saya harap tapi kalian jangan nyeplos ke Claudia soal identitas saya, ya."

Mereka hanya bisa tertawa saja saat Leiria bergurau soal itu.

Pertemuan mereka dengan sosok Leiria Alkaid yang kini menjadi bagian Hitam adalah salah satu hal yang tidak mereka duga-duga. Siapa yang bisa menyangka bahwa prajurit yang dianggap telah lama mati ternyata masih hidup? Walau perang dan pengorbanan di Spriggan telah merampas kemampuan sihir dari beliau, Leiria Alkaid tetap adalah seorang petarung.

Mungkin juga karena mereka berasal dari tempat yang sama, mereka cepat akrab dan percaya dengan Leiria, meski keterlibatannya dalam Schwarz harus diperhitungkan. Bisa saja Leiria dekat dengan mereka karena agenda tertentu Hitam, lagi mereka belum bisa membuktikan hal ini.

Sembari mereka berhati-hati dengan satu sama lain, mereka sebagai yang memiliki tujuan sama dapat menghimpun kekuatan untuk saat ini.

"Ibu ada rasa rindu ke Angia nggak sih?" tanya Blair lagi. Kala itu pembicaraan memang mengalir lebih ringan setelah soal pelaporan usai.

"Wiseman juga sempat tanya itu," pungkas Leiria. "Jawaban saya tetap sama, iya dan tidak."

"Anda tetap menggunakan ilmu pedang Leanan dengan baik, saya rasa anda termasuk seorang patriot, Nona Alkaid." puji Lucia.

"Wah, wah, kenapa tiba-tiba topiknya begini?" Leiria tertawa.

Ya, Gloria memantapkan dirinya lagi, untuk saat ini, yang bisa mereka lakukan adalah menggunakan kesempatan yang ada untuk mengetahui apa yang bisa diketahui, juga mempererat hubungan antara Kaldera dan Angia yang sudah terjalin.


Risk TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang