LIV. | Jalan Kedua

5 1 0
                                    

Butuh waktu beberapa hari hingga Lianna merasa dirinya bisa membicarakan apa yang dia rasakan pada Natalia dan Rosen.

Mereka berdua memang adalah sosok partner kerja, juga senior yang mengenal dekat Lianna selama kurang lebih masa kontrak mereka sebagai teknisi Pulau Melayang. Baik Natalia dan Rosen sama sekali tidak memaksakan Lianna untuk segera kembali bekerja selayaknya sedia kala atau membantu mereka yang dialih tugaskan untuk membantu revitalisasi Kaldera, walau demikian Lianna ingin dirinya cepat kembali menjadi bagian mereka.

Mei tidak pergi, itulah yang terus Lianna pikirkan. Mei ada bersamanya. Mei adalah Kitab Takhta Tak Berguna, juga orang yang paling disayanginya.

Dokter Edda juga memantapkan bahwa Lianna adalah Pemegang Kitab yang sesungguhnya, dan dia yang bisa mengendalikan dan menentukan nasib kitab Kaldera setelah serah terima yang dilakukan oleh Falstaff. Lianna masih ingat ekspresi takjub yang jarang tampak di wajah wanita profesional itu ketika Lianna menjelaskan soal Falstaff.

"Saya tersanjung karena kamu mempercayai menceritakan ini pada saya, terlepas saya bagian dari Hitam atau tidak," ucap beliau memecah keheningan setelah Lianna menjelaskan soal proses Aether Agung.

Lianna memohon pada Dokter Edda untuk membimbingnya mengenal lebih jauh pemakaian Aether, karena secara tidak langsung esens Falstaff hanya bisa dikendalikan dan 'diakses' oleh Lianna sebagai Pemegang Kitab. Dokter Edda pun mengatakan kalau dia tidak bisa melakukan apa yang Lianna bisa lakukan walau beliau lebih senior dalam mengendalikan Aether.

Natalia dan Rosen datang bersama dengan paketan mi ayam dan ayam cabe garam Sektor 3, bersama minuman-minuman manis aneh yang diborong Rosen untuk Lianna, sementara Natalia bersikeras hanya akan minum air putih atau jus, membiarkan dua penyuka manis itu berfoya-foya sendiri saja.

Baik Natalia dan Rosen tidak bisa hadir dalam kesaksian tertutup Lianna di hadapan para jaksa, jadi sekarang adalah saatnya Lianna menjelaskan kepada mereka berdua apa yang sudah terjadi dan nasib Mei.

"Jadi selama ini gadis buatan yang jadi bagian dari tim kita adalah Kitab ... warisan dari Peri Api?" Rosen menyimpulkan. "Benar begitu, Nat, Lian?"

"Kurang lebih, ya. Aku sebagai anggota Hitam pun tidak banyak tahu soal sihir dan alkemis, ini adalah ranahnya Madam Rook." Natalia mendorong kacamatanya. "Tidak apa-apa kamu menceritakan semuanya pada beliau, Lian?"

"Dokter Edda juga menghawatirkan hal yang sama," Lianna berulas senyum. "Kurasa hanya sedikit yang mampu mengerti soal ini dan sebagai ahli sejarah dan pengguna Aether, Dokter Edda bisa dipercaya. Tidak ada bahaya soal Falstaff akan disalahgunakan."

Natalia melirik ke arah Rosen yang segera mengangguk, "Baiklah, kalau begitu."

Lianna menatap mereka berdua sangsi, "Kalian nggak berantem soal Madam Rook dan Hitam saat aku nggak ada, 'kan?"

Rosen menyilangkan tangannya di depan dada. Natalia sibuk menyeruput mi. "Tenang, tenang! Aman kok, aman. Kita yang malah lebih khawatir soal kamu, tauk. Kami kira kamu bakal lama sembuh dari patah hati."

"Hah!?" Lianna berdiri dari sisi sofa, pipinya merah padam. "Mei masih di sini, dia nggak kemana-mana, dan aku nggak berdelusi!"

"Iya tapi ingat pas kita ketemu terus kamu mewek ga selesai-selesai?" ejek Rosen. Lianna pun manyun, mengambil potongan kue yang lebih besar sebelum Rosen sempat berkilah.

Sebelum mereka sempat adu mulut lebih lama lagi, Natalia menengahi mereka, mengancam akan memonopoli ayam cabe garam porsi mereka kalau mereka akan sengit berkelahi.

"Jadi," Natalia menaikkan tangan, menunjuk tabung yang ada di ujung kalung Lianna. "Karena kamu yang pegang kalung Aether itu, cuma kamu yang bisa berkomunikasi dengan Mei?"

Risk TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang