Para agen D1 selalu menjalankan fungsi mereka masing-masing dan berusaha menyelesaikan misi yang sudah dibagikan oleh Raja Hitam, tapi tidak menutup kemungkinan mereka akan terbuka untuk diskusi.
Natalia awalnya menganggap posisinya yang bisa dibilang remeh di antara yang lain, dia berpikir tidak akan bertemu dengan anggota-anggota yang lebih senior darinya. Mengenal Madam Rook – Edda K. Nibelungen secara langsung dan juga Messenger Leiria Alkaid yang turut bertugas di Kaldera saat ini secara personal membuat Natalia cenderung terpukau. Agen D1 memang dipilih sesuai spesialisasi mereka, dan itulah yang membuat mereka mempunyai ciri khas masing-masing.
Selepas kejadian luar biasa di Kaldera dan resolusinya, Raja Hitam meminta Messenger Leiria Alkaid untuk nantinya menuju Angia bersama dengan para prajurit kecil itu sebagai bagian dari perjanjian yang dibuat antara Kaldera dan Angia. Keputusan itu menyisakan Rook dan Infantry Hitam di Kaldera, walau untuk saat ini, kegiatan Putih sempurna senyap setelah Rook dan Infantry Putih ditangkap.
Natalia hanya bisa menduga-duga kalau Putih sudah merencanakan sesuatu di luar sana, walau Raja Hitam memilih untuk tidak memobilisasi dia dan Madam Rook dari Kaldera. Raja Hitam pastinya sudah memperkirakan sesuatu sebelumnya sehingga beliau memosisikan dua agen D1 untuk tetap di sana.
Hari itu, beberapa minggu setelah Sektor 3 berhasil ditata kembali berkat tanggap cepat pemerintah terkait dan Perusahaan Lysander, Natalia menerima panggilan khusus Madam Rook untuk menemui beliau di kantor bawah tanah Rumah Sakit Sektor 0.
Madam Rook tengah sibuk dengan pelbagai pekerjaannya ketika Natalia mengetuk pintu ruangan. Ia berusaha tidak mengganggu dan memastikan dia tidak membuat Madam Rook terkejut.
"Madam Rook, ada apa memanggil saya kemari?"
"Bagaimana soal Lianna?" tanya beliau to-the-point tanpa banyak melirik dari tumpukan laporan dan layar yang tengah menjadi fokus utamanya.
"Dia tetap ingin ikut ke Angia untuk belajar pada klan Chevalier." pungkas Natalia. "Saya sebagai individu tidak akan menghentikannya, begitu juga dengan Rosengarten."
"Menggebu sekali," wanita berambut hitam itu menggeleng-geleng. "Aku pun merasa seperti punya asisten yang kerap mengekor kalau dia datang untuk belajar mengendalikan Aether."
Natalia berada pada posisi istirahat di tempat, tangannya mengepal di belakang pinggang. Matanya mengerjap ketika mengingat Lianna yang selalu antusias dengan pekerjaan mereka nantinya akan mengepakkan sayapnya pada kemungkinan lain. Tidak disangka bahwa dia akan menjadi Pemegang Kitab, sosok yang luar biasa penting bagi Kaldera secara historis, walau mungkin khalayak umum belum paham akan posisi itu.
Dengan bantuan Madam Rook, pengetahuan yang semula disegel karena dianggap tabu dan dijaga ketat oleh beliau sebagai ahli sejarah perlahan dibuka untuk umum melalui Pustaka Antara. Kaldera namun sudah berproses begitu pesat tanpa tahu kenyataan pahit masa lalu yang membuat mereka terus merasa kekurangan lahan dan kesulitan dengan pasokan energi. Bidang penelitian mengenai energi terbarukan dan energi garis ley kembali dibuka untuk umum menyusul paten reaktor yang ditetapkan sebagai hak publik terbatas. Studi pada tanah Kaldera lama sepertinya akan segera menjamur karena banyak yang tertarik untuk membangun hunian futuristik di sana dan memanfaatkan energi alamiah yang ada.
"Kitab Takhta Tak Berguna sudah memilih pemegang yang tepat," imbuh Madam Rook. Beliau berhenti sejenak dari hiruk-pikuk tugasnya, sekedar melepas kacamata untuk menekan batang hidungnya. Beliau tampak lelah. "Memang keputusan yang tepat untuk terus mengitarkan buku itu hingga jatuh ke tempat yang semestinya."
Natalia tertegun mendengar fakta itu. Dia tahu sampah pohon yang biasa Lianna baca, buku yang katanya didonasikan ke panti dan hanya Lianna kecil yang tertarik mengambilnya.
Buku itu nantinya diketahui adalah 'kunci' yang akan membuat Falstaff—Kitab Takhta Tak Berguna—memilih Pemegang selanjutnya, autobiografi berjudul 'Tanah Yang Dilupakan Tuhan'.
Natalia pun menahan napas.
"... Buku itu, anda yang berikan ke panti tempat Lianna tinggal?"
"Raja yang menemukannya saat ekspedisi di tanah lama," jelas sang direktur rumah sakit itu. "Dia sepertinya paham kalau buku itu harus menemukan pemiliknya yang pantas sebelum dapat menjalankan fungsinya. Yah, aku sedikit kecewa saat tahu kalau aku tidak diperbolehkan Raja melihat isinya."
"Eh? Anda tidak pernah membuka buku itu?"
"Aku cuma tahu kalau itu bukan buku biasa, selebihnya Raja yang urus." Madam Rook mengedikkan bahu. "Oh, rahasiakan ini dari Lianna, ya. Nanti aku dikira dia sebagai tetua atau apalah itu lagi."
Natalia tertawa kering, "Anda tidak suka dipanggil Lianna sebagai guru? Sepertinya anda cukup senang mengajari Lianna, sejauh yang saya lihat."
"Hmph, simpan komentarmu untuk dirimu sendiri, Infantry." Madam Rook mendecak. "Oke, sekarang aku minta laporan patroli rutinmu di Pulau Melayang."
"Hehe, dengan senang hati, Madam."
. . .
Bila Natalia menyebutkan dia ada 'urusan' di Sektor 0, biasanya Rosen akan berpura dia tidak tahu apa maksud Natalia.
Rosen membenci Hitam dan Putih karena perlakuan Infantry Putih pada ayahnya dan tim insinyur itu, Natalia tahu. Mereka berpisah awalnya pun sebatas karena Natalia memutuskan untuk menjadi bagian Hitam.
Sekarang, akan tetapi, Rosen menungguinya di luar area rumah sakit sampai urusan Natalia selesai dengan Madam Rook. Rosen entah akan memesan gulali untuk dicemil, atau entah dia akan beli makanan tertentu untuk dia dan juga Natalia.
"Yo," sergah Rosen yang tengah duduk di dekat mobil kapsul yang mereka pakai hari itu sambil menenteng plastik besar berisi minuman berwarna aneh yang Natalia tidak perlu bertanya kandungan gulanya sebanyak apa. "Udahan?"
"Iya, udahan."
Lianna absen hari itu karena dia tengah belajar bersama Blair, dan sedang tidak ada pekerjaan hari itu untuk 0027, menyisakan mereka berdua saja.
Natalia masih merasa aneh melihat Rosen yang akan menemaninya sesering dulu, dan mereka berdua akan membagi cemilan atau minuman sembari berdiam diri.
"Aneh rasanya lihat kamu."
"Ih, itu lagi." cibir Rosen. "Sudah kubilang, setelah tahu kebenarannya, aku bisa ngerti kenapa kamu milih ikut Hitam."
"Tapi nggak perlu nemenin segala, 'kan? Toh kita udah nggak pacaran."
Rosen memberengut, "Apa salahnya? Kita partner kerja, 'kan? Atau kita harus balikan dulu biar kamu nggak nanya-nanya lagi?"
Natalia menyenggol bahu Rosen. "Nggak usah, kayaknya emang kita udah bagus begini. Temenan iya, mantan iya, lagipula kita sama-sama dewasa untuk menyikapi semua ini."
Rosen geleng-geleng, "Alasan kita misah kurang dewasa, sih, kita egois."
Natalia menatap langit temaram Sektor 0. Petang sudah akan tiba, lagi mereka berdua masih tetap ingin di sana sebentar lagi.
"Ya, kita egois juga pas bilang ke Lian kita nggak mau dia pergi," Natalia bersedekap. "... Sekali lagi aku bakal bilang kalau kita sudah dewasa untuk melepas Lian—"
"Udah ah, dewasa ini dewasa itu!" Rosen mencubit hidung Natalia dengan gemas. Dia nyengir saja menanggapi Natalia yang menggalau. "Yuk jemput Lian terus makan mi ayam! Pokoknya dia harus ingat rasa mi ayam Kaldera pas lagi di Angia."
"Makan mi terus nggak sehat tauk."
"Ah, alasan aja!" Rosen menepuk pundak Natalia keras-keras. Mereka berdua akhirnya tertawa lepas, mengetahui apa yang ada di pikiran mereka masing-masing tidaklah berubah seiring waktu berjalan.
Apa pun yang terjadi, baik itu selisih pendapat atau perbedaan jarak di antara mereka, asal mereka bisa membicarakan ini dengan baik, mereka akan baik-baik saja. Tidak butuh ada hubungan khusus atau hal-hal spesial. Mereka akan tetap jadi tim 0027; profesional yang bisa bergurau, dan tentunya makan mi ayam dan ayam cabe garam.
"Nyupirnya yang bener ya."
"Siap, nyonya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Risk Traveler
Fantasy[Buku 2 dari Tetralogi Endia] Y. 1342. Dua tahun setelah Perang Sipil Angia berakhir, Endia tengah menghadapi masa turbulensi sihir yang sangat kuat melebihi apa yang pernah terjadi ratusan tahun silam yang ditandai oleh Era Kekuatan. Gloria Wisem...