12

887 108 20
                                    

Ramein ramein rameiiiiiinnnn
.
.
.
.
.
...

Bianglala di pusat kota Seoul.

Di sinilah Wonyoung sekarang. Dia beruntung karena datang tepat waktu. Setengah jam lagi bianglala itu akan tutup. Malam ini sangat sepi. Hanya ada dua tempat yang terisi termasuk dirinya. Tempat ini penuh banyak kenangan bagi Wonyoung. Saat dia kecil orang tuanya selalu membawanya ke sini tiap akhir pekan. Di dalam bianglala ini, mereka akan menikmati indahnya sungai Han di bawah sambil sesekali bercengkerama. Tentu Wonyoung merindukan hal itu. Itulah kenapa dia pergi ke sini.

Bianglala itu akan berputar dua kali sebelum akhirnya berhenti. Padahal Wonyoung berharap bianglala itu berputar sampai pagi menjelang. Sepertinya lebih nyaman tidur di sini daripada di kamar besar nan sepi milik Sunghoon. Berbeda jika ada Sunghoon di sana, pasti Wonyoung akan tidur nyenyak. Bahkan dia akan selalu memimpikan kedua orang tuanya. Di sana Ayah dan Ibunya akan tersenyum bahagia melihat Wonyoung.

Apa karena Wonyoung akhirnya mendapatkan kebahagiaannya? Sebenarnya Wonyoung hanya butuh kejujuran. Kejujuran akan perasaannya sendiri. Perasaan yang akhir-akhir ini selalu dia sangkal.

Setelah mendengar kenyataan dari Ibu Sunghoon, seharusnya Wonyoung bisa lebih yakin lagi. Tapi Wonyoung sempat merasa takut. Takut akan..

BRAK

Wonyoung menengok ke sumber suara. Ke arah pintu yang terbuka, dan Sunghoon berdiri di sana.

Ada apa?

Kenapa dia ada di sana?

Melihat sekelilingnya, Wonyoung akhirnya mengerti. Bianglalanya sudah satu putaran. Saat tempatnya sampai di bawah, Sunghoon menyuruh petugas menghentikan bianglala agar bisa masuk ke tempat Wonyoung sekarang.

Keduanya hanya bertatapan, ketika bianglala akan kembali berputar barulah Sunghoon menempatkan dirinya di sebelah Wonyoung.

"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" Tanya Wonyoung memecah keheningan.

Sunghoon melirik sesaat. Dia hanya mengangkat ponsel Wonyoung dan memperlihatkan foto yang ada di sana. Foto bianglala yang selalu dia jadikan latar belakang ponselnya. Pasti Wonyoung pernah menceritakan sejarah bianglala itu pada Sunghoon. Iya, dia selalu melakukannya. Menceritakan kehidupannya tanpa disadari. Dan Sunghoon akan terus mengingatnya. Seakan-akan itu akan jadi bagian dari cerita kehidupannya.

Wonyoung kembali melempar pandangannya ke arah sungai yang makin lama makin mengecil seiring naiknya bianglala.

"Sepertinya Ibu bicara banyak padamu. Kau sudah dengar dari Ibu, kan?" Tanya Sunghoon.

Wonyoung tetap bergeming. Mengiyakan pertanyaan lelaki itu. Sunghoon menatap Wonyoung yang masih betah memandang ke luar kaca.

"Kau tidak bisa tidur?" Tanya Sunghoon lagi.

Dan lagi-lagi tak ada jawaban. "Aku akan tidur bersamamu lagi. Kau bisa tidur nyenyak nanti. Jadi sekarang kita pulang, ya?" Bujuknya.

"Wonyoung-a."

Tanpa disangka Wonyoung menoleh menatap Sunghoon. Dengan tatapan tegas dia berkata. "Kau tidak ingin berkata sesuatu?"

Sunghoon mengerjapkan matanya karena tidak siap dengan pertanyaan itu.

"Kenapa kau berbohong padaku?" Lanjut Wonyoung. kembali menatap lurus ke depan. "Kenapa kau tidak bicara dulu padaku? Kenapa kau harus memutuskan semuanya sendiri?"

"Wonyoung-a, maaf, aku-"

"Aku tidak marah, Hoon." Nada bicara Wonyoung melembut. Bahkan terdengar seperti menyesal. "Aku hanya terkejut." Kemudian dia menatap Sunghoon.

Kingdom [Sunghoon enhypen-Wonyoung IVE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang