Awan putih berarak indah pada langit biru cerah dengan mentari sebagai penerang semesta, membuat hati siapapun yang melihatnya menjadi tenang nan damai
tak terkecuali seorang gadis yang tengah menengadah dibawahnya, walaupun dengan berderai air mata namun tatapannya tak berpindah dari objek yang ia lihat saat ini
objek sebuah lukisan alam yang menenangkan
awan putih dengan langit biru sebagai kanvas nya..
"langit secerah dan seindah ini selalu mengingatkanku padamu ibu, sedang apa disana? Lunara rindu ibu" Lunara melirik cucian yang baru saja selesai ia cuci, menghela nafas pelan segera ia usap sudut matanya yang berair
"sampai bertemu nanti ibu, Lunara pulang" Lunara berlalu dari sungai tempat biasa ia mencuci pakaian
ia harus secepatnya pulang kerumah sebelum ibu tiri dan saudari tiri nya mengadukannya pada ayahnya yang tidak-tidak seperti biasanya
sesampainya dirumah ia segera menjemur cucian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang menjadi rutinitas nya setiap hari
brakk
tudung saji anyaman pandan itu terlempar lagi hari ini, entah karna apa Lunara juga tidak tau, mari hitung saja, satu.. dua.. tiga..
"Lunara! cepat kemari gadis bodoh!" Kan..
suara teriakan Sumarni menggelegar di kediaman Bondowoso"iya ibu? ada apa memanggilku?" secepat kilat Lunara berlari dari dapur menuju ruang makan yang jaraknya tidak seberapa jauh karna rumah mereka yang tidak terlalu luas
"hanya sayur pakis dan ikan asin? beras setengah karung hanya dapat ditukar dengan makanan ampas ini?" tanya nya dengan nada meninggi
"penjual nya tidak bisa memberikan lebih ibu, jika ingin ayam dan daging sapi kita harus menukar beras satu karung goni kecil, sementara kita hanya punya setengah karung"
"bodoh! kan sudah kubilang tukar saja anting emas mu yang berat nya tidak seberapa itu! aku tidak mau tau, sebelum jam makan siang tiba lauk pauk diatas meja ini harus sudah seperti biasanya karna aku akan menjamu tamuku yang akan datang"
Lunara menarik nafas panjang
"maaf ibu tapi ini anting yang baru dibelikan ayah pekan lalu, jika ditukar ayah bisa marah""apa peduliku!" Sumarni berlalu pergi dengan menendang tujung saji yang masih tergeletak mengenaskan tidak jauh darinya itu
"semoga kakimu tersandung batu!" Selamat untukmu Lunara, karna sumpahan dari lisanmu terkabul tepat mengenai sasaran
"arrghhh batu sialann! siapa yang menaruh batu sebesar kepala babi disini?!, dasar manusia otak udang!" Sumarni tak berhenti mengumpat sampai suaranya mengecil karna sudah berjalan jauh dari rumah
"rasakan! dasar nenek sihir jahat!!" Lunara beranjak dari ruang makan menuju pasar tempat transasaksi tukar menukar barang berlangsung
sesampainya dipasar ia dibuat tercengang dengan kerumunan orang-orang, begitu banyak pria-pria dengan tubuh kekar berlalu lalang dengan pakaian khas kerajaan, kalau sudah begini bisa dipastikan raja cendana tengah melakukan sidak, atau entah apalah itu namanya Lunara juga tidak tau
"raja kita yang baru sangat tampan, tapi sayang dia begitu dingin tak tersentuh, apalagi terhadap wanita, seperti melihat virus yang harus ia basmi"
"kau benar, rumor yang beredar beliau selalu menolak setiap pinangan dari putri-putri kerajaan, maupun bangsawan dari manapun, tak ada satupun yang bisa meluluhkan hatinya, aku jadi penasaran apa dia penyuka sesama jenis?"
"shuttt... jika ada yang mendengar kalimatmu barusan bisa kupastikan lehermu yang pendek ini akan terpenggal sebelum kau kembali kerumah"
bisik-bisik orang disekitarnya membuat Lunara menjadi penasaran akan sosok raja yang menjadi bahan perbincangan ini
KAMU SEDANG MEMBACA
KastaLuna (kisah Bratadikara dan Jahanara dengan versi dan zaman yang berbeda)
FantasyKisah seorang raja jin yang teramat mencintai istrinya ratusan tahun silam hingga atas kebaikan sang pencipta, sang raja pun terlahir kembali menjadi manusia seutuhnya, dan buah atas kesabarannya ia menemukan wanita yang sangat mirip mendiang istrin...